8. Sia-Sia

1.7K 144 6
                                    

Menjelang matahari terbit, Naya lebih dulu terbangun karena suara berisik dari dapur. Matanya mengintip sedikit, dilihatnya Reno yang sedang berkutat dengan panci sedang memasak sesuatu. Naya masih tetap dalam posisinya dengan mata sedikit terbuka.

Diperhatikannya gerak gerik Reno yang sedang merebus mi instan. Selagi menunggu mie matang, Reno membuka pakaian kerjanya yang semalam belum sempat diganti. Lelaki itu hanya memakai celana pendeknya saja dengan bagian atasnya yang polos.

Begitu mi selesai dibuat, Reno menyantap makanannya di meja makan, dengan ponsel di tangannya. Posisinya membelakangi sudut tempat tidur. Selang beberapa menit, ponselnya itu berbunyi, tertera nama Alvin di layar ponsel itu.

"Ngapain sih, Vin, nelfon pagi-pagi begini." Belum juga menyapa, Reno sudah mencecar temannya itu.

"Gua mau cerita," gundah Alvin.
"Penting gak nih? Kalo gak, gua males."

"Mangkanya dengerin dulu."
"Yaudah cepet apaan." Terdengar suara tarikan napas dari seberang sana.

"Kayaknya gua suka dah sama Melani." Spontan Reno mengeluarkan udara dari hidungnya, dan tertawa kecil, seperti meledek Alvin.

"Gua bilang juga apa, berantem mulu sih, jadi suka 'kan." Reno kembali melanjutkan menyeruput mi di hadapannya.

"Eh, tapi jangan bilang siapa-siapa ya. Awas lu." Alvin berusaha mengancam.
"Iya—udah ah, ganggu gua lagi makan aja."

"Bentar, btw lu masih berantem sama Naya?" reflek Reno menolehkan kepalanya ke arah tempat tidur.

"Ah, udah, udah." Reno langsung mengakhiri panggilan tersebut.

Diam-diam Naya mendengar obrolan kecil tersebut. Setelah Reno selesai makan, Naya membuka lebar kedua matanya dan bangkit dari tidurnya, bersiap untuk membuat sarapan.

"Kamu abis masak apa?" tanya Naya pada Reno.
"Mi rebus," jawab singkat Reno.

"Mau aku bikinin sarapan?"
"Terserah." Setelah mengucapkan kata itu Reno kembali ke sofa dengan sebuah laptop di tangannya, lalu menyalakan laptop tersebut.

"Mau teh gak?"
"Hmm—" jawab Reno sambil mengangguk.

Tak sengaja Naya melihat notifikasi yang muncul dari ponsel Reno. Terdapat pesan Alvin yang menanyakan seputar masalah perjudian dan diakhiri dengan pesan terakhir yang cukup membuat Naya sakit hati, Alvin menyuruh Reno untuk minta maaf agar bisa kembali lagi bersetubuh dengan Naya.

Untuk beberapa saat Naya memejamkan matanya dan mengatur emosinya, kemudian kembali melanjutkan kegiatannya.

Dari arah tempat tidur, Rolan terbangun dari tidurnya. Dia segera turun dari ranjang, lalu menghampiri ayahnya yang sedang sibuk dengan sebuah laptop.

"Ayah—" Rolan mengambil posisi di pangkuan ayahnya, dan memeluk tubuh bagian atas Reno yang telanjang.

"Kakak gak siap-siap mau sekolah?" Reno membelai rambut dan mencium anaknya.

"Mau mandi sama ayah."
"Kakak mandi duluan aja, ayah lagi kerja." Reno menunjuk laptopnya.

"Nggak—aku mau mandi sama ayah." Berkali-kali Rolan merengek ingin mandi bersama ayahnya.

"Yaudah, ayuk." Jadilah mereka mandi bersama.

Naya yang sedang mengurus anak perempuannya, diam-diam juga memperhatikan ayah dan anak laki-lakinya itu. Di dalam kamar mandi pastinya ramai dengan suara teriakan jika mereka sedang bersama.

Selesai mandi, Rolan sibuk menyiapkan dirinya untuk sekolah dibantu oleh ayahnya.

"Kakak, makan pelan-pelan, 'kan ibu sering bilang," tegur Naya pada anaknya.

"Abisnya masakan ibu enak." Makanan di piring Rolan telah habis. "Mau lagi, ibu." Dia menyodorkan piringnya ingin menambah sarapan.

Sampai di sekolah, Reno ikut turun dari motor untuk mengantar Rolan ke kelas walaupun anak itu mau berjalan masuk kelas sendiri tidak ingin diantar. Sebelum masuk kelas, mereka tidak sengaja berpapasan dengan seorang pria.

"Halo, om. Om Rey ke sini terus," bingung Rolan.
"Ah, iya—" Rey memamerkan senyumannya.

Sedangkan Reno menatap dan memperhatikan wajah Rey dengan seksama, sepertinya dia mengenali pria itu.

"Ayah, aku masuk dulu. Dah om, dah ayah." Setelah berpamitan anak itu langsung memasuki kelasnya yang sebentar lagi akan dimulai.

"Oh, lu ayahnya Rolan."

Reno mengangguk. "Gua kayaknya pernah liat lu beberapa kali di kampus," ujar Reno pada Rey.

"Iya, gua temen seangkatan Naya."
"Lu lagi ngapain di sini?"
"Lagi buat laporan aja ada yang kurang sedikit." Entah ucapan itu benar atau tidak.

"Jadi lu sering ke sini?" cecar Reno.
"Lumayan. Oh, iya, kemaren Rolan gimana? Gak kenapa-napa 'kan?" Reno mengerutkan keningnya, bingung.

"Kemaren gua yang nemenin dia nungguin dijemput. Pas gua anterin ke apartemen, dia jadi pendiem gitu, tapi sekarang udah ceria lagi sih," ucap Rey sambil melihat ke dalam kelas Rolan.

Reno tidak ingin membalas ataupun merespon dengan apapun. Otaknya sibuk memikirkan laki-laki di hadapannya dan timbul berbagai macam pertanyaan.

"Gua akuin Naya keren sih, dia bisa didik anaknya jadi mandiri dan berani. Jangan disia-siain, bro. Gua duluan." Rey berjalan pergi ke sebuah ruangan, meninggalkan Reno yang masih mematung mendengar semua tuturan dari laki-laki yang baru sekali ditemui.

°○°

Pintu apartemen terbuka, Reno kembali pulang sehabis mengantar anaknya, dia mendekati Naya yang sedang bersih-bersih kamar, lalu memeluk istrinya dari belakang. Meletakkan dagunya pada leher istrinya. Namun, yang dipeluk sedikit memberontak ingin melepaskan dirinya.

"Aku kangen kamu."
"Kamu kangen aku, apa kangen tubuh aku?" Naya berhasil melepaskan dirinya dan menghadap Reno.

"Aku mau minta maaf." Reno tampak frustasi.
"Kamu minta maaf biar kita bisa hubungan sex lagi 'kan?"

"Apa sih, Nay?"
"Kamu pikir aku gak tau? Aku gak sengaja liat chat Alvin tadi pagi. Dia yang nyuruh kamu minta maaf 'kan?"

Reno mendecak pelan dan membuang napasnya, sambil merangkai kata untuk menjelaskan kepada Naya.

"Minggu depan Rolan libur sekolah, dia mau liburan di rumah neneknya. Kamu bisa nunggu lagi gak berhubungan intim sama aku, tapi kalo kamu mau sewa perempuan lain, silakan aja, buat menuhin hasrat kamu itu. Aku udah gak peduli."

"Kok kamu ngomongnya kayak gitu? Kamu pikir aku bakalan ngelakuin itu? Kalo itu mau kamu, yaudah, aku bakal lakuin." Setelah pernyataan itu keluar, satu tamparan panas mendarat di pipi kiri Reno.

"Aku capek, Nay! Mau kamu apa sih?" bentak Reno keras.
"Aku mau kamu berhenti main judi! Sama kurangin nongkrong sama Alvin dan temen-temen kos kamu itu," balas Naya.

"Alvin temen aku, dia yang sering nolong aku sebelum aku kenal kamu." Reno mengatur napasnya untuk beberapa saat, "Aku dari tadi ngomong baik-baik, beneran minta maaf, gak ada maksud apa-apa, tapi respon kamu malah kayak gini."

"Udah lah, terserah kamu." Reno berjalan ke arah balkon dan menutup pintu balkon dengan keras hingga membuat Nala menangis karena mendengar suara dentuman yang keras. Jangankan Nala, Naya pun setengah kaget mendengar suara pintu tersebut.

°○°

Rumah di Ujung SanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang