Hening (3)

133 19 0
                                        

Kami turut berduka cita. Ditinggalkan orang tercinta pasti pukulan berat. Yang kuat ya, kalian kakak beradik berdua. Bibi-bibinya dan paman-pamannya, merasa tak perlu datang langsung berkabung, menyampaikan belasungkawa melalui telepon.

Kakak beradik berdua saja, minus orangtua. Hening Sidara Gasik, 20 tahun, dan kakaknya, Sunya Bidara Gasik, 25 tahun, kakak yang adalah keluarga terdekat miliknya, satu-satunya sekarang. Mereka bukan tipikal keluarga besar yang gemar mengikat kekerabatan akrab, seumpama dengan saudara terjauh sekalipun diaku sanak terdekat. Bukan seperti itu. Malah Hening kurang mengenal sepupu-sepupunya sendiri. Dan apa bedanya misan dengan sepupu, ia juga kurang tahu-menahu.

Bibik Lik, bibi yang bukan saudara sedarah ayah ibunya, mungkin terhitung keluarganya kalau saja ia bukan pembantu rumah tangga. Sunya, kakaknya menekankan, pembantu ya pembantu. Mau istilahnya diperhalus asisten atau ART, takkan mengubah fakta bahwa antara atasan dan bawahannya harus ada jarak yang saling menghormati. Jangan terlalu dekat dengan siapa pun, kamu kan punya aku. Perkataan kakaknya mengiang selantang genta bambu bermusik, dan melekat di hatinya bak guratan ketuaan di pagar jangkung yang menyombong di Bukit Tinggi.

Guratan ketuaan yang bunyinya sederhana, Gasik. Menandakan bangunan congkak tiga lantai - yang penghuninya semula lima orang, kini berkurang dua orang - turun temurun hanya diisi keluarga Gasik semata.

Namun, perkecualian berlaku untuk Bibik Lik. Sejumlah pembantu mereka - tak bisa dihitung dengan jari sebelah tangan, karena lebih dari lima seluruhnya - menempati paviliun-paviliun kecil di lereng bukit. Rumah Gasik menjulang di puncak bukit yang tidak tinggi, tidak curam, dan anak-anak tangganya tidak melelahkan untuk dinaiki. Bibik Lik tinggal di bawah atap yang sama, bahkan Sunya pun tak berdaya protes dan membiarkan saja, walaupun sedikit kurang berkenan mula-mulanya.

Kalau tidak ada Bibik Lik, aku tak bisa tidur. Pokoknya aku tak mau kalau Bibik Lik tidak ada. Titik.

Dulu, Hening merajuk pada ayah ibunya yang bermuka muram. Mereka juga kurang suka kepada Bibik Lik, terutama ayahnya yang memang tak menyukai siapa pun, bahkan anak-anaknya pun tak luput dari sasarannya. Ayahnya terkadang penuh cinta, seperti matahari pagi. Namun, kabut pekat yang tiba-tiba datangnya mengubah keadaan sekejap mata. Tahu-tahu saja ayahnya menggelap mirip awan petir, petir menggelegak yang meletus dari kumulonimbus gemuk, namun hujan yang didatangkannya cuma berdurasi dua puluh menit saja.

Di mata Hening, Bibik Lik adalah orang yang paling menyukai hujan di dunia. Mereka bisa berjam-jam membahas benda-benda langit dan tingkah laku alam, yang bagi sebagian orang merupakan fenomena luar biasa. Di hati Hening, alam punya perilaku yang wajar, sewajar manusia-manusia penghuninya bertingkah terhadap alam sekitar. Alam menyediakan kehidupan berlimpah kepada manusia, tetapi manusia menuntut lebih, selalu, dan tak pernah merasa puas.

"Lihat, awan yang bentuknya kupu-kupu itu. Awan pun bisa menari bila langit cerah ya, Nona."

Kali ini, hari kedua dalam masa berduka cita, Bibik Lik membahas segumpal awan, putih susu warnanya dan unik, tak ubahnya kupu-kupu senja yang menjauh dari kerumunannya. Ini kupu-kupu tercantik yang pernah dilihat mereka, ujar Bibik Lik, lalu Sunya menyergah dengan nada congkaknya. Itu cuma pareidolia, katanya. Imajinasi berlebihan membuat bentuk-bentuk tertentu muncul, tetapi seharusnya tidak ada. Bayangkan awan seperti buaya atau bunga, dan wujudnya menjadi nyata di mata kita dua-duanya, ujarnya lagi.

Kakaknya seorang anti-imajinasi dan ia tak memercayai dongeng, semenjak ia tahu, monster di kolong ranjang atau momok di lemari pakaian sekadar bualan yang dewasa untuk menakuti anak-anak bau kencur. Orang dewasalah hantu yang sebenarnya, pungkas kakaknya.

Salah satu paviliun mereka, letaknya di kaki bukit dan paling rendah di antara paviliun-pavilun lainnya, digunjingkan berhantu dan sudah lama dikosongkan. Bibik Lik mengusulkan agar paviliun mungil itu disewakan dengan harga murah, agar ada yang merawatnya, dan mengusir gosip-gosip hantu yang meresahkan. Kakaknya langsung setuju, tidak seperti biasanya menyetujui ide Bibik Lik.

Hening Cipta TopanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang