Bab 09 Pejantanku

4.1K 21 0
                                    

Pagi telah tiba ...
Hari ini adalah kali pertama aku masuk kuliah setelah liburan menoleh. Para mahasiswg yang datang lebih dulu tengah menggerompok dan ingin mendapatfar ulang pascaliburan.

Dengan santainya, aku melangkah maju ke depan seorang diri. Ditemani dengan sebuah buku pelajaran, yang sengaja aku peluk di badan. Ini adalah akhir semester dan sebentar lagi aku akan magang, atau bahasa kerennya adalah KKN. Meskipun belum mendapat kelompok, akan tetapi aku berharap akan mendapatkan lokasi yang tak jauh dari rumah.

Pesan dari mama pun sangat membuat aku kesal, dia menginginkan agar aku berada selalu di dekatnya. Padahal, peduli apa dia sama aku yang selama ini tidak mendapatkan kasih sayang. Wanita hypersex dan hanya mementingkan nafsu dunianya.

Hidup dalam dunia fana, tanpa adanya kepastian. Yang ada dalam isi kepalanya hanyalah kepuasan seorang diri yang didapat dari lelaki lain. Terkadang aku berdialog pada batin, mengapa ada seorang wanita yang tak puas dengan nafsunya padahal sudah punya seorang suami.

Mencari-cari kesalahan dalam rumah tangga agar pisah, akan tetapi justru semakin membuat hubungan itu tak akan pernah berpisah. Apalagi ayahku yang sekarang ada di luar negeri untuk bekerja, dia sudah paham sepertinya dengan sikap dan tingkah laku istrinya itu.

Bergaul pada lelaki yang berbeda jauh usia darinya sendiri, antara anak dan ibu ketika mereka jalan. Namun, ayahku yang penyabar selalu saja mengalah agar keutuhan rumah tangganya harmonis.

Walaupun tidak sama sekali, justru semakin mengalah, hidup ayah akan semakin kalah. Dengan menatap di ponggiran jalan, seseorang pun memekik di bangku depan.

"Aluna ...!" teriak seseorang yang baru saja aku lintasi tadi.

Aku tidak berharap kalau dia panggil. Akan tetapi, karena orang itu sudah memanggil, mau tak mau aku pun berhenti pada posisi bergeming. Dia adalah Miranda, aku selalu memanggilnya mimir karena sangat bawel.

Wanita berkacamata itu adalah kutu buku, karena dia sangat gemar membaca. Walaupun dia rajin, sampai detik ini belum bisa mengalahkan nilai-nilai yang aku raih. Bersama dengan Layla, mereka berdua mendekat.

"Lun, entar malam kamu ke mana?" tanya Layla.

"Hmmm ... aku enggak ke mana-mana. Kalian tahu sendiri nyokap aku bagaimana jadi orang," paparku menjelaskan.

"Kami mau ajak kamu ke sebuah acara, semoga saja kau bisa ikut," kata mereka.

"Aku enggak minat ke luar rumah, karena aku lagi kena musibah," jelasku.

"Oh, iya, kami lupa. Lun, kami turut berduka atas apa yang kau alami. Maaf, kalau kami enggak sempat datang karena kami baru saja tiba dari Singapur," jelas Miranda.

"Jangan pikirkan, aku sudah melupakan itu semua," sergahku, kemudian kami berjalan bersama-sama untuk menuju lantai dua.

Di sepanjang jalan, kedua sahabatku mengerocos tanpa henti. Apalagi kalau bukan cowok di kampus ini. Katanya ada anak baru, tapi aku tidak tertarik sama sekali. Sampai detik ini, aku masih sangat ingin dekat pada seseorang.

Sembari mendengarkan, kami pun naik ke lantai dua gedung kampus. Di anak tangga itu, aku mendapatkan sebuah perkara yang setiap hari aku dapatkan.

Siapa lagi kalau bukan Boby. Lelaki paling aku benci tengah ada di sana dan main ponsel. Mantan kekasih yang dulu pernah berkhianat itu seolah hadir dalam setiap langkahku, walaupun sudah mencoba menghindar, akan tetapi dia tetap ada.

"Hallo ... cewek cantik, pacar aku yang mirip bidadari," ucap Boby, dia menyentuh pundakku.

Dengan cepat aku menepis sentuhan darinya, lalu menghapus bekas telapak tangan darinya.

Pemuas Tante-TanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang