Aroma parfumnya tertinggal di ruang tamu saat Jiwoong pergi ke dapur untuk mencari ibunya. Penampilannya sudah lebih dari kata rapi, Jiwoong memilih-milih baju selama satu jam lamanya, dia membongkar lemarinya, mencocokkannya dengan ini dan itu, akhirnya pilihannya jatuh kepada kemeja hitam polosnya yang dipadukan dengan celana berbahan denim.
"Mau ke mana, nih?" tanya Nyonya Kim seraya menutup kulkas, mengeluarkan minuman dingin dari dalamnya.
"Kencan, Ma," jawab Jiwoong dengan wajah mesem-mesem.
"Loh, memangnya kalian sudah berpacaran?" tanya Nyonya Kim tidak percaya. Sepertinya Kei bukanlah tipe orang yang mudah didekati.
"Iya dong, jangan ragukan kemampuan anakmu gitu dong, Ma," ucapnya seraya menaik turunkan alisnya, Jiwoong merasa bangga pada dirinya sendiri.
"Aduh, kasihannya Kei, dia harus berpacaran dengan anak manja ini." Bukan Nyonya Kim kalau dia tidak lebih dulu menggoda Jiwoong. Sedangkan Jiwoong hanya menggeleng pelan, lalu hendak berpamitan, tapi Nyonya Kim tak serta-merta mengangguk, matanya menyipit, memindai penampilan anaknya, kemejanya rapi tapi sepertinya terlalu polos.
"Kenapa tidak ditambah vest?" tanyanya kemudian. Menurutnya penampilan Jiwoong akan terlihat lebih kasual jika kemeja itu dilapisi oleh vest berwarna senada dengan sepatunya.
"Vest punyaku tidak ada yang bagus, Ma."
Mamanya menghela napas kasar. Bilang saja tidak mau memakainya, vest yang baru saja dibelinya bulan lalu juga belum dipakai. "Kalau begitu sweater?"
"Warna apa, Ma?" Nyonya Kim berpikir sebentar, dia memang seorang fashion designer, jadi dia pandai mencocokan warna dan baju untuk dipakai oleh seseorang.
"Ivory, tapi jangan yang polos, yang bermotif gelap supaya sesuai dengan kemejamu, apa kau punya?" Jiwoong mengangguk, sepertinya ada di antara tumpukan baju di lemarinya.
"Oke, sip. Selebihnya kau wangi dan tampan, sempurna, kau sudah siap untuk pergi."
"Terima kasih, Ma," ucap Jiwoong mendekat, lalu mencium pipi mamanya.
"Jangan lupa ajak pacarmu ke sini, mama akan menyiapkan banyak makanan untuk menyambutnya." Jiwoong tak menanggapi perintah mamanya, wajahnya malah tersenyum menggelikan, membuat alis nyonya Kim menyatu.
"Kenapa, sih?" tanyanya heran.
"Aku tidak menyangka, akhirnya aku bisa menyebut Hoetaek hyung sebagai pacarku, pacarku yang manis." Jiwoong tak peduli dengan ekspresi mamanya yang nampaknya merasa jijik melihat ekspresi anaknya. Dia tetap senyum-senyum sendiri sambil melajukan mobilnya di jalan raya yang cukup lengang.
Sebenarnya Jiwoong ingin memberikan kejutan, dia baru menghubungi Hoetaek ketika sudah berada di parkiran asrama grupnya. Yang dihubungi tentu terperanjat kaget, heh! Jiwoong datang ke asrama, bukan ke apartemen pribadi Hoetaek, yang artinya di tempat ini Hoetaek tidak sendiri, ada teman-teman satu grupnya.
Jiwoong, jangan berani-berani menekan bel pintu asramaku!!!
Hoetaek mengirimkan pesan singkat dengan tanda seru yang banyak, itu peringatan serius, Hoetaek tahu Jiwoong memang gila, tapi jika dia berani masuk ke sini, sepertinya dia memang harus segera dibawa ke rumah sakit jiwa. Teman-temannya sedang berkumpul di asrama, bukannya Hoetaek tidak mau memperkenalkan Jiwoong, tapi ini bukan waktu yang tepat.
Kenapa? Aku ingin menjemputmu, Hyung.
Balasan dari Jiwoong membuat Hoetaek mengembuskan napas kasar. Orang ini maunya apa, sih? Tinggal tunggu saja di parkiran, Hoetaek akan segera turun dan pergi dengannya, tapi dia malah ingin menantang maut dengan masuk ke sini, tak tahukah dia teman-temannya itu sangat protektif pada Hoetaek? Jiwoong pasti akan melalui ospek yang melelahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukewarm || Hui-Jiwoong
FanfictionHanya orang gila yang bercita-cita ingin menjadi idol di Korea. Peluangnya sangat kecil, meskipun berhasil belum tentu bisa bertahan di industri ini. Hui adalah salah satu bukti kekejaman industri hiburan di Korea. Produser yang pernah mencapai masa...