"Ibu cepetan!" seru Rolan yang berlari menuju pantai.
"Kakak pelan-pelan!!" Reno menyahut balik menyuruh anaknya untuk berhati-hati.
Sambil menggendong Nala, tangan Reno sibuk menggenggam istrinya. Mereka berjalan bersama ke pantai yang jaraknya dekat dari rumah orang tua Naya.
Hari ini merupakan terakhir Rolan dan Nala menginap di rumah kakek neneknya. Sebelum pulang esok hari, mereka menyempatkan untuk bersenang-senang di pantai.
Begitu menginjakkan kaki di pasir, Reno segera menggelar tikar lipat di bawah pohon untuk tempat istri dan anaknya menikmati indahnya pemandangan dan untuk menaruh tas yang berisikan makanan, baju, dan alat mandi. Naya hanya membawa ponselnya, sedangkan Reno tidak membawa satupun barang. Ponsel dan dompetnya dia tinggal di rumah.
"Kakak sini dulu, Kak," panggil Naya dan mengeluarkan krim pelindung kulit dari sinar matahari. "Pake ini dulu," kemudian mengoleskannya ke seluruh kulit tangan, kaki, dan wajah Rolan.
"Ayah juga mau dong," celetuk Reno sambil membuka bajunya, dan hanya mengenakan celana pendek saja.
Dengan telaten Naya mengoleskan krim ke punggung lebar Reno, dia juga mengoleskan krim itu ke seluruh kulit telanjang Reno, sedangkan anak pertama mereka tengah asyik bermain pasir.
"Kamu gak mau berenang? Atau foto-foto di situ," ajak Reno dan dijawab dengan gelengan oleh Naya.
"Dari sini aja sambil jagain Nala," balas Naya.
"Yaudah aku susul Rolan ya. Kalo ada apa-apa, panggil aku." Sebelum menjauh, Reno mencium kening istri dan anaknya terlebih dahulu.
Reno berlari kecil menuju anak pertamanya yang sedang menumpuk pasir menjadi sebuah benteng kecil yang panjang, dengan pinggiran benteng yang terus terkikis oleh air pantai yang terkena angin ketepian. Di dalam hamparan pasir itu terdapat biota laut kecil yang terdampar baik di pinggir pantai, maupun yang bersembunyi dalam tumpukan pasir.
Rolan menunjuk dan menyebutkan nama hewan yang dia tahu dan bertanya kepada ayahnya, jika dia tidak mengetahui nama hewan-hewan kecil yang dia lihat.
Rolan juga menggambar ayah, ibu, adik dan dirinya di atas pasir, serta menuliskan keterangan terhadap gambarnya itu. Selesai menggambar, ayahnya menawarkan tubuhnya untuk dikubur dalam pasir. Dia pun menyetujuinya karena penasaran.
Dari kejauhan Naya mengeluarkan ponselnya dan memotret setiap pemandangan menjelang sore di hadapannya, serta mengambil beberapa potret anak keduanya yang juga sedang memainkan cetakan pasir di bawah pengawasannya.
Begitu melihat kelakuan Reno terhadap Rolan, Naya segera bangkit sambil membawa Nala mendekati suaminya itu.
"Ayah!! Kakak diapain?" Naya khawatir, sedangkan yang dikhawatirkan sibuk memamerkan senyuman dan tawanya.
Sambil tertawa, Reno menenangkan istrinya itu dan merebut ponsel ditangan Naya, kemudian memotret Rolan yang setengah terkubur. Tidak hanya itu, dia juga memotret Naya yang sedang menggendong Nala.
Setelah banyak foto diambil, Reno mengambil alih Nala dan membiarkan bayi itu menginjak pasir dan bermain. Naya pun mau tidak mau jadi ikut bermain bersama mereka.
Orang-orang melihat keluarga kecil yang tengah berbahagia itu. Senyuman terpancarkan di setiap wajah mereka.
Selanjutnya, Reno mengajak Rolan untuk masuk ke dalam air. Berkali-kali mereka diterpa air laut.
Naya memperhatikan tubuh telanjang suaminya itu yang menabrak ombak. Dia juga menyadari beberapa pasang mata menatap haus suaminya itu.
"Kamu tuh gak usah tebar pesona gitu ih. Pamer-pamer badan, isinya bulu doang juga," dumel Naya yang membuat Reno menaikkan satu alisnya, lalu sudut bibirnya terangkat.
"Kenapa? Kamu cemburu?" goda Reno.
"Apa sih!" Naya tidak ingin mengakui kecemburuannya, padahal terlihat jelas dari perkataan dan mimik mukanya.Satu tangan Reno menarik dan memeluk pinggang Naya. "Gak usah cemburu, tubuh aku kan milik kamu. Bukan milik mereka," bisik pria itu dan mengecup kening istrinya. Sengaja dia lakukan di depan orang-orang.
"Udah sana, lanjut lagi pamernya." Naya melepaskan diri, lalu kembali duduk di tempat awalnya, menikmati pemandangan dan hembusan angin laut.
Cukup lama mereka bermain di pantai itu. Sebelum matahari terbenam, Naya menyuruh anak dan suaminya itu untuk menyudahkan kegiatan mereka dan segera membilas diri. Meskipun Rolan sempat merajuk masih ingin bermain.
Reno lebih dulu memandikan Rolan yang penuh dengan pasir di tubuhnya.
"Kakak isinya pasir semua tuh." Reno membuka seluruh pakaian anaknya itu. "Ini apa nih?" Dia mengeluarkan sesuatu dari kantung celana Rolan.
"Mau kakak bawa pulang ini keongnya?" ucap Reno sambil terkekeh pelan.
Anak itu juga ikut tertawa menampilkan senyum khasnya. "Iya, ayah."
Selesai mandi Rolan menghampiri ibunya dengan siput laut yang telah dimasukkan ke dalam botol oleh ayahnya.
"Kakak itu apa?" Rolan tidak menjawab hanya menunjukkan botol di tangannya. "Gak, gak usah dibawa pulang, taruh sini aja," ucapan Naya membuat anaknya cemberut ingin menangis.
"Udah gak apa-apa dibawa pulang aja," bela Reno sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Ayah!!" pekik Naya.
"Udah lah, Bu. Mending kita liat sunset aja. Tuh mataharinya mau turun, Kak." Pandangan keluarga kecil itu pun teralihkan tertuju pada matahari yang sebentar lagi akan tenggelam. Berulang kali Reno memberikan ciuman bujukan agar istrinya tidak kesal lagi..
Esok harinya, mereka sarapan bersama sebelum pulang. Rolan tampak sedih karena harus berpisah dengan kakek dan neneknya. Juga ketika dia terbangun dari tidur, ayahnya langsung memberitahukan bahwa siput yang dia bawa kemarin dari pantai telah mati, itu membuatnya semakin tidak nafsu untuk sarapan.
"Kakak makan dulu yuk. Nanti kakak kelaperan di jalan." Rolan malah naik ke pangkuan dan duduk memeluk ayahnya itu. "Ayah suapin ya." Rolan mengangguk.
"Nanti kapan-kapan kita beli keongnya." Reno mendapatkan tatapan membunuh dari Naya.
Sebenarnya memberitahukan tentang keong yang mati itu adalah ulah Naya. Pada malam hari, terjadi perdebatan antara dua orang tua itu. Bagaimanapun caranya Naya tidak ingin anaknya membawa hewan kecil itu.
"Aku gak mau ya, bawa-bawa pulang itu."
"Yailah keong doang, 'kan gak bahaya juga.""Emang mau ditaruh di mana? Pokoknya besok kamu bilang kalo keong itu mati. Terus buang, aku gak mau tau."
Namun, siapa sangka pada pagi hari keong itu benar-benar mati dan sesuai permintaan Rolan, keong itu harus dikubur. Dibantu dengan ayahnya dia mengubur biota itu.
Selesai sarapan, keluarga kecil itu berpamitan. Rolan menyalami dan memeluk kakek neneknya. Dia tidak ingin pulang. Begitupun dengan Nala.
"Belajar yang rajin," ucap Elena mengelus rambut Rolan.
Terakhir, Naya memeluk ibunya lumayan lama. Beberapa nasihat dan saran didengarkan dengan baik. Dia hanya ingin hubungan rumah tangganya bisa bertahan seperti ayah dan ibunya yang selalu bersama hingga tua. Tidak ada lagi hal-hal remeh temeh yang terjadi dan membuatnya stres. Semoga hubungannya dengan Reno terus membaik.
°○°
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah di Ujung Sana
ChickLitTernyata menikah bukan hanya perkara zinah yang halal dan hidup bahagia karena memiliki anak yang lucu. Masalah pasti akan datang kepada mereka yang masih bernapas di bumi ini. Terutama masalah dalam rumah tangga. °○° 21+ Cerita kedua lanjutan dari...