Bab 23 Burung Suamiku Loyo

1.9K 9 0
                                    

Di sepanjang jalan, aku masih menggerutu akan beberapa orang yang tadi sempat membuat emosi. Entah siapa, dan apa maunya. Yang pasti, keduanya sempat mood ini hilang dan ingin pulang.

Sembari menenteng tak di lengan, aku pun kembali di meja tempat di mana Rey sedang duduk. Lelaki berperawakan tampan itu masih setia menunggu, dia pun tak beranjak sejak awal aku pergi. Entah kenapa, hari ini sial.

Ferdy—suamiku datang di waktu yang tak tepat. Di kala bersama dengan Reymon, dia malah hadir dan hampir membuat jantung ini copot. Aku mendudukkan badan, lalu netra ini sejurus pada Reymon yang memandang ponsel.

Lalu, dia kembali memfokuskan wajahnya di hadapanku. "Kamu kenapa, Baby? Kok, sepertinya lagi kesal begitu?" tanyanya.

"Gimana aku enggak kesal coba, ada dua wanita yang membuat aku sangat terganggu. Orang masih ada di dalam toilet diketuk seperti gak punya etika," omelku.

"Sudahlah ... jangan dipikirkan lagi." Reymon menyentuh rambutku. "Entar, cantik kamu hilang, loh," imbuhnya.

Mendengar ucapan itu, aku jadi salah tingkah. Otomatis, jantung ini bagai berseluncur sampai mata kaki. Dengan menikmati kenyaman dari Reymon, sampai mampu membunuh perasaan cintaku yang sudah menikah lebih dari dua puluh empat tahun bersama Ferdy.

Tepat di dalam kafe ini, kami masih memakan menu yang sudah dingin. Aku pun mengunyah tanpa nafsu. Bahkan lapar sudah hilang, akibat kehadiran lelaki inpoten yang tiba-tiba muncul bagai hantu.

Aku selalu berharap, kalau Mas Ferdy menceraikan aku. Atau paling tidak, dia sadar diri dan menghilang dari bumi. Lelaki yang sudah tidak hebat memuaskan wanita, diharapkan untuk menyingkir tanpa alasan.

Menjelang waktu sore, aku pun menatap arloji di tangan kiri. Sekarang waktunya pulang, karena nanti malam akan kembali bertarunh hebat dengan Reymon di atas ranjang. Kali ini, Mas Ferdy sudah pulang di pagi hari.

Aku tidak tahu kalau dia sudah pulang, karena tak mengabari. Ya, aku sudah beberapa bulan ini pisah ranjang padanya. Jangankan saling bertanya kabar lewat ponsel, sekadar tegur sapa saja aku tak mau.

Reymon memekik, lalu dia berkata, "Sayang, kita pulang sekarang, yuk. Aku belum mandi, bau banget badan aku."

"Hmmm ... iya, Baby. Aku juga mau pulang, tapi jangan lupa nanti malam datang ke rumah. Kalau enggak tahu, aku akan share lock."

"Baby ... kenapa kita enggak bertemu di luar aja, sih. Di hotel, atau di mana gitu. Entar, kalau suami kamu atau anak kamu tahu bagaimana?" tanyanya penuh kekhawatiran.

"Aku pengen merasakan sensasi main kuda-kudaan sama kamu di ranjang sendiri. Kan, kamu juga bakal menjadi kapala keluarga di rumah itu suatu saat nanti. Biar enggak canggung lagi. Masa, kita udah pacaran tapi kamu enggak tahu rumah pacar kamu seperti apa," omelku seraya menekuk wajah.

Reymon tampak merumuskan semua permintaanku dalam benaknya. Lalu, lelaki berambut cepak itu mengangguk. Mungkin dia sudah menjawab dalam hati, dan mempertimbangkan semua risiko itu jika terjadi sesuatu.

"Bagaimana, Baby?" imbuhku bertanya.

"Baiklah, aku akan mengikuti semua yang kamu katakan. Tapi, kalau ada sesuatu, tanggung jawab berdua," katanya.

"Kalau suami aku tahu kita lagi main, kamu hajat aja dia. Kan, badan kamu lebih besar. Macho, dan perkasa banget."

Reymon mengulum senyum, lalu dia menjawab, "enggak, ah, nanti kalau aku hajar bisa mati itu orang."

"Tujuan aku begitu, Yank. Biar tau rasa itu si aki-aki. Udah gak bisa muaskan, harus menyingkir."

Mendengar ucapanku, Reymon menggelengkan kepala. Lalu, kami pun beranjak meninggalkan lokasi. Kebetulan, suasana sudah hampir senja, mungkin aku akan tiba pada suasana malam.

Pemuas Tante-TanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang