Rolan terbangun dari mimpi buruknya saat tidur di siang hari. Ibunya pun mendengar dia berkali-kali mengucapkan kata 'Gak' dengan tubuhnya yang tidak bisa diam, serta wajahnya yang memerah dibanjiri keringat.
Ketika terbangun dia pun menangis, dan langsung disambut pelukan oleh Ibunya. Suhu tubuhnya hangat. Namun, tidak sepanas kemarin malam.
"Mau ayah. Kakak mau ayah." Masih dengan sisa tangisannya, Rolan terus memanggil ayahnya.
Naya mengelus-elus tubuh anak di dekapannya. Menenangkan dengan kalimat-kalimat halusnya.
"Kakak minum obat ya." Rolan menggeleng tidak mau minum obat, hingga tangisannya kembali lagi.
"Kenapa gak mau?"
"Gak mau, gak enak." Menolak obat itu."Kakak mau ke rumah sakit atau minum obat?"
"Gak mau ke rumah sakit," tolak Rolan."Yaudah kalo kakak gak mau ke rumah sakit, minum obatnya ayuk..."
Rolan antara mau dan tidak mau. Dia menyembunyikan wajahnya di balik guling sambil menangis. Naya membiarkan Rolan menangis hingga tangisan itu mereda, sementara itu dirinya keluar kamar untuk mengambil obat dan air hangat.
"Udah nangisnya? Mau minum obat?" Naya memangku dan memeluk Rolan sambil memegang sendok berisi cairan obat di tangan kanannya yang tadi sudah dia siapkan.
"Kakak, kakak minum obat supaya kakak sembuh. Kakak mau sembuh gak? Nanti bisa main sepeda lagi, main sama adek, nanti di sekolah main sama Aira." Masa liburan Rolan tinggal beberapa hari lagi. Namun, ayahnya belum juga menyusulnya.
"Mau ayah," rengek Rolan.
"Iya, nanti ayah ke sini. Masa nanti ayah dateng, kakak malah sakit. Minum obatnya ya."Rolan mengangguk pelan dan perlahan membuka mulutnya. Cairan obat dengan rasa yang tidak disukainya mengalir di tenggorokannya. Naya langsung memberikan segelas air untuk diminum, kemudian memeluk erat anaknya dengan kecupan hangat di kepala.
"Pinter anak ibu."
Elena sejak tadi mengintip anak berserta cucunya itu dari balik pintu kamar.
"Nay, kamu makan, dari tadi belum makan, nanti kamu juga ikutan sakit," ujar Elena dari balik pintu.
"Iya, Mah."°○°
"Kakak udah gak pusing?" Rolan menjawab dengan anggukan, lalu menghampiri ibunya yang sedang menonton acara di televisi. Sedangkan Nala sedang dijaga oleh sang nenek di teras belakang.
"Kakak mau bronis buatan nenek?" Rolan mengangguk lagi.
Naya pun berjalan ke dapur untuk mengambil bronis buatan ibunya, dan menyiapkan susu untuk anaknya.
Dari ruang keluarga tempat Rolan menonton, melalui jendela dekat televisi terlihat seseorang yang memasuki pekarangan rumah. Bibir Rolan terangkat melihat siapa orang tersebut, dia berlari menuju orang itu.
"Ayah!!" Rolan merentangkan tangannya untuk memeluk Reno.
"Kangen ya sama ayah." Reno menggendong dan mengelus rambut anak laki-lakinya itu.
Mereka masuk ke dalam rumah, bersamaan dengan Naya yang membawakan makanan untuk Rolan. Bukannya ikut menyambut, Naya segera masuk ke kamar selepas menaruh makanan di atas meja.
"Kakak makan dulu ya di sini. Ayah mau ke ibu dulu."
"Oke," ucap anak itu.Reno buru-buru masuk ke kamar sebelum kamar itu dikunci dari dalam. Elena yang juga melihat pemandangan itu seakan tau apa yang akan terjadi, dia pun mengambil alih perhatian Rolan.
"Bronis buatan nenek enak gak?" tanya Elena kepada cucu.
"Enak," jawab Rolan dengan mulut penuh dengan kue tersebut."Pelan-pelan dong makanannya." Anak itu tertawa pelan.
"Abisnya enak," ucap Rolan lagi."Kamu tuh kayak ibu kamu tau gak, kalo makan yang enak-enak pasti berantakan." Elena mengelap sisa makanan di sudut bibir Rolan. Pandangannya seperti melihat Naya kecil versi laki-laki.
.
"Bu—" Reno menundukkan kepalanya tak sanggup menatap mata istrinya. Kakinya perlahan mendekati tempat Naya berdiri.
"Ngapain kamu ke sini?" Reno tidak membalas pertanyaan itu, melainkan meraih tangan Naya. Namun, genggaman itu dilepas paksa.
"Maaf, aku abis diPHK, mereka bilang perusahaan mau bersih-bersih karyawan, tapi aku udah lunasin semua utang-utang aku. Aku juga udah gak ikut judi lagi, atau apapun itu," papar Reno dengan nada suara yang pelan.
Naya tidak sepenuhnya mempercayai pernyataan tersebut. Apa benar suaminya itu telah berubah?
Tetap tidak ada reaksi maupun balasan dari istrinya. Reno memberanikan diri untuk menarik paksa Naya ke dalam pelukannya. Namun, yang dapatkan adalah tamparan keras dari perempuan di hadapannya. Tamparan yang telah lama Naya pendam, menunggu waktu yang tepat untuk dikeluarkan.
Reno terdiam dan dari sudut matanya dia melihat anaknya sedang mengintip dari celah pintu. Sepertinya anak itu lepas dari penjagaan neneknya.
"Rolan ngeliat kita berantem dari tadi."
"Bukannya udah sering ya, dia juga udah biasa liat kita berantem," balas Naya"Iya, oke. Aku salah, iya aku salah. Aku juga gak tau gimana jadi orang tua yang bener." Tersadar dengan suaranya, Reno perlahan menurunkan nada bicaranya.
Dari luar terdengar Elena yang memanggil cucunya untuk kembali menonton dan bermain dengan adiknya.
"Selama ini aku udah sabar, Ren. Ngadepin kamu, kamu tuh masih pengen main-main aja padahal udah punya anak. Aku gak pernah main, jarang ketemu temen aku, jarang ikut kegiatan lain selain buat Rolan, gak pernah minta yang aneh-aneh ke kamu. Sedangkan kamu? Bebas kemana-mana. Berapa cewek juga yang udah kamu tidurin?"
Reno cukup tersinggung dengan kalimat terakhir yang Naya lontarkan.
"Enggak ya, selama nikah sama kamu, aku gak pernah tidur sama siapapun. Aku emang candu main judi, tapi enggak pernah selingkuh." Reno membela diri dengan penuh penekanan dalam setiap katanya.
"Aku minta maaf."
"Kamu tuh gitu, Ren. Buat salah, minta maaf, tapi buat salah lagi. Gak abis-abis, begitu aja terus." Bodohnya lagi Naya tetap memaafkan si berengsek itu."Kalo ibu kamu liat kamu sekarang, pasti sedih."
"Kalo ibu aku masih ada, aku gak bakal berengsek kayak gini, Nay." Reno mengatur napasnya."Aku pasti di rumah terus, sibuk ngurusin dia, jagain dia, ada tempat buat pulang, gak ada waktu buat nongkrong-nongkrong gak jelas atau terjerumus ke dunia malam. Aku pasti langsung pulang. Keluarga dia, keluarga ayah aku gak ada yang nerima dia, cuma aku doang yang dia punya. Tapi, bener kata kamu, pasti ibu sedih liat anaknya kayak gini," jelas Reno panjang lebar.
"Harusnya kamu bisa dong kalo abis pulang kerja langsung pulang karena ada anak dan istri yang harus kamu jaga." Kali ini Reno tidak membalas.
Pintu kamar diketuk, tidak terasa hari menjelang waktu malam. Elena menyuruh mereka menyudahi perdebatan itu dan bersiap untuk makan malam sambil menunggu Aryo pulang.
Naya segera keluar kamar untuk ikut membantu ibunya menyiapkan makanan. Reno menghela napas kasar, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
°○°
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah di Ujung Sana
ChickLitTernyata menikah bukan hanya perkara zinah yang halal dan hidup bahagia karena memiliki anak yang lucu. Masalah pasti akan datang kepada mereka yang masih bernapas di bumi ini. Terutama masalah dalam rumah tangga. °○° 21+ Cerita kedua lanjutan dari...