Bab 08 Skandal Pada Brondong SMA

4.6K 22 0
                                    

POINT OF VIEW
(ALUNA)

[Hallo ... Rey, ini aku, Aluna.]

[Lun, apakah kamu baik-baik saja? Sekarang kamu ada di mana, biar aku samperin saat ini juga.]

[Rey, aku enggak apa-apa. Sekarang ... aku udah sampai rumah dan terima kasih untuk semuanya. Kamu jangan khawatir lagi aku di mana, karena semua baik-baik saja.]

[Syukurlah, kalau kau memang baik-baik saja. Aluna ... aku sangat khawatir kalau kamu kenapa-napa. Soalnya, aku sangat mencari dan bingung di mana kau berada.]

[Terima kasih atas segala kebaikan kamu. Oh, ya, baju kamu masih aku cuci dan kalau kita bertemu lain waktu, pasti akan aku kembalikan.]

[Sudahlah, kalau itu jangan membuatmu merasa kepikiran, karena aku tidak begitu peduli pada baju. Yang ada dalam hati ini hanya satu, yaitu—]

[Yaitu apa, Rey?] tanyaku sangat penasaran.

Mendadak ponsel pun diam, suara tidak ke luar lagi dan aku menatap layar ponsel yang ternyata sudah habis baterai. Belum pun lama menelepon Reymon, membuat percakapan itu berhenti secara tiba-tiba.

Tak berapa lama setelah itu, sebuah ketukan pintu terdengar dari luar kamar. Aku yang masih memiliki rasa trauma, menatap ke pusat tujuan semula. Entah siapa yang datang, yang pasti aku tetap bergeming dan menatap arloji.

"Sayang ... apakah kamu ada di dalam kamar?" tanyanya.

'Itu suara mama, hmmm ... aku harus menjumpainya kalau tidak, dia akan marah lagi,' celotehku dalam hati.

Dengan segera, aku melompat dari atas dipan dan berjalan laju menuju ambang pintu. Tepat berada di pusat tatapan, dengan cepat aku membuka pintu kamar dan menatap wajah cantik di sana.

Entah kenapa, aku sangat tidak akur pada mama sendiri. Kami terlahir dari nama bulan dan tanggal yang sama, sehingga di antara kami seperti tidak ada ikatan sedikit pun.

Sembari memutar tatapan, aku menekuk wajah dan meninggalkan wanita berambut sepinggang itu masuk. Kami berada dalam ruang kamar, duduk bersebelahan, dan aku bergeming tanpa suara.

Wanita di samping kanan mengelus rambut ini, dia pun menatap wajahku dan sesekali memerhatikan bagian bawah perut. Entah kenapa, si mama seperti curiga akan hal yang tidak diinginkan terjadi padaku.

Malam itu ketika bersama dengan Rey, kami biasa saja dan tidak ada sebuah skandal. Namun, malam itu aku kurang ingat apa yang terjadi setelah berada di halte bersama Reymon. Akan tetapi, tidak mungkin kalau dia telah berbuat skandal padaku di kamar kosan.

"Mama kenapa menatap aku seperti itu?" tanyaku, kemudian aku menoleh orang di samping kanan.

"Enggak apa-apa. Sayang ... kamu dari tadi pagi enggak mau makan. Apakah kamu enggak lapar, Sayang?" tanyanya sangat lembut.

Mama pun mengelus rambutku, lalu dia menyentuh lengan ini. Lamat-lamat, aku menyibaknya begitu saja agar jauh menyingkir. Akan tetapi, dia tetap saja menyentuh pipi ini dengan penuh kehangatan.

"Mama tahu kalau kamu masih trauma. Tapi, ini adalah mama Sayang ... orang yang telah melahirkan kamu. Kenapa takut? Kan, kita adalah satu kesatuan dari gen yang membelah menjadi generasi baru."

"Sudahlah, Ma, enggak usah bertele-tele. Sebenarnya apa yang mau Mama katakan sama Luna?" tanyaku ngegas.

"Hmmm ...," gumam si mama, dia menoleh ke samping kanan dan menaikkan kedua bola mata. Aku memerhatikan, lalu tatapan ini berpaling lagi.

"Pasti Mama mau bertanya, kalau aku lagi berhubungan pada laki-laki? Ma, aku enggak melakukan itu. Aluna enggak pulang 2 hari karena di taman, Aluna dipakasa dengan 2 orang preman. Lalu, datang satu lelaki yang menyelamatkan. Sejak malam itu, Luna enggak ingat lagi."

Pemuas Tante-TanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang