Bab 56 Restu Menikahi Lelaki Lain

1.9K 10 0
                                    

Dengan menaiki anak tangga lantai dua, aku bersama suami memasuki kamar yang sangat sejuk dan kedap suara. Sehingga, apa pun yang terjadi di luar tidak terdengar sama sekali.

Seraya bergeming di ruang kamar, aku mendudukkan badan di atas dipan dan membuka teletinh celana suami. Kala itu, terlihat sebuah benda yang masih off. Selama ini, aku gemar memainkan benda itu karena masih perkasa.

Akan tetapi, setelah suami mengidap penyakit dan menurunkan staminanya, benda yang dia miliki hanya bertahan beberapa menit saja, selebihnya loyo dan mati. Lamat-lamat, aku melihat sebuah sosis made ini Belanda yang lumayan panjang dan besar.

Produk dari Belanda ini sangat memanjakan mata kalau perkasa, akan tetapi aku harus kerja keras untuk menghidupkannya agar tegak bagai tiang antena. Dengan mengelusnya, aku pun menghisap seraya memainkan kepalanya.

Sang suami membuka dan menutup mata, kemungkinan kalau dia menikmati apa yang dia rasakan saat ini. Aku tetap pada posisi untuk membuat klimaks berdiri tegak benda itu, akan tetapi tidak semudah yang aku bayangkan.

Ketika masih lajang, ketika aku meminta untuk di masuki, rasanya sampai ulu jantung. Namun, semakin berjalannya tahun, terasa hambar karena tidak bisa menyala dengan sempurna.

Beberapa menit setelahnya, aku pun membuka bajuku dan suami terus berfantasi liar dengan meramas dua buah gunung di dada ini. Secara sembarang, aku menghisap lagi dan masuk ke dalam tenggorokan. Kali ini menyala, akan tetapi on dan off setelahnya.

Aku berniat ingin langsung memasukkan benda milik suami agar tidak ke luar cairan itu di dalam mulut. Sudah seperti pengalaman beberapa kali, belum sampai satu menit sudah ke luar dan tidak ada efeknya sama sekali.

Seraya merebahkan kedua sayap, kali ini aku yang bermain sebagai women on Top di atas suami. Karena yang aku tahu, dia sudah tak punya tenaga lagi kalau bergoyang dan menyerang.

Secara perlahan, aku memasukkan ujung kepala benda milik suami, masuk memang, akan tetapi seperti memasukkan kapas ke dalam sana. Tidak ada rasanya, dan hambar. Aku bergoyang sangat lambat, agar rasa itu tetap terjaga sampai beberapa menit.

Sang suami menyentuh kedua gunungku yang bergelayuh, kali ini dia menikmati permainan ini. "Enak sayang?" tanyanya.

"Biasa saja, Mas, hambar," jawabku sembari bergoyang.

Sang suami pun memaksa agar benda miliknya tetap hidup di dalam sana, akan tetapi aku merasa kalau si mungil hendak mati dan tak bisa bertahan lagi.

"Enak enggak sayang?" tanya suami lagi.

"Emm ... biasa saja, Yank, hambar. Aku enggak merasakan apa pun dari kamu," jawabku lagi.

"Ach ...," desis sang suami.

Baru beberapa menit, sebuah cairan sudah ke luar dari dalam sana dan mengalir ke luar membasahi perut suamiku. Sangat encer dan cair bagai susu yang sudah basi. Baru saja aku bergoyang, belum ada satu menit di atas sana.

Ternyata, yang aku takutkan sejak awal main kenyataan. Karena milik suami sudah tidak layak lagi mendapatkan apa yang menjadi kewajibannya sebagai pejantan. Aku pun beranjak, karena cairan itu bagai tumpah dan tidak melekat sama sekali.

Benih yang kosong dari cairan tersebut pun hampa, aku membangkitkan badan sembari mengambil tisu. Kali ini, percuma kalau aku melakukan malam-malam bersama suami yang tidak bisa membuat aku puas. 

Lelaki di atas ranjang itu langsung mengambil tisu dan menyibak sisa-sisa cairan yang menempel di perut dan bulunya. Kemudian dia memakai celananya dan beserta baju, aku tidak peduli sekadar merebahkan kedua sayap.

Batin ini ingin menangis, karena tidak ada lagi yang mampu membuat aku merasa puas selain Reymon. Tepat berada di posisi belakang, suami bergeming dan aku langsung membelakanginya. Posisi tidur kali ini miring, karena aku tak mau melihat.

Pemuas Tante-TanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang