Bab 01 Awal Mula

49.8K 122 0
                                    

POINT OF VIEW

(Reymon Aditya Prakasa)

Tiga jemariku masuk dan lolos ke dalam sebuah indahnya dunia, membuat desahan itu semakin memenuhi lubang pendengaranku.

Tepat di dalam ruang pijat paling populer di kota ini.

"Ah ... ah ... ah ...."

Desahan pun aku terima ketika isapan manja dari wanita yang sekarang tengah menjongkokkan badan. Tepat berada di hadapan, perempuan itu mengelus samurai berukuran dua puluh dua sentimeter hingga mengeluarkan pelumas bening.

Menggunakan kedua tangan, aku menyeringai dan memaksa pasien pertama untuk mengemut hingga masuk secara keseluruhan. Desahan demi desahan pun tercipta, air ludah telah penuh membasahi dari ujung kepala hingga pangkal batang.

"Sayang ... enak banget, terus ...," desisku sembari menjambak rambut panjang lawan main.

"Aku enggak mau kalau hanya pakai jemari kamu, plis ... aku mohon pakai yang itu. Aku ingin menikmatinya," jawabnya.

"Jangan mimpi kamu, emang segampang itu bisa pakai barang aku seenaknya."

"Aku akan bayar 10 kali lipat dari harga normal, bagaimana?"

"Baiklah, kalau itu mau kamu. Jika akhirnya kau tak tahan, bukan urusanku! Kita mulai sekarang!" pekikku.

Tangan kanan ini yang sejak awal menggerakkan kepala, aku pun mencoba untuk memaksa masuk secara keseluruhan. Terlihat jelas, kalau pasien hanya mendelik dan ingin melepas kepalanya. Namun, aku masih memaksa dia untuk tetap berada di sana.

"Uhuk!" Secara spontan, pasien pun terbatuk dan membuang tatapan menuju lantai.

Terlihat dari kedua bola matanya sangat merah, dia mengeluarkan isi dari dalam mulutnya hingga merubah napas menjadi sangat ngos-ngosan.

"Hmmm, kamu enggak apa-apa?" tanyaku, lalu tangan kanan ini menyentuh dagunya untuk kami bersitatap.

Tanpa menjawab, pasien pun menggelengkan kepala. Lalu, dia mencoba menarik napas lagi.

Aku membatin dalam hati, 'tuh! Rasain kamu, emang enak dapat samurai yang panjangnya dua puluh dua sentimeter. Emang ini suami kamu, yang enggak bisa membuat enak.'

Sembari berdialog dalam hati, aku pun membangkitkan badannya menggunakan kedua tangan. Kemudian kami bersitatap dengan posisi badan yang bergeming. Menggunakan kedua tangan, aku mengelus dua gunung wanita di hadapan.

"Baby, kita masuk kamar aja, yuk," ajaknya secara spontan.

"Yuk, kita masuk kamar aja," jawabku.

Kemudian dia menarik tangan kananku, sementara si samurai berwarna cokelat itu tak masuk ke celana dalam. Kami bersama-sama melintasi dipan, memasuki ranjang yang terlihat sangat nyaman. Dengan cepat, wanita berambut sepinggang itu menaiki kasur berwarna serba putih.

Dia pun merebahkan kedua sayap, dengan tatapan yang penuh nafsu. Pintu kamar telah terkunci sangat rapat, sehingga tak ada yang bisa memantau kami dari luar rumah. Aku yang masih berada di samping meja rias, mencoba untuk bergerak laju.

Tatapan pun kubuang menuju pasien yang hanya memakai celana dalam dan bra serba hitam. Kemudian aku melepas celana jins panjang dan hanya mengenakan bokser pendek. Badan ini pun bergerak menaiki ranjang, lekuk sprei mulai tak beraturan sejak kami berdua.

Kemudian badan ini menaiki tubuh mungil sang lawan, akan tetapi dia telah lemas lebih dulu. Padahal, kami belum sempat memasuki trowongan gelap sedikit berambut itu.

Pasien pertamaku menyentuh tubuh ini yang telah berbentuk kotak-kotak, dia pun membuat aku semakin merasa sangat bahagia. Dengan mendekatkan mulut di daun telinga lawan bicara, aku pun mengatakan sesuatu.

Pemuas Tante-TanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang