Bab 19

455 86 39
                                    

Anak kecil yang ada di foto itu berusia tujuh tahun. Pakaiannya persis sama seperti yang dikenali Jiwoong di dalam album foto keluarganya, makanya dia ngotot memvalidasi apakah memang benar Hoetaek adalah anak itu?

"Aku ada di album foto keluargamu?" tanya Hoetaek terheran, otaknya berusaha mengali ingatan lama dengan hati-hati, takut kalau yang teringat itu malah kenangan buruk. "Oh, tunggu, kau lahir di Gwacheon?"

Jiwoong menggeleng. "Bukan, tapi ayahku pernah membawaku ke sana untuk membeli tanah dan ya aku tersesat." Mata Hoetaek membesar ketika berhasil menemukan ingatan yang benar.

"Astaga, jadi kau si anak entok yang menggemaskan?" Jiwoong tertawa, sudah lama dia tak mendengar julukan si anak entok, dulu disebut begitu karena badan Jiwoong yang berisi dan pendek, jika berjalan mirip sekali dengan entok, jalannya lambat dengan bokong yang bergerak ke kanan dan ke kiri. Tapi itulah yang menyebabkan kedua orang tuanya lengah dalam menjaga Jiwoong.

Waktu usianya tiga belas bulan, Jiwoong dibiarkan main sendirian di taman, sementara ayah dan ibunya sibuk mengobrol dengan orang lain di sekitarnya, akibatnya Jiwoong menghilang, Hoetaek yang menemukan Jiwoong sedang menunjuk-nunjuk es krim di warung sebrang jalan.

Hoetaek kecil yang masih berumur tujuh tahun sangat mudah bergaul dengan siapapun, dia adalah anak yang ceria, penggembira yang selalu menyapa. Jadi saat bertemu dengan Jiwoong yang kala itu masih belajar bicara, Hoetaek seperti menemukan teman baru yang menggemaskan.

"Bagaimana kau bisa mengingat hari itu?" tanya Hoetaek lagi.

"Tentu saja aku tidak ingat, Hyung. Tapi kedua orang tuaku yang menceritakan kejadian itu secara terus menerus, mereka sangat menyukaimu." Hoetaek mengangguk mendengarnya, itu masuk akal karena ingatan Jiwoong waktu itu tentu belum berfungsi dengan baik.

"Tapi kenapa namamu berganti, Hyung? Aku sangat yakin ibuku menyebutmu dengan nama Kei."

"Itu bukanlah hal yang besar, ayahku suka mempelajari bahasa asing, dulu dia bergaya memanggilku dengan nama Inggris yang dibuatnya sendiri, Kei, jadi mungkin itu yang diingat ibumu," jelasnya panjang lebar, ini tentu sebuah kejutan bagi Hoetaek, dia tidak menyangka akan bertemu lagi dengan si anak entok yang dulu menangis meminta es krim.

Mungkin hanya Hoetaek yang bisa mengingat sejarah diambilnya foto bersama dengan keluarga Jiwoong. Meski berasal dari keluarga yang mampu, tapi kedua orang tua Jiwoong tidak sombong, mereka sangat berterima kasih pada Hoetaek dan ayahnya karena telah membantu menjaga Jiwoong. Sebagai tanda terima kasih tadinya mereka akan memberikan hadiah.

Namun, ayahnya Hoetaek menolak, dan hanya menyetujui untuk berfoto bersama, sebagai kenang-kenangan bahwa mereka pernah bertemu di suatu sore yang indah, sedikit bercengkrama, berkenalan dan membangun hubungan singkat, karena setelah itu mereka tak pernah bertemu lagi.

"Bagaimana kabar ayahmu sekarang, Hyung?" Hoetaek terdiam, raut wajahnya sedikit berubah, senyuman manisnya hilang, Jiwoong mengernyit penasaran, itu pertanyaan sederhana tapi Hoetaek tak kunjung menjawabnya.

"Ayahku—"

"Hyung, maaf aku menyela, tapi kau sudah dipanggil oleh staf di sana, katanya giliranmu untuk melakukan wawancara," ujar Gyuvin menunjuk ke arah yang dimaksud olehnya. Hoetaek mengangguk antusias, memang dia sedang menunggu panggilan itu.

"Maaf Jiwoong, kita lanjutkan nanti, ya." Jiwoong hanya mengangguk samar, sementara Gyuvin mendelik padanya, jujur saja dia tidak suka melihat Hoetaek dan Jiwoong berdekatan, karena semua orang juga tahu bagaimana tabiat Jiwoong.

***

"Selamat pagi ..." Kum Junghyeon menyapa semua orang yang dia lewati hari ini. Senyuman itu membuat orang-orang yang disapanya ikutan bersemangat. Bukan tanpa alasan, mereka akan membuat penampilan spesial hari ini.

Lukewarm || Hui-Jiwoong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang