Toyawening, tahun 2004, musim kemarau Mei
Ma, Mama, sudah sampai, Ma, sudah sampai!
Topan, hati-hati, Nak, jangan langsung berenang! Kamu tadi makan kenyang di mobil. Sini, Nak, ke sini.
Iya, Ma. Ma, Topan kasih tahu ya satu rahasia ke Mama.
Rahasia tentang apa, Nak?
Mama tahu gak, Toyawening itu kan danau air asin, zaman dahulu kala ukurannya luas sekali, diibaratkan kayak lautan kecil lho, Ma. Hebat ya, Ma.
Tidak sehebat itu, Nak. Danau itu air mati. Apanya yang lautan? Dia bukan sungai malahan. Lihat, airnya saja tidak mengalir.
Tapi, Ma, danau itu sumber air. Banyak kehidupan di dalamnya. Ikan-ikan tuh contohnya. Lagipula danau itu tenang, tidak berbahaya kok untuk berenang.
Tenang itu menghanyutkan, Nak. Jangan tertipu dengan sekilas pandang saja. Danau itu berbahaya dasarnya.
Mengapa bisa berbahaya, Ma? Airnya begitu biru, kan?
Karena danau itu punya legenda, Nak. Ada rahasia di dasar danau. Kamu tahu rahasia itu apa? Seperti cerita-ceritamu yang tak kamu bagikan pada Mama. Ibaratnya dasar danau yang kelam, alangkah lebih bagus rahasia tetap rahasia saja, tenggelam selama-lamanya. Betul?
Oh, seperti batu yang dilontar ke air, lalu tenggelam dan gak ada lagi, gitukah Ma?
Iya. Tiap danau punya misterinya masing-masing. Kamu tahu, misteri itu kelam, biasanya bukan hal yang manis-manis. Paham kamu, Topan?
Tak berselang lama, sang ibu yang dipanggil "Ma" beserta suaminya menghilang di danau dalam, pembenaran firasat buruk atas ucapan terakhirnya, tiap danau punya misterinya yang kelam. Putra kecil mereka, Topan si jago renang, dibiarkan tenggelam bersama berjuta pertanyaan janggal, kemana perginya ayah ibuku? Jawabannya? Tidak ada. Setidaknya ia tidak mendapat kembali jenazah ayah ibunya.
Danau itu air dingin, bukan? Sayangnya, untuk Topan, dingin menjadi awal musibah dalam kehidupannya. Alih-alih memberi kesejukan, dari dingin itulah mengalir kemarau paling meresahkan bagi semesta seorang Topan.
Topan mendebat ibunya. Danau itu sumber air dan kehidupan, katanya? Namun alih-alih memulihkan kehausan, danau dan kutukannya begitu maut, menyebabkan Topan yang tak berayah dan tak beribu lagi menderita dalam dahaga panjang, meskipun tak berkekurangan secara lahiriah kelak.
Tanpa cinta, Topan tak kunjung terlepaskan dari lingkaran hidup yang lalu. Lingkaran itu siklus buruk, putaran nasib sekeji roda samsara, pengembaraan apa pun sia-sia, selalu tanpa tujuan, melulu dicobai penderitaan berkepanjangan, untuk seumur hidupnya.
***
Manusia nomaden di zaman Paleolitikum berpindah-pindah, demi menemukan makanan dan kehidupannya. Manusia mengenal peradaban modern setelah menetap di suatu tempat, tak jauh dari sumber air. Manusia yang hidup dekat dengan air menjadi mapan, beradab, dan berpengetahuan. Itulah akhir dari hidup nomaden manusia, yang menjalani hidup primitif karena kemampuan mereka dalam segala hal masih sangat terbatas.
Tahun 2025. Topan Antara Dika, lelaki modern berusia kepala tiga itu akan melupakan prinsip nomadennya. Kini, setidaknya sebentar lagi, Topan akan bermukim di kota danau, kota yang dekat dengan sumber air, seperti manusia-manusia beradab lainnya bermukim. Air itu sumber kehidupan, katanya. Namun sayang betul, selama ini Topan belum hidup dengan sungguh-sungguh, demikian psikiater Topan, Ellin Sugono memperingatkan dengan gurauan satir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hening Cipta Topan
Misterio / SuspensoTopan Antara Dika dan Hening Sidara Gasik. Sepasang manusia yang dihantui kematian orangtua yang misterius. Topan yang paranoid dengan racun dan kematian. Psikiater memvonisnya punya otak kriminal dan harus berhenti dari pekerjaannya sekarang. Untu...