Topan (5)

89 18 0
                                        

Lelaki ini pasti berguna, ehm ya, untuk satu dan lain hal ia punya manfaat untuk keluarga kami.

Sunya menimbang-nimbang, mencermati rambut krukat si pria bercelana cingkrang, jenis celana yang paling disebali Sunya, namun bentuk kepala pria itu bagus, lonjong telur, agak serupa mendiang ayah mereka yang cerdas dan bervisi tajam. Mirip sekali. Sayangnya ayah mereka bodoh dalam satu hal, bisa-bisanya terperdaya di sudut kerling wanita. Bukan wanita lain, melainkan istrinya sendiri yang membuatnya bak kerbau dicocok hidungnya, dan Sunya paling membenci perempuan yang terlalu punya kuasa.

"Namamu Topan Antara Dika? Maaf, pekerjaanmu sekarang apa?" Sunya tak sadar meniru lagak lagu ibunya yang arogan.

"Freelancer. Tidak tentu penghasilannya dan tak terikat. Pokoknya lumayan mencukupi untuk hidup." Si pria berucap dengan paras gamang, rasanya melelahkan dicecar tanya jawab pihak yang berwenang.

"Kira-kira kalau ada pekerjaan yang penghasilannya tetap dan lumayan, kamu mau mempertimbangkan tidak?" Sunya kembali mengintimidasi si pria dengan sudut matanya.

"Pekerjaan apa, kalau boleh saya tahu?"

Penjelasan Sunya diterima dengan baik oleh si pria krukat. Bolehlah, pikir Sunya, bisnis yang satu itu boleh dipertahankan, karena lebih mudah untuk diatasi managemennya. Aset tanah-tanah keluarga Gasik tidak semujur taman kupu-kupu itu, yang agaknya akan dilepas satu demi satu untuk menyelamatkan utang-utang ayahnya yang menggunung. Kebetulan, tidak ada gunung di Danu Anyar. Hanya ada jajaran bukit dan bentangan lembah sangat dalam, danau yang mengering sehari semalam, persis menyerupai legenda kemunculannya yang terjadi tiba-tiba, dalam sehari semalam juga, dan sudah menelan sejumlah korban sebelum kematian orangtuanya. Hawa kesialan mulai menggelisahkan segenap penduduk kota.

"Maaf, saya permisi kalau begitu. Besok kita baru teken kontrak rumah, kan?" Si pria mengangguk minta diri, sebelumnya ia mengedarkan tatapan puas pada calon rumah yang bakal disewanya, persis di kaki Bukit Tinggi.

"Tunggu, Bung. Kalau diteken sekarang, bagaimana? Mau sekalian makan siang di rumah kami? Sekaligus kita bisa diskusi soal pekerjaan baru Bung."

Keputusan Sunya yang tiba-tiba, tidak lagi memakai "kamu" terhadap pria celana cingkrang berkepala bagus itu, guna mencairkan suasana kaku di antara mereka, lagipula pria ini akan sangat bermanfaat bagi keluarga Gasik dan adiknya. Sunya tahu, naluri tajamnya jarang sekali berkhianat, intuisi yang tidak berhubungan dengan kecerdasan intelegensia, mereka menggolongkannya sebagai kecerdasan emosional, sesuatu yang kurang dimiliki oleh adiknya yang brilian. Bahkan ayah dan ibunya pun sedikit mengakui, Sunya punya kecerdasan berlainan dari orang-orang awam.

"Boleh juga tawaran Ibu Sunya. Moga-moga saya tidak merepotkan jadi tamu dadakan, ya." Topan diam-diam melirik busana polonya yang kasual, sekalipun kaus itu berkerah dan rapi, seperti sehabis dilicinkan setrika binatu kiloan. Bukan baju yang patut untuk bertamu, sebetulnya.

***

Rumah ini seakan bernyanyi sendu, pikir Topan bimbang, mengapa alunan genta bambu memadukan nada-nada angin yang paling memilukan, seperti suatu nyanyian hilang yang diketemukan lagi, cocok dalam situasi berdukacita yang dialami beberapa hari ini oleh penghuninya. Meskipun Sunya, sang putri tertua kelihatan tegar dan mengikhlaskan, Topan terpana oleh penampakan Hening, si putri bungsu, yang di matanya seakan Dayang Sumbi menitis kembali di bumi, sosok sedih yang begitu rupawan dan tembus pandang, seakan si perempuan menyatu dengan udara segar di teras rumah berkursi panjang jati dengan ukiran kota Jepara. Topan dipersilakan duduk di kursi tamu jati, sementara Hening menyendiri di sudut terjauh dari teras rumah. Ia cuma mengangguk ringan dan tak bersuara sama sekali.

"Ehm, isi kontrak yang saya susun ini seharusnya jelas ya, Bung Topan?" Sunya mengingatkan Topan yang terbenam dalam lamunan. Gara-gara sosok Hening yang mencuri perhatian, berkas kontrak tidak digubrisnya, karena lirikannya mencuri-curi ke bagian teras yang terjauh.

Hening Cipta TopanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang