Bab 37 Tutor Menjadi Lelaki Simpanan

798 5 1
                                    

"Sayang ... aku boleh minta uang jajan sama kamu, karena ... uang aku menipis banget minggu-minggu ini. Apalagi, sekarang aku harus isi bahan bakar mobil," paparku menjelaskan.

"Emangnya kamu butuh berapa, Baby?" tanya Miska seraya bergelayuh manja di belakang pundak ini.

"Ya, aku butuh sepuluh juta aja, sih. Kan, kata kamu uang segitu enggak ada apa-apanya kalau aku yang minta," jelasku seraya membuka percakapannya beberapa minggu lalu.

"Oke, Baby, aku akan transfer uang itu di momor rekening kamu. Tapi ... kamu jangan boros-boros, ya, karena keuangan terapi kita lagi enggak baik-baik aja," jawabnya.

Dengan membangkitkan badan, aku pun bergeming dan menatap Miska yang tetap melemparkan pandangan. Kali ini, dia pun membuang senyum, aku membalasnya karena sudah menuruti apa yang aku minta kali ini. Uang sepuluh juta dapat aku pergunakan banyak hal nantinya, mengingat era saat ini mager untuk kerja.

Sembari memeluk tubuh Miska dengan sangat erat, wanita itu pun membalasnya tepat di badan ini. Aku tidak henti-hentinya memberikan kehangatan lewat pelukan, balasan yang dia berikan juga membuat diri ini menikmati jalannya kehidupan teramat indah.

Bahkan, setiap kemiskinan yang aku pernah alami dulu di kampung tidak teringat sama sekali. Tebakan awal, akan susah mencari uang di kota. Namun, semua itu terpatahkan karena sebuah pernyataan yang membuat aku paham trik jitu untuk menuainya.

Meskipun menjadi simpanan, akan tetapi sebentar lagi tidak akan demikian dan aku dapat mudah menikmati dari perjuangan selama ini. Berkelana untuk mendapatkan wanita terbaik, aku adalah jagonya. Seraya berpelukan, sebuah ketukan pintu pun terdengar dari luar ruangan.

Tok-tok-tok!

Dengan cepat, kami melepas pelukan. Sepertinya akan ada yang datang, akan tetapi aku tak tahu siapa. Lalu, Miska berjalan menemui tamu itu, dia pun membuka pintunya dan memasuki ruangan. Tidak disangka, kalau tamu itu adalah Sinta—wanita yang tadi malam main kuda-kudaan denganku.

'Sinta ngapain, ya, ke sini. Apakah dia mau mengatakan pada Miska kalau kami tadi malam lagi main. Sepertinya enggak, karena aku yakin bahwa Sinta tak sebodoh itu,' celetukku dalam hati.

"Eh, Jeng ... kamu kenapa enggak ngabari aku kalau mau ke sini, sih?" tanya Miska, mereka pun cipika cipiki di ambang pintu.

"Kenapa harus ngomong, sih, Jeng kalau mau datang. Seperti lagi menemui siapa aja. Kan, kita sahabatan," jawab Sinta.

"Aku jadi malu, yuk, kita masuk ke dalam. Karena ... aku lagi sama Reymon di dalam sini," jawab Miska mengajak.

Mereka pun memasuki ruangan, aku yang sedari tadi bergeming, kemudian mencoba untuk pergi dari ruangan ini. Lalu, Miska pun mendudukkan badan di atas sofa, Sinta juga melakukan hal yang sama.

"Jeng, kamu mau minum apa?" tanya Miska.

"Aku mau kopi aja, deh, karena ... itu adalah minuman kita waktu SMA, kan!" seru Sinta.

"Eh, iya, bener banget itu. Aku jadi ingat, waktu kamu ajak aku cabut ke kafe, waktu itu kita menemui Mas Ferdy. Tapi ... Mas Ferdy malah jadi suami aku, Jeng," jawab Miska, dia pun membuka cerita lama perihal masa lalu.

"BTW-kamu kenapa ajak Reymon di sini? Emangnya, Mas Ferdy enggak pernah kontrol lagi ke kantor kamu?" tanya Sinta.

Dengan adanya pertanyaan itu, Miska pun terdiam. Pasalnya, aku dan Miska sudah menyingkirkan Mas Ferdy dari dunia ini. Sekarang, malah dibahas oleh Sinta. Namun, aku belum dapat memastikan kalau dia sudah tahu kejadian ini atau belum.

Yang pasti, aku hanya mendengarkan saja yang mereka bicarakan. Tak berapa lama, Miska menoleh ke arahku. Namun, diri ini hanya sekadar menadahkan tatapan saja menuju lantai. Beberapa menit setelahnya, seseorang pun datang membawa nampan berisikan tiga gelas kopi.

Pemuas Tante-TanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang