Naya sibuk memandangi tubuh telanjangnya di depan cermin kamar mandi sambil mengoleskan krim penghilang stretch mark. Setelah kelahiran anak keduanya, ketidakpercayaan terus merasuki tubuh Naya. Terdapat goresan bekas jahitan operasi caesar yang timbul kemerahan pada perutnya.
Belum lagi dia merasakan payudaranya yang tampak semakin hari semakin kendur, padahal itu semua hal yang wajar terjadi kepada ibu hamil setelah melahirkan.
Ketakutan terbesarnya adalah Reno tidak lagi tertarik dengan dirinya karena bekas operasi caesar di tubuhnya. Tanda bekas lahirannya berbeda ketika melahirkan Rolan yang secara normal.
"Bu—" Ketukan pintu kamar mandi dan panggilan dari Reno menyadarkan Naya dari lamunannya.
Naya buru-buru melilit tubuhnya dengan handuk, lalu membuka sedikit pintu kamar mandi dan mengintip keluar.
"Kamu lama banget di kamar mandi," cemas Reno khawatir dengan istrinya karena dari mengantar Rolan ke sekolah TK, membeli sarapan sampai Reno kembali ke apartemen, Naya belum juga keluar dari kamar mandi.
"Kamu gak kenapa-kenapa 'kan?" tanya Reno memastikan istrinya baik-baik saja.
"Aku gak kenapa-napa kok, biasa kali cewek lama di kamar mandi," ucap Naya dengan seceria mungkin.
"Aku pikir kamu kenapa-napa." Semoga hanya kecemasan yang berlebihan saja, pikir Reno.
"Kamu udah beli sotonya?"
"Udah itu dari tadi ada di situ.""Tolong ambilin daster aku dong," tunjuk Naya ke arah tempat tidur mereka.
"Kenapa gak pake aja di situ," ujar Reno sedikit menggoda Naya.
Tidak semudah itu Reno mau mengambilkan daster Naya. Dia terus menggoda istrinya agar memakai baju di hadapannya.
"Ren—" Naya tampak lelah dengan godaan Reno. "Cepetan aku mau makan."
"Oke." Reno menyerah.
Beberapa bulan setelah masa nifas pun Naya masih tidak mau menampilkan tubuhnya kepada Reno. Entah mandi bersama atau hanya sekadar sentuhan kecil. Naya selalu melarang Reno untuk melakukan hubungan intim itu.
Selesai makan, Naya melakukan salah satu rutinitasnya, yaitu menyusui Nala, anak keduanya yang baru saja terbangun dari tidurnya.
"Aku juga mau dong," manja Reno sambil memeluk Naya.
"Kamu gak kerja?" tanya Naya berusaha mengalihkan topik.
"Gak. Aku mau seharian manja-manja sama kamu." Satu kecupan Naya dapatkan pada pundaknya."Ih, dasar." Kecupan itu semakin menjadi. Bahkan tangan Reno tengah meraba dada kanan Naya yang tidak dipakai untuk menyusui dan terlapisi kain tanktop tunik panjang.
"Udah, Ren. Mending kamu jemput Rolan sekarang, udah waktunya pulang." Naya menyingkirkan tangan Reno di dadanya.
"Padahal aku mau berduaan lebih lama sama kamu. Nanti Rolan pulang, kamu diambil sama dia." Reno tampak merengut masam.
Niat tidak niat, Reno berpamitan dengan mencium bibir Naya, dan memberikan kecupan hangat pada dahi anak perempuannya.
"Pokoknya nanti malem pas anak-anak tidur, aku mau main sama kamu. Udah lama kita gak main."
Bisikan Reno membuat Naya semakin gelisah dan cemas. Dia berusaha mengabaikan perkataan Reno. Alasan apalagi yang harus dia ucapkan untuk menolak permintaan Reno.
Naya sadar siapa laki-laki yang sekarang menjadi suaminya, memiliki ikatan dengan seseorang yang terkenal akan kegiatan intimnya.
Ketika masa-masa kuliah dulu, mahasiswa ilmu komunikasi yang mengenal Reno, pasti mengetahui bagaimana kelakuan Reno dengan pacarnya, yaitu Bianca. Mereka secara terang-terangkan menceritakan kegiatan mereka di atas ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah di Ujung Sana
ChickLitTernyata menikah bukan hanya perkara zinah yang halal dan hidup bahagia karena memiliki anak yang lucu. Masalah pasti akan datang kepada mereka yang masih bernapas di bumi ini. Terutama masalah dalam rumah tangga. °○° 21+ Cerita kedua lanjutan dari...