"Kenapa ... ?" Orang di sebrang sana bertanya khawatir karena sekali lagi Hoetaek terdengar menghela napas kasar, seperti sedang lelah, tapi memang sih Hoetaek merasa demikian, bagaimana mungkin dia tidak lelah ketika terjebak dalam situasi macam ini?
Untungnya beberapa peserta pelatihan yang pemikirannya masih lugu percaya situasi tadi hanyalah lelucon, tapi bagi Seunghwan, Matthew, Jungwoo, dan ... mungkin masih banyak lagi, Hoetaek tidak tahu. Dia tidak mau memikirkannya.
"Aku heran, kenapa orang-orang selalu bisa mengenali orang sepertiku?"
"M-maksudnya?"
"Orientasi seksualku," jawab Hoetaek jujur. Orang di sebrang sana adalah salah satu member Pentagon, Hoetaek selalu menghubunginya untuk mengetahui kabar teman-temannya, tapi hari ini Hoetaek memang ingin sedikit bercerita, tenang saja, dia bisa dipercaya, dan memang dia tahu semua hal tentang Hoetaek, termasuk orientasi seksualnya.
"Oh ... tentang itu, apa mereka mengejekmu karena kau gay? Beritahu aku, Hyung. Biar aku balas ejekannya," ujarnya dingin, dia memang suka bercanda, tapi kalau sudah berurusan dengan bajingan yang menggangu orang-orangnya, dia tak pernah main-main, balas, tak ada ampun.
Hoetaek terkekeh pelan. "Tidak seperti itu, mereka malah menyukaiku, astaga." Tangannya otomatis memegang kepala, Hoetaek merasa pusing, tak tahu bagaimana cara menempatkan dirinya dalam situasi ini.
"Mereka? Artinya lebih dari satu?"
"Haruskah kau perjelas, hah? Aku tidak tahu apa yang mereka lihat dariku, aku tidak—"
"Kau berharga, Hyung. Mereka tidak salah, kau pantas diperjuangkan." Kalimatnya membuat rintihan lelah Hoetaek berhenti sejenak, otaknya sedang berpikir. "Lalu bagaimana denganmu? Apa kau menyukai keduanya?"
Hoetaek menggeleng, meskipun tidak dapat dilihat oleh lawan bicaranya. "Siapa yang kau pilih, Hyung?" tanyanya sekali lagi, merasa tak mendapatkan jawaban, akan tetapi Hoetaek masih tak menjawab, jika ditanya dia lebih menyukai siapa, tentu Jiwoong jawabannya, tapi jika ditanya siapa pilihan yang terbaik, tentu saja Shanbin.
"Tidak ada? Kau tak menyukai mereka?" Satu menit sudah berlalu, dia terpaksa menarik kesimpulan karena Hoetaek tak kunjung bersuara.
"Kau tahu sendiri bagaimana kebimbanganku selama ini." Hoetaek mengeluarkan jurus pamungkasnya. Jika sudah begitu lawan bicaranya hanya bisa menghela napas kasar, dia tahu sekali maksud kalimat itu.
"Apa karena dia tidak tahu masa lalumu?"
Lagi, Hoetaek mengangguk. Orang bilang masa lalu itu mudah ditinggalkan, tapi tidak bagi Hoetaek, dia selalu terbelenggu untuk melangkah maju apalagi untuk memulai sebuah hubungan, takut.
Seakan bisa melihat kekhawatiran Hoetaek, dia kembali bertanya. "Apa kau tak akan memberitahunya?"
"Bukankah itu tidak penting?"
"Itu penting, Hyung. Kau harus keluar dari sana. Mungkin dia bisa membantumu. Hal yang tidak bisa kulakukan." Lagi-lagi Hoetaek terdiam, dia tidak sedih, hanya saja bingung, apa yang menahannya selama ini? Padahal hidupnya baik-baik saja. Hanya terkadang, kadang-kadang, tidak setiap saat, tapi waktu yang hanya sesaat itu seketika bisa menghapuskan kegembiraannya dalam sekejap.
"Menurutmu begitu? Tapi siapa yang harus kuberitahu? Keduanya?"
"Tidak, menurutku pilihlah orang yang selalu mengganggu pikiranmu, Hyung. Kadang-kadang kau ingin bersandar padanya, tapi kadang-kadang kau meragukannya. Hal itu bisa terjadi sebab tanpa disadari kau berharap lebih padanya. Harapan memang selalu datang diiringi kecemasan, takut kalau-kalau dikecewakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukewarm || Hui-Jiwoong
FanfictionHanya orang gila yang bercita-cita ingin menjadi idol di Korea. Peluangnya sangat kecil, meskipun berhasil belum tentu bisa bertahan di industri ini. Hui adalah salah satu bukti kekejaman industri hiburan di Korea. Produser yang pernah mencapai masa...