Pesan singkat dari Nyonya kim yang diterima tepat ketika Jiwoong turun dari bianglala membuatnya terpaksa mengurungkan niat untuk memesan kamar hotel. Mamanya itu bisa merajuk kalau malam ini Jiwoong tidak pulang bersama Hoetaek, katanya dia sudah memasak makan malam.
Hoetaek tentu tak keberatan, dia malah sedari tadi asyik menertawakan ekspresi Jiwoong yang nampaknya kecewa berat.
"Wong-ah, bebek-bebekan kuning di kamar hotel sepertinya akan minder jika melihat wajahmu saat ini," tutur Hoetaek mengejek, tangannya mencubit bibir Jiwoong yang maju layaknya bebek.
"Senyum dong, Sayang." Demi mendengar panggilan itu, Jiwoong langsung tersenyum salah tingkah, Hoetaek menyebutnya dengan apa tadi? Sayang?
"Hah, coba ulangi sekali lagi, Hyung!" Bukannya menjawab, Hoetaek malah beringsut mendekat, lalu mendaratkan kecupan di pipi Jiwoong. Yang dicium tentu kaget, itu di luar dugaannya.
Sementara Hoetaek tak mau bertanggungjawab, dia langsung bergegas turun dari mobil saat Jiwoong mulai menyadari apa yang telah dilakukannya. "Hyung, aku mau lagi!" Jiwoong menangkap tubuh Hoetaek, mendekapnya dari belakang, membuat Hoetaek tertawa geli, dia merasa malu sendiri karena perbuatannya tadi.
"Jiwoong, kita sudah sampai di rumahmu. Tak enak kalau mamamu melihatnya," tuturnya berusaha tenang, padahal jantungnya berdentum-dentum, dia berbalik menatap Jiwoong yang masih merangkul tubuhnya, di sana tak ada lagi raut wajah masam, Jiwoong sepenuhnya berseri.
"Tapi kau yang mulai, Hyung," ujarnya sembari mencubit hidung Hoetaek gemas, keduanya tertawa, sama sekali tak menyadari bahwa CCTV di pojokan garasi sedang merekam keromantisan mereka. Kekhawatiran Hoetaek tak ada gunanya, Nyonya Kim sudah lebih dulu melihat kebersamaan mereka di dalam gawai yang diberikan Kim A-ra, adiknya Jiwoong.
Nyonya Kim tak bisa menahan senyumannya saat Hoetaek melangkah masuk ke rumahnya seraya menggenggam tangan Jiwoong. Tapi yang pertama menyambutnya malah Kim A-ra, dia berseru senang. "Oppa!" Bukan kakaknya yang dipanggil begitu, melainkan Hoetaek.
"Heh, padaku saja kau tak pernah memanggil Oppa, enak saja kau memanggil kekasihku begitu!" protes Jiwoong yang berusaha menjauhkan Ara dari Hoetaek. Tapi wanita berusia dua puluh tiga tahun itu tak peduli, dia malah menarik Hoetaek, membawanya duduk di sofa.
"Hui Oppa, astaga, apakah aku sedang bermimpi? Percaya atau tidak, aku selalu mendengarkan lagu-lagumu," celotehnya sembari memperdengarkan lagu yang dimaksud, Hoetaek mengangguk-angguk menikmati nyanyian Ara, suaranya cukup bagus.
"Jangan percaya, Hyung, dia pasti baru menghafalnya hari ini." Jiwoong menyela, yang langsung mendapatkan tatapan sinis dari Ara, kedua saudara ini memang jarang akur, mereka sering memperdebatkan hal-hal sepele.
Meskipun begitu, tapi menurut Hoetaek keluarga Jiwoong sangat sempurna. Hoetaek tak menemukan celah kekurangan, mereka saling menyayangi dengan cara masing-masing, sebuah keluarga yang diidamkan Hoetaek sedari kecil. Nyonya Kim adalah seorang ibu yang tak akan pernah bisa digantikan oleh apapun di dunia ini, pantas Jiwoong selalu menuruti permintaannya, meski dia mendelik kesal seperti tadi.
Saat ini bahkan Jiwoong sedang pergi ke supermarket untuk membelikan barang-barang yang diminta ibunya, sedangkan Ara pergi ke kamarnya untuk belajar. Hoetaek menunggu di taman, berdua dengan Nyonya Kim.
"Terima kasih, Kei," ujar Nyonya Kim tiba-tiba, suasana di antara mereka sudah tidak canggung lagi, wanita bersahaja ini berhasil membangun suasana yang membuat Hoetaek merasa nyaman.
"Untuk apa, Tante?"
"Karena telah menerima Jiwoong." Nyonya Kim terkekeh. Dia masih tidak menyangka anaknya yang bergajulan itu telah menemukan tambatan hati, sedangkan Hoetaek menggeleng pelan, tidak setuju dengan nyonya Kim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukewarm || Hui-Jiwoong
FanfictionHanya orang gila yang bercita-cita ingin menjadi idol di Korea. Peluangnya sangat kecil, meskipun berhasil belum tentu bisa bertahan di industri ini. Hui adalah salah satu bukti kekejaman industri hiburan di Korea. Produser yang pernah mencapai masa...