Bab 04 Pejantan Tangguh

7.1K 27 0
                                    

"Ih, enggak enak banget, sih, sama kamu. Kan, aku udah bayar mahal untuk ini," omelnya seraya memakai pakaian.

Pasien pertama telah ke luar dari dalam kamar dengan wajah yang menekuk, akan tetapi aku tidak peduli dengan sikapnya barusan. Daripada aku terkena penyakit yang dia tularkan, lebih baik menghindari segalanya.

'Hmmm ... ada-ada aja tingkah perempuan, mau yang enak-enak aja kerjanya. Badan, sih, cantik. Tapi, tangannya seperti lelaki yang kerja kuli bangunan. Kasar banget, kalah ini tangan aku teramat mulus,' celetukku dalam hati.

Tepat di ambang pintu, aku pun memanggil pasien berikutnya yang akan mendapatkan servisan. Kali ini terlihat seperti orang asing, kulitnya sedikit gelap akan tetapi bentuk badannya tetap profosional. Hanya sekadar memerhatikan, aku pun berjalan mengikuti dari belakang.

"Silakan tidur di sana dan buka semua pakaian," kataku.

"What? Semua pakaian, apakah kamu enggak salah mengatakan?" tanyanya sangat heran.

"Mbak, sebelum masuk ke kamar ini lebih baik baca portal. Ini ruangan apa lihat di dinding sebelah sana," kataku sembari menunjuk sebuah artikel kecil yang dilengketkan.

"Hmmm ... okelah, kalau itu sudah peraturan di sini," jawabnya santai.

"Munafik, bilang aja mau di ent*t saya tapi pura-pura polos." Dengan nada pelan, aku pun mengomel.

Wanita tadi sudah tidur telungkup, dengan badan yang mulus berwarna cokelat. Sembari menuangkan minyak pijat, aku sudah seperti tengah memandang piscok yang akan digoreng. Dengan balutan minyak seluruh badan, kemudian netra ini sejurus pada ujung pundaknya.

Aku memijat dengan penuh kelembutan, walaupun sebagai seorang pria, akan tetapi tenaga ini seakan tak ke luar kalau sedang memanjakan pelanggan. Dengan sekali sentuhan menuju dua buah pepaya di dadanya, aku pun sedikit meramas.

Pelanggan yang sedang berbaring pun seakan merasakan nyaman dan dia sesekali menoleh ke arahku yang hanya mengenakan celana dalam. Lamat-lamat, tangannya bergeriliya untuk mrnyentuh kepala samurai ini. Aku pun terdiam sembari memerhatikan, ternyata dugaan benar kalau wanita itu mengelusnya.

Seketika aku merangsang dan denyut dari piscokku pun mulai memenuhi ruang celana dalam yang kebetulan ketat. Menggunakan tangan kanan, aku mengeluarkan si piscok dan terlihat ukuran 21 CM di wajah wanita itu.

Tak berapa lama, pelanggan pun terdiam, dia menelan ludah dan tidak lagi menyentuh. Lalu, dalam sekejap wanita itu malah memejamkan kedua bola matanya. Samurai milikku bengkok ke atas, sangat atletis dan siap tempur kapan saja.

"Mbak, kenapa kamu tidak memegang lagi?" tanyaku penasaran.

"Mas, piscok kamu gede banget. Kenapa, ya, aku mendadak ngeri dan takut," jawabnya.

"Takut kenapa, Mbak? Bukannya, yang gede itu lebih enak?" tanyaku lagi.

"I-iya, Mas, tapi kalau segini malah sampai ke ulu jantung kalau masuk," paparnya. "Ta-tapi, saya mau juga coba. Tapi, Mas, sewaktu memasukkan kepalanya jangan keras-keras, ya?"

"Hmmm ... okelah, kalau itu maunya," jawabku.

Kemudian aku menarik badan wanita itu untuk bersimpuh di hadapanku, dia pun mulai menjilat dari ujung kepala hingga sampai ke pangkal yang ditumbuhi semak belukar. Kali ini, aku pun merasakan nikmatnya bercinta setelah sekian pasien yang masuk.

Kedua tanganku mulai memaksa agar piscok milikku masuk hingga tenggorokan, lalu wanita itu menekan pinggang ini seperti meminta ampun. Dengan sangat keras, aku tetap memaksanya untuk berada dalam posisi awal.

Beberapa menit menelan piscok milikku, akhirnya wanita itu pun mengeluarkan benda tersebut dari dalam mulutnya secara spontan.

"Uhuk!" Wanita itu pun batuk beberapa kali hingga mengeluarkan ludah yang bercampur dengan pelumas milikku.

Pemuas Tante-TanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang