16. Rutinitas

1.3K 101 3
                                    

Bunyi debam barang jatuh terdengar nyaring dari dalam kamar mandi. Naya baru saja menjatuhkan serangkaian produk perawatan kulitnya, yang sekarang tercecer di lantai kamar mandi. Dia terkejut dengan kedatangan Reno yang tiba-tiba masuk ke kamar mandi.

Naya mendengus kasar. "Hhh, ngagetin aja deh." sambil tangannya memunguti barang yang jatuh, sedangkan yang mengagetinya, dengan santai membuka papan penutup kloset, dan mengeluarkan cairan limbahnya.

Dalam keadaan tanpa sehelai benang pun-sehabis mandi, Naya melakukan rutinitas hariannya, yaitu merawat kulitnya. Mengoleskan beberapa produk perawatan ke seluruh kulit yang ada pada tubuhnya. Dia juga meminta bantuan suaminya untuk mengoleskan body lotion pada punggungnya.

"Anak-anak udah tidur?" Naya merasakan tangan Reno yang tengah menjelajahi kulit bagian belakang tubuhnya. "Udah," jawab Reno, kemudian tangan kasarnya merayap dari pinggang ke bagian dada istrinya.

"Mau remake gak?" Tangan kanan Reno masih menangkup buah dada kanan Naya, sedangkan tangan yang lainnya berada di pinggang.

"Remake apa?" Naya tidak mengacuhkan kegiatan tangan Reno, dirinya masih sibuk membersihkan wajahnya.

"Ya, kayak gini, kamu pasti tau," Reno mencium leher dan tangannya masih di dada Naya.

Tangan Naya yang sedang meneteskan serum terakhirnya, tertahan saat melihat pantulan tubuh mereka di cermin, seketika langsung tersadar apa maksud suaminya itu. "Bianca?" kemudian memutarkan bola matanya malas.

Ketika Reno masih menjadi pacar Bianca, sepasang kekasih itu sering kali mengambil gambar di depan cermin kamar mandi dalam keadaan tanpa busana dan Bianca akan memposting foto tersebut di akun privatenya, hanya kenalannya saja yang tau, termasuk Naya.

"Bercanda, Sayang." Naya dapat satu kecupan di pipinya. Namun, masih tidak dihiraukannya, termasuk benda terbungkus kain yang menempel pada belahan pantat. Dia tau keinginan suaminya itu.

"Besok mau ke kosan gak? Biar anak-anak ada yang jagain." Naya menyelesaikan kegiatannya dengan sempurna meskipun ada sedikit gangguan.

"Biar anak-anak ada yang jagain? Emang kita mau ngapain?" Naya membalikkan tubuhnya dan melingkarkan tangannya pada leher Reno.

Sebelum Reno membalas, Naya lebih mencium bibirnya. "Mau yah," mohon Reno, di sela-sela ciuman mereka.

"Gak bisa, besok aku mau pergi sama Melani, 'kan aku udah bilang." Pada hari libur besok, Naya ada janji dengan Melani. Dia juga membutuhkan waktu untuk berkumpul dengan temannya.

"Yaudah, sekarang," melas Reno, keinginannya harus terpenuhi.

Naya menata kembali produk-produk kecantikannya sambil menghela napas panjang-panjang, "Kamu telat, aku udah mandi. Besok aja pagi-pagi, sebelum anak-anak bangun."

"Bener ya?" Pertanyaan itu dibalas dengan anggukkan singkat. Reno kembali meminta body lotion, terpampang jelas dari pantulan cermin, tangan Reno meremas bongkahan dada istrinya dengan dalih mengoleskan lotion itu. Bisa saja saat itu juga dia memuaskan hasrat, tetapi dia menghargai penolakan istrinya.

.

Esok pagi, menjelang matahari terbit, Naya terbangun dari tidurnya, mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar. Sekilas dia melihat kepala suaminya yang sedang tidur di sofa. Kenapa tidur di situ? pikirnya.

Naya turun dari tempat tidur dan menghampiri Reno dengan bersemangat. Harusnya suaminya itu yang tak sabar menunggu pagi, kenapa jadi dirinya yang terkesan tak sabaran. Naya langsung membenamkan tubuhnya ke dalam pelukan Reno.

Reno menggeliat, dan matanya terbuka setengah, kemudian dia tersenyum. "Udah gak sabar ya? Padahal 'kan aku yang minta." Suara serak tertawa Reno malah membuat puncak dada Naya terangsang. Apa salahnya 'kan? Terangsang dengan suami sendiri.

Pelukan Naya semakin erat, wajahnya sembunyi di dada polos Reno. "Kok kamu tidur di sini?" tanyanya sambil menahan erangan.

"Tadi malem aku harus revisi, sama submit kerjaan, terus ketiduran di sini." Reno mengecup dan mengelus puncak kepala istrinya.

Tanktop renda panjang yang dikenakan Naya telah disingkap oleh Reno—yang menerobos masuk kenikmatan tanpa terhalang celana dalam. Mereka berpelukan dalam penyatuan, tak ada pergerakkan apapun dari salah satu kubu.

"Kamu mau di atas atau bawah?" Mata Reno masih mengantuk akibat kegiatan begadangnya. Dibalas gelengan kepala oleh Naya. "Aku mau gini aja." Mengeratkan lagi pelukannya.

"Jangan keseringan minum pil KB," bisik Reno yang tangan kasarnya memainkan dada Naya di balik tanktop yang setengah terbuka itu. Jika Reno dalam keadaan kesadaran penuh, tanktop itu sudah entah kemana perginya.

"Emang kenapa? Kamu mau aku hamil lagi?" Naya mendongak menatap Reno.

"Bukan gitu. Ada temen sekantor aku, payudaranya harus operasi gara-gara sering minum pil KB. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa, nanti aku keluarin di luar kok." Naya tidak memberikan balasan apapun, hanya merenungkan saran dari suaminya.

Cukup lama mereka berdiam diri karena Reno kembali tertidur. Namun, masih setengah terjaga, dan Naya tidak masalah dengan itu. Dielusnya pipi dari wajah yang kelelahan itu, dia tau seberapa besar kerja keras suaminya untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri. Apalagi mereka harus melunasi cicilan rumah untuk keluarga kecil ini.

Naya kembali teringat dengan tawaran dari mertuanya dua bulan lalu, baik dia maupun Reno tidak pernah membahas lagi pertemuan apapun terkait penawaran Putra yang ingin membantu membayar cicilan rumah mereka. Seakan hari pertemuan itu tidak pernah terjadi.

Namun, hampir tiap senin Putra selalu mengirimkan pesan kepada Naya perihal tawarannya tersebut. Untuk meringankan beban pikirannya, Naya ingin sekali membahas lebih lanjut dengan perkiraan-perkiraan yang membutuhkan diskusi penuh dengan pasangannya, tetapi dia cukup takut untuk membahas perbincangan itu.

"Tidur di kasur aja, Yah. Jangan di sini." Bibir Naya memberikan kecupan di bibir Reno, "Aku mau mandi, terus siap-siap." Saat ingin bangkit, Reno telah menggendong Naya dengan sekali hentakan. "Ikut." Dia berjalan memasuki kamar mandi, masih dengan penyatuannya.

Sinar mentari mulai terlihat, sebelum anak-anak bangun, mereka segera menuntaskan penyatuan itu di kamar mandi. Naya juga bersiap-siap untuk pergi, tidak lupa menyiapkan makan yang dibantu oleh suaminya.

..

"Ibu, berangkat dulu ya." Naya membenarkan sepatu sambil memandang anak dan suaminya. Meskipun, telah memiliki dua anak, tetapi tubuhnya masih terlihat seperti mahasiswa.

"Iya, ibu, aman tenang aja," ujar Reno tersenyum jail yang membuat Naya mengerutkan dahinya.
"Kok mencurigakan ya—" selidik Naya kepada suaminya.

"Nggak, gak ada apa-apa." Reno mendekat, memeluk dan memberikan kecupan pada pipi istrinya.

"Kalo mau makan ada ayam udah dibumbuin, tinggal goreng, sama ada sayur bayem. Susu buat Nala juga udah aku siapin, tinggal—" Segera kecupan Reno beralih ke bibir Naya,

"Siap, udah kamu tenang aja. Kamu seneng-seneng aja sama Melani. Anak-anak aman sama aku." Kali ini bukan kecupan singkat, melainkan ciuman hangat sebelum Naya pergi.

"Dah, ibu pergi dulu." Naya mengecup pipi kanan dan kiri kedua anaknya, berpamitan. "Dadah ibu—" Rolan yang melambaikan tangannya, kemudian sosok ibunya menghilang dari balik pintu.

°○°

Rumah di Ujung SanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang