Extra Chapter: Love Talk🔞

864 58 23
                                    

⚠️Warning⚠️
Saudaraku ini beneran 19+
Jika kalian sedang di tengah keramaian silakan melipir dulu, cari tempat yang aman untuk membaca ini.

Supaya lebih khusuk juga🤭 yang belum cukup umur resiko ditanggung sendiri ya✌️

**

Laptop yang terhubung dengan headphone di meja kerjanya masih menyala saat seseorang masuk ke kamarnya. Lelaki itu mencium pipinya, lalu memeluknya dari belakang, membuatnya menoleh barang sebentar, melepas headphone-nya.

"Hyung ... aku lelah." Dia merengek, sudah seminggu lebih jadwal sialannya selalu padat oleh bermacam kegiatan untuk mempersiapkan debut grupnya yang bernama ZB1. Tapi harusnya Hui yang merengek seperti itu, karena dia tak kalah sibuknya, selain harus membantu mempersiapkan lagu-lagu ZB1, dia juga harus mempersiapkan diri untuk comeback bersama dengan timnya.

Waktu perilisan album mereka berdekatan, bayangkan betapa sibuknya Hui, ini semua gara-gara keserakahan sang manajer, dia jadi banyak pekerjaan sekarang, terlalu banyak.

"Tidurlah, Sayang ..." Hui mengelus puncak kepala Jiwoong yang menempel di atas pundaknya. Tapi lelaki itu menggeleng pelan, Hui tahu sekarang, Jiwoong ingin beremesraan dengannya, obat lelah itu tidak hanya tidur 'kan?

"Aku hampir selesai, Woong-ah, tunggu sebentar." Meski Jiwoong agak jengkel karena Hui kembali mengalihkan fokusnya ke arah laptop, tapi Jiwoong tetap menempel padanya, membuat Hui tak bisa berhenti tersenyum, Jiwoong kalau sudah dalam mode seperti ini cukup menggemaskan, Mama Kim benar, sifat asli anak ini sangat manja.

"Kapan selesainya, Hyung?" tanyanya setengah merengek. Hui terkekeh pelan, lalu menekan tombol save cukup keras, pekerjaannya selesai, setidaknya untuk hari ini. Dia membalikkan badan, menghadap Jiwoong, kedua tangannya direntangkan sebagai isyarat dia meminta pelukan.

Jiwoong tentu langsung menyambutnya, dia merengkuh tubuh Hui, kedua tangannya yang kekar mencoba mengangkatnya, sedangkan Hui melingkarkan tangannya di antara leher jenjang Jiwoong, dia terkekeh pelan saat tubuhnya berada di gendongan Jiwoong. Lelaki itu mendongak padanya dengan senyuman paling manis yang pernah dilihatnya.

Seketika lelah yang dirasakan oleh mereka berdua lenyap, Hui tak bisa berhenti memandangi wajah tampan itu, tatapan Jiwoong menghipnotisnya untuk terus tersenyum, lelaki itu membawanya duduk di pangkuannya. Tak perlu kata-kata lagi untuk mengerti maksud sorot mata Jiwoong, Hui memulainya, wajahnya maju untuk mengecup bibir kekasihnya.

Hangat terasa mendominasi, keduanya memejamkan mata, membiarkan benda lembut itu beraksi saling berpagutan, menjalin hubungan yang erat tak terpisahkan, bibirnya terasa manis sedikit mint setelahnya, Hui memberi jeda, menempelkan keningnya pada sang kekasih.

"Hyung ... bolehkah?" tanya Jiwoong dengan suara berat yang sangat pelan. Meski kalimat itu tidak lengkap tapi Hui mengerti apa yang diinginkan Jiwoong, lelaki itu menarik lengannya yang sedari tadi masih bertaut di leher Jiwoong, yang kanan turun ke dadanya, yang kiri  menggapai kemeja Jiwoong.

Dengan gerakan lembut Hui melepaskan kancingnya satu persatu, sampai dada bidang itu hendak terbuka sepenuhnya, Hui kembali menatap Jiwoong, lalu tersenyum nakal. "Sure, Honey ..." jawabnya tak kalah menggoda. 

Udara di sekitar Jiwoong mendadak terasa panas, jawaban itu artinya tidak hanya 'iya' tapi Hui setuju dengan keyakinan penuh, belum lagi Hui menyebutnya 'Honey'. Gila, Hui benar-benar membuatnya mabuk kepayang. Persetan dengan akal sehat, sekarang nalurinya mengambil alih.

Jiwoong mendaratkan ciuman di leher Hui, sambil sesekali menyesap aroma tubuhnya yang masih melekat dengan parfum, lalu lidahnya keluar, menjilat kulitnya yang halus, bibirnya mengatup, menggigit pelan, membuat tanda kemerahan.

Hui melenguh, napasnya mulai memburu, tangannya tak tinggal diam, dia membuka kancing kemeja Jiwoong yang masih tersisa, lalu mendorong kain itu supaya terlepas dari tempatnya. Jiwoong memundurkan tubuhnya, menaruh Hui ke atas kasur.

Badan kekarnya sudah bertelanjang dada, Hui sedikit menegakkan tubuhnya dengan cepat membuka kaus yang dipakainya lalu tersenyum pada kekasihnya yang sudah siap menerkam. Ada perasaan aneh yang membara di dadanya. Hui tidak dapat mendefinisikannya.

Perasaan itu dengan cepat membakarnya, membuatnya kewalahan mengatasi Jiwoong yang semakin liar mencumbu setiap jengkal tubuhnya. Lelaki itu sibuk bermain dengan benda cokelat di dada Hui yang sudah menegang.

Tanpa sadar mulut manisnya mendesah, itu adalah salah satu titik sensitif di tubuhnya, Jiwoong menciumnya, mengisapnya bak seorang bayi yang kelaparan meminta susu.

"Kau menyukainya, hmm?" Jiwoong tiba-tiba muncul di atas wajahnya, melontarkan pertanyaan yang membuat Hui tersipu malu, dia mengangguk lucu, itu luar biasa, tak bisa dipungkiri, Hui menyukainya.

Lengkungan di wajah Jiwoong kembali terbit. Dia memastikan lagi Hui tak merasa tertekan sebelum tangannya meraih celana sang kekasih, menariknya perlahan hingga kulit kakinya yang putih mulus terekspos sempurna.

Awalnya terasa dingin dan menakutkan, Hui tidak pernah membayangkan sebelumnya, bahwa dia akan mempercayai seseorang untuk melihat tubuhnya tanpa busana, untuk memperhatikan setiap lekuknya yang tidak sempurna. Hui benar-benar tersipu, wajahnya merah sekali, jantungnya berdebar-debar tak keruan.

"Kau sangat cantik, Hyung ..." Jiwoong berbisik di telinganya, menyebarkan kehangatan yang kembali membuatnya bersemangat. Jiwoong tahu Hui gugup, dia memulainya dengan kecupan yang menenangkan di keningnya.

"Kau percaya padaku, Hyung?" tanyanya lembut. Hui tersenyum lalu mengangguk, tentu. Jiwoong tidak mau menyia-nyiakan kepercayaan itu, setiap gerakan dia lakukan dengan penuh kesabaran. Hingga tak ada lagi rasa takut di benak Hui.

Dia bisa mengikuti permainan Jiwoong, lama-lama menikmati iramanya, menari di atas melodi kotor yang diciptakan keduanya, keringat di keningnya semakin banyak saat sebuah benda berurat berhasil masuk dengan sempurna ke lubangnya.

"Angh, Woong-ah ..." Hui menggelinjang kenikmatan ketika Jiwoong mendorong miliknya lebih dalam, rasanya sungguh menakjubkan. Hui malu mengakui kalau dia menyukainya.

Dia menyukai setiap sentuhan Jiwoong pada tubuhnya. Lelaki itu terlihat semakin istimewa di matanya, bahkan dengan tubuh penuh keringat yang kini sedang didekap erat olehnya.

"Apa kau lelah, Hyung?" tanya Jiwoong sembari mengusap kening Hui. Keduanya sedang melepas nafsu membara setelah permainan yang menyenangkan.

"Eum, aku lelah dan ingin tidur seharian," jawab Hui dengan intonasi manja, matanya membulat gemas. Jiwoong hanya bisa terkekeh, dia tidak menyangka Hui akan bertahan cukup lama, memberikannya kepuasan yang tiada tara.

"Hyung ... terima kasih atas semuanya," ucapnya setelah menarik selimut lebih ke atas, supaya Hui tak merasa kedinginan dengan tubuhnya yang masih polos. Jiwoong sungguhan merasa bersyukur karena Hui memberikan kepercayaan seutuhnya padanya, kepercayaan untuk melihat semua luka-lukanya, untuk ikut menyembuhkannya.

Hui menggeleng pelan, dia tidak setuju dengan pernyataan Jiwoong, harusnya di sini dia yang berterima kasih, kehadiran Jiwoong di hidupnya benar-benar mengubah segalanya, Hui tak pernah merasa kekurangan ketika berada di dekatnya. "Woong-ah, in my life, you are my serendipity." Hui mendongak, berusaha menatap Jiwoong.

"Awalnya aku tidak mencarimu, tidak pula mengharapkanmu, tapi aku sangat beruntung bisa bertemu denganmu, I love you, Honey." Hui menggerakkan kepalanya untuk mencapai bibir Jiwoong, mengecupnya sekali, lalu menenggelamkan wajahnya di bawah selimut, lagi-lagi dia tersipu karena pengakuan cintanya sendiri.

***

Astaga, mana suaranya anak-anak Abi? Panas dingin 'kah kalian?

Maafkan Fii kalo adegannya malah terasa cringe😭😭

Fii sudah berusaha sebaik mungkin untuk membuat NC yang sesuai dengan karakternya Abi di sini, semoga kalian suka 🙏

Sebenarnya Fii malu banget, belum terbiasa nulis adegan dewasa soalnya. Dahlah, bubar, guys ceritanya sudah berakhir 😭

Salam,
Fii

Lukewarm || Hui-Jiwoong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang