Bab 7

623 86 43
                                    

Sebuah pelukan kembali diterimanya, Hoetaek mengelus lembut punggungnya, membisikkan kata-kata penyemangat sekaligus salam perpisahan, anak-anak manis ini harus tereliminasi di babak pertama, Hoetaek tahu ini tak akan mudah bagi siapa pun, apalagi mereka masih muda, menerima kegagalan tentu akan terasa menyakitkan.

Namun, acara ini dibuat bukan untuk bersenang-senang, ini adalah kompetisi, bagaimana pun harus dicari siapa pemenangnya, dia yang terbaik dari yang baik. Sekali lagi Hoetaek melambaikan tangan, setengah dari peserta pelatihan telah gugur.

Hampir semua wajah peserta lainnya yang selamat terlihat sendu, hampir, karena Jiwoong malah nampak ceria, bukan karena senang akan kepergian teman-temannya, tapi karena hal lain yang terjadi semalam.

"Sebentar, ada apa dengan ekspresimu itu, heh?" Seunghwan bertanya heran, dia merasa curiga pada teman seperjuangannya ini, wajahnya malah mesem-mesem tidak jelas sekali.

"Kerasukan kali." Junghyeon menyahut, padahal tak ada yang mengajaknya bicara, hanya kebetulan  saja dia berada di dekat Jiwoong dan Seunghwan. Berbeda dengan semalam, Jiwoong tidak mendelik marah, dia malah menepuk bahu Junghyeon, lalu beralih menatap Seunghwan.

"Ada ketampanan." Dia menjawab pertanyaan Seunghwan dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi, Jiwoong bahkan sempat berpose, membuat Seunghwan dan Junghyeon memasang ekspresi yang sama, mereka hendak muntah, karena mual mendengarkan bualan Jiwoong.

"Apa yang terjadi sih dengannya?" Junghyeon menatap punggung Jiwoong yang mulai meninggalkan halaman bersama dengan para peserta lainnya.

"Semalam dia naik pitam, pagi ini tiba-tiba dia tersenyum secerah matahari, apakah otaknya mulai rusak?" Cerocosnya kesal, Junghyeon mungkin masih menyimpan dendam karena diancam oleh pisau makan.

"Kum, kapan otak manusia bisa eror?" tanya Seunghwan. Kedua orang ini memang sejalan otak dan pikirannya, jadi Junghyeon langsung mengerti lalu menjentikkan jari.

"Saat ... sedang jatuh cinta? Astaga!" Mulutnya menganga, dia mulai percaya asumsi Seunghwan, memang hanya cinta saja yang bisa membuat manusia jadi tolol, lihatlah Jiwoong, siapa yang sudah membuatnya tergila-gila seperti itu, hei?

"Jiwoong Hyung!!" Kum Junghyeon mulai mendramatisir keadaan, dia berlari ke arah Jiwoong seakan merasa prihatin sebab otak Jiwoong sudah eror karena cinta. Teriakannya itu menarik perhatian para peserta pelatihan lainnya, termasuk Hoetaek.

Dia sempat menoleh, membuat Gyuvin memanfaatkan kesempatan untuk mencoret wajah Hoetaek dengan spidol. Anak itu memang sedari tadi sudah menyembunyikan spidol di sela-sela tangannya, dan bukan hanya Hoetaek yang jadi korban, beberapa peserta pelatihan yang dekat dengannya ikutan tercoreng-moreng.

"Gyuvin!" Hoetaek berseru meski terlambat karena garis hitam sudah tergambar di wajahnya.

"Sempurna, kau tampan sekali, Hyung," ujarnya dengan intonasi mengejek, Hoetaek pura-pura tertawa, lalu tangannya sigap meraih lengan Gyuvin.

"Oh ya? Kalau begitu aku juga akan merias wajahmu supaya jadi tampan." Hoetaek menarik lengannya, lalu mendekap tubuh Gyuvin yang jangkung, mencegahnya untuk kabur. "Ayo sini, Gyuvin-ah."

Gyuvin hanya tertawa-tawa saja ketika Hoetaek berusaha merebut spidol dari tangannya, tapi dia tak tinggal diam, tangannya yang bebas menggelitik perut Hoetaek, membuat dekapannya longgar dan akhirnya Gyuvin dapat melarikan diri, dia kabur ke arah gedung, masuk ke dalam lobi.

"Hyung!" Suara ini lebih dulu menyapanya sebelum Hoetaek mengejar Gyuvin, Shanbin sudah berdiri di sampingnya, tangannya menyodorkan tisu basah. "Kurasa kau membutuhkannya untuk membersihkan wajahmu."

Hoetaek tersenyum, meraih sebungkus tisunya, Shanbin itu selalu membawa tisu ukuran kecil di sakunya, entah itu tisu basah atau kering, alasannya ya karena dia suka kebersihan. "Terima kasih, Hanbin-ah."

Kening Shanbin mengkerut ada sesuatu yang aneh dengan kalimat Hoetaek. "Apa kau bilang, Hyung?"

"Terima kasih."

"Lalu?"

"Hanbin-ah?" Shanbin menunjuk, itu maksudnya, kenapa tidak ada lagi panggilan 'Hanbinnie?'

"Oh ..." Hoetaek terkekeh, ternyata Shanbin sangat peka dengan perubahan sekecil apa pun. "Kenapa? Apa kau tidak suka kupanggil begitu?"

"Bukan begitu, tapi Hanbinnie lebih terdengar manis, seperti ... panggilan sayang." Shanbin tersipu ketika mengatakannya, berbeda dengan Hoetaek yang malah tertawa, oh begitukah? Pantas saja Jiwoong tak suka mendengarnya.

"Aku serius, Hyung. Ayo panggil aku lagi, Hanbinnie, Hanbinnie ..." Shanbin bersikap sangat manis sekarang, Hoetaek tidak kuat melihatnya, dia mencubit pipi kanan Shanbin, gemas.

"Berhenti menggodaku, Sung Hanbin." Bukannya mendapat apa yang dia inginkan, Shanbin malah dilarang untuk bertingkah imut karena Hoetaek merasa Shanbin sedang mengejek nada bicara Hoetaek secara terang-terangan, tangannya masih mencubit pipi Shanbin, kali ini bahkan di-unyel-unyel.

"Awh, sakit, Hyung." Shanbin meringis, lalu tertawa, kegiatan apapun yang dilakukannya bersama Hoetaek pasti terasa menggembirakan, entahlah, apakah hanya Shanbin yang merasa demikian, atau Hoetaek juga menyadarinya?

***

Biasanya ketika sedang ada waktu luang, para peserta pelatihan suka menghibur diri dengan bermain game. Beberapa ditayangkan sebagai konten di channel YouTube, tapi kebanyakan, sih, tidak, hanya bisa dikenang oleh para pemainnya saja.

Padahal ada seorang pemain legendaris yang mencetak rekor di teriaki satu asrama. Bukan karena dia jadi pemenangnya, tapi karena dia malah mengacaukan permainannya.

Tak perlu bertanya siapa orangnya, kalian tahulah dia, siapa lagi kalau bukan Jiwoong si pencari perhatian.

Namun, hari ini dia agak berbeda, entah kenapa dia jadi sangat kompetitif, dari yang tadinya sering kalah, kini tiba-tiba keluar sebagai pemenang. Dia bisa mengalahkan tim Hoetaek, dan berdasarkan taruhan yang dibuat secara pribadi dengan Hoetaek, Jiwoong bisa memilih kegiatan apa yang ingin dia lakukan bersama dengan Hoetaek.

Pertama, dia melirik Hoetaek yang napasnya masih tersengal, maklumlah mereka baru saja bermain bola, lalu Jiwoong mengangkat tangannya, mengacungkan dua jarinya ke udara.

Hoetaek yang melihat itu langsung terbatuk, tersedak oleh air minumnya sendiri, itu adalah kode yang hanya dimengerti olehnya, angka dua berarti Jiwoong memilih ... sialan, Kim Jiwoong mesum!

"Hyung, pelan-pelan, astaga." Gyuvin yang berada di dekatnya berseru panik, tangannya mengelus-elus punggung Hoetaek. Tak tahu dia bukan punggungnya yang harus ditenangkan, melainkan jantungnya.

"Ayo, Hyung, kita duduk dulu." Gyuvin menarik lengannya untuk duduk di rumput yang teduh, meluruskan kaki barang sebentar, menghela napas, lalu mengibas-ngibaskan tangan karena badan mereka masih panas sehabis olahraga.

Keringat terus mengucur dari dahi Hoetaek, rambutnya sudah lepek, dia kesusahan mengatur rambut yang sudah lumayan panjang, matanya beberapa kali tertusuk oleh tajamnya rambut Hoetaek.

Pelataran gedung masih ramai oleh para peserta pelatihan, mereka sedang asyik berkegiatan masing-masing, Gyuvin merebahkan tubuhnya, lalu menyandarkan kepalanya di atas paha Hoetaek, dia berceloteh tentang ini dan itu, sedangkan Hoetaek diam mendengarkan.

Dia tidak memperhatikan tangan yang tiba-tiba meraih rambutnya, lalu menjepitnya dengan jepitan rambut berwarna merah. "Nah, seperti ini terlihat lebih baik, rambutmu tidak lagi mengganggu pandanganmu," ujar si pelaku. Hoetaek terpaku, Jiwoong terang-terangan memberikan perhatian pada Hoetaek, apakah hal itu tidak berbahaya?

"Lucu sekali milikku." Dia bahkan bergumam pelan, sangat pelan hampir tak bersuara, tapi Hoetaek bisa melihat gerak bibirnya yang dihiasi dengan senyum menggoda.

***
Bersambung...

Apa kalian kaget? Huh, Fii bukannya gak jadi nge-ghosting ya, Fii cuma lagi suntuk aja, urusannya kagak kelar-kelar. Jadi ya daripada stres lebih baik fii nulis.

Dan ya ... inilah hasilnya, gak jelas? Hahahah memang. Tapi semoga aja kalian masih tetep suka.

Salam
Fii

Lukewarm || Hui-Jiwoong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang