Bab 45 Menaklukkan Pria Sejati

977 6 0
                                    

Dengan perasaan senang bercampur sedih, aku pun mulai sangat tidak netral kali ini dalam bernapas. Pasalnya, berita kehamilan ini akan segera aku katakan pada Reymon karena dia adalah ayah dari janin yang aku kandung.

Seraya menyibak kedua bola mata, aku pun mengambil sebuah amplop berwarna putih dengan nama rumah sakit dan tanggal pemeriksaan. Kali ini, aku hanya mampu menahan segala kepedihan itu dalam-dalam. Setelah Reymon memutuskan untuk pergi pada Aluna, aku tidak tahu lagi harus berkata apa padanya.

Kali ini, aku hanya menatap dokter spesialis kandungan itu yang sedang menulis. Kemungkinan dia sedang menulis resep obat agar aku tidak terlalu lemah ketika berjalan. Seraya menunggu beberapa saat, aku menatap ponsel dan mengirimkan pesan singkat pada Reymon.

Terkirim memang, akan tetapi tidak ada balasan bahkan sekadar di baca pun tidak. Hati dan pikiran mulai tak singkron, karena ini adalah kehamilan yang aku nantikan akan tetapi semasih pada Reymon. Namun, setelah apa yang dia putuskan untuk memilih Aluna, aku merasa tidak yakin kalau dia mau kembali.

Tak berapa lama, seorang dokter di hadapan pun kembali menoleh. Secara saksama aku menatapnya dan kami bersitatap karena ini adalah berita suka untuknya, akan tetapi berita duka untukku.

"Bu, ini adalah resep yang harus Anda beli di apotek, kalau mau ambil di Farmasi juga enggak masalah. Yang pasti, diminum dengan aturan yang berlaku di obat itu," ucap seorang dokter ahli kandungan.

Sembari mengambil resep itu, aku pun menjawab, "terima kasih, dok, sudah memberikan saya resep obat. Sebisa mungkin, kalau saya akan meminum obat ini sesuai dengan anjuran."

Setelah menjabat tangan si dokter, aku pun pergi dari ruangan dan menuju ke salah satu farmasi untuk pengambilan obat. Namun, di sana sangat ramai orang-orang yang mengantre. Aku tidak sabar kalau mengantre panjang sampai beberapa meter, alhasil keputusan pun bulat untuk membeli obat di apotek saja.

Dengan membawa resep dokter, aku masuk ke dalam kendaraan dan menyalakan mobil. Seraya menginjak gas perlahan, aku hendak ke sebuah apotek yang terkenal di kota ini. Pasalnya, apotek itu menjual banyak obat-obatan dan sudah terkenal.

Hampir semua obat ada di sana, terlebih aku akan mencarinya dan memahami apa yang sudah diberikan si dokter. Tatapan pun fokus menatap depan, ditimpali napas yang mulai ngos-ngosan, aku tetap bergerak untuk sampai ke tujuan membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit kalau jalanan tidak macet.

Setibanya di depan apotek, aku pun memberhentikan kendaraan dan ke luar sembari menenteng ponsel dan resep itu. Tepat di hadapan si penjual, aku menyodorkan resep dokter itu.

"Bu, saya mau beli obat yang ada di sini," ucapku pada penjaga apotek.

Orang di hadapan pun meraih sodoran dariku, lalu dia menjawab, "baik, Bu, tunggu sebentar."

Seraya menunggu, aku pun mendudukkan badan di atas kursi yang terletak di depan teras. Lalu, pandangan ini hanya fokus sejurus pada ponsel dan menunggu balasan dari Reymon. Kali ini terkirim, dan sepertinya paket data dari Rey menyala.

Aku berharap ada balasan hingga beberapa menit, akan tetapi tetap nihil hingga aku mengirimkan lagi pesan singkat untuk mengajaknya bertemu di suatu tempat. Kali ini di balas, akan tetapi dia mengatakan kalau sedang sibuk.

Karena aku yang butuh, sehingga chat itu pun sekadar aku pandang. Seraya menunggu obat yang akan diracik pihak apoteker, kali ini tatapan aku buang menuju tepian trotoar. Pasalnya, di sana ada seorang lelaki yang aku kenali. Namun, kali ini terlihat samar saja.

'Re-Reymon, apakah itu adalah Reymon. Ah, masa iya dia ada di sini? Mau ngapain, ya, dia?' tanyaku dalam hati.

Sembari membangkitkan badan, aku pun bergeming dan menatap secara saksama siapa lelaki itu. Ternyata tebakan awal benar, kalau itu adalah Reymon. Dengan langkah laju, dia pun bergerak menuju apotek di mana aku sedang menunggu. Tanpa menentukan tempat untuk bertemu, Tuhan mempertemukan kami kali ini.

Pemuas Tante-TanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang