Bab 28 Permainan Dua Jari Tengah

2.3K 13 0
                                    

POINT OF VIEW
(Miska)

Pagi telah tiba, hari ini aku akan pergi bekerja dan kembali masuk dalam ruang lingkup orang-orang yang sedang meluapkan nafsu birahi semata. Dengan berdandan cantik, serta mengenakan pakaian serba seksi. Nuasa pakaian yang aku pakai adalah merah, sesuai dengan hati yang mulai berbunga-bunga.

Bukan karena aku mendapatkan manjaan dari Mas Ferdy, hanya itu yang dia mampu karena sudah tidak bisa membangkitkan alat prerangnya lagi. Namun, ini adalah kali pertama Reymon bercocok tanam dan menembakkan benih miliknya di dalam badanku.

Perasaan ini tergugah untuk mendapatkan sebuah bayi lagi, maka aku akan segera mendapatkan Reymon seutuhnya. Dengan begitu, maka tidak ada lagi alasan untuk Mas Ferdy berada di sampingku.

Aku berharap kalau benih yang diberikan Reymon akan berkembang dengan baik, tumbuh di dalam rahimku, serta berjenis kelamin laki-laki. Seumur hidup ini, tak sempurna rasanya bila tidak punya anak laki-laki.

Seraya ke luar dari dalam kamar, aku berjalan menuju meja makan. Di sana sudah ada makanan yang tersaji, karena para ART sepertinya sudah masuk dan bekerja lagi. Selama aku tinggal sendirian, tidak ada ART, karena aku bisa memenuhi pekerjaan diri.

Namun, sekarang Mas Ferdy akan kembali mengelola kantornya yang sempat kolavs, berarti dia akan banyak menghabiskan waktu di rumah. Setibanya di meja makan, aku bergeming seraya menatap ponsel di sebelah kanan.

Kabar dari Reymon tidak kunjung datang, tidak seperti biasanya yang selalu memberikan sebuah pertanyaan atau sekadar basa-basi. Dalam hari berharap, kalau dia akan memberikan kabar. Namun, malah dia tidak ada mengurimkan sepatah kata pun.

Sembari membuka ponsel, aku mengirimkan pesan singkat dari aplikasi berwarna hijau. Akan tetapi hanya centang satu, kemungkinan dia tidak mengaktifkan paket data.

Seraya menunggu, aku mengunyah kentang goreng dan beberapa sea food lainnya. Kemudian, suara seseorang membuka pintu kamar terdengar dari samping kanan. Ya, dia adalah Mas Ferdy, berjalan dengan sangat laju menujuku saat ini.

"Salamat pagi sayang ...," ucapnya sembari bergelayuh dalam ucap.

"Pagi!" jawabku ketus.

"Kamu kenapa cepat sekali bangunnya? Biasanya kalau udah lagi enak-enak sama aku selalu bangun lama," imbuhnya.

Seketika aku menoleh sang suami. Dia tidak berpikir panjang dalam berucap. "Mas, kamu itu enggak memberikan aku apa-apa. Kamu sekadar mencium saja, jangan mimpi kalau punya kamu bisa hidup lagi."

"Tapi, setidaknya kamu mendesah juga, Yank," tambahnya.

"Terpaksa!" pekikku ngegas.

Tanpa peduli akan ucapan ini, Mas Ferdy duduk sembari mengambil roti. Aku pun membiarkan dia begitu, tanpa ada pelayanan yang spesial. Karena gajiku dalam berkarir lebih besar, tidak akan Mas Ferdy mau macam-macam.

Justru, aku sudah berencana hal yang akan aku lakukan segera padanya. Ini adalah cara terbaik, semoga saja keberuntungan berada di tanganku. Ya, itu pasti. Tak tahan rasanya hidup satu rumah dengan lelaki impoten dan tidak punya gaji besar.

Sebagai seorang wanita, munafik kalau tidak mandang harta. Yang paling utama adalah kepuasan, dan itu pasti. Seraya meneguk susu hangat, Mas Ferdy main mata terhadapku.

"Kamu kenapa main mata, Mas? Lagi sakit itu mata kamu?" tanyaku.

"Aku hanya ingin ngetok sama kamu, seperti dulu kita malam pertama."

"Ngentok-ngentok, kamu kira aku mau. Udah, deh, sekarang kamu banyak-banyak latihan olahraga, biar oto*g kamu bisa hidup. Selagi dia mati, aku enggak akan memberikan ranjang sama kamu. Udah, ya, aku mau kerja. Kalau ada apa-apa jangan telpon, malas mendapat gangguan lelaki sampah!"

Pemuas Tante-TanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang