Cerita ini aku buat dengan imajinasiku, pemikiranku, dan tanganku yang ngetik. DILARANG mencomot sebagian part, meng-copy apalagi memplagiat dengan tangan iseng.
☘️☘️☘️Salvia Alamanda bekerja di pabrik pembuatan tahu sejak pagi hingga sore. Tak sampai di situ, ia pun mengambil kerja sampingan sebagai tukang cuci piring di sebuah restoran.
Jelas ia bosan dan lelah dengan pekerjaannya, tapi demi biaya hidup sehari-hari yang semakin mahal, ia tetap bekerja. Bahkan berniat untuk kerja freelance setelah pulang dari restoran.
"Salvia hidungmu berdarah," kata seorang asisten dapur.
Cairan hangat terasa jatuh dari lubang hidungnya. Salvia mendongak tinggi-tinggi agar darah yang keluar tidak semakin deras. Ia buru-buru menyeka kedua tangan yang basah, lalu merogoh bungkus tisu kecil dari kantung celemek.
Perlahan ia mengusap darah tersebut, tetapi darah yang keluar belum juga berhenti.
"Apa kau sakit, Salvia?"
"Aku baik-baik saja."
"Pergilah ke dokter. Ini bukan pertama kali kau mimisan."
"Aku akan pergi ke dokter besok," balas Salvia sembari membersihkan sisa darah di hidungnya. "Mimisanku sudah berhenti. Jangan khawatir."
"Sudah kukatakan untuk pergi ke dokter, tapi kau selalu menundanya." Si asisten dapur menggeleng tak bisa membantu.
"Aku hanya lelah. Setelah istirahat, mimisan sialan ini pasti tidak kambuh lagi."
"Ingat untuk pergi ke dokter besok."
Salvia tersenyum cerah dan merasa bersyukur ada yang memperhatikannya. Usai membuang tisu bekas mimisan, ia kembali melanjutkan pekerjaan. Salvia merasa tubuhnya semakin lelah dan kelopak matanya pun terasa berat.
Beruntung sekali karena restoran akan segera tutup dan setelah membersihkan puluhan piring itu, ia bisa pulang.
Salvia menahan rasa kantuknya, berhasil menyelesaikan pekerjaan dan dibayar saat itu juga. Rasa lelahnya sudah terbayar. Tangan kirinya merogoh sebuah bungkusan plastik sedangkan tangan kanannya memasukkan gajinya ke dalam tas. Ia membuang bungkusan sisa makanan itu ke dalam tong sampah, lalu pergi ke halte bus terdekat.
Meski sendirian di halte bus, ia tidak takut, karena masih banyak kendaraan berlalu-lalang. Agar tidak bosan ia mengeluarkan sebuah novel yang dibacanya beberapa hari terakhir. Novel tersebut ia temukan di bangku halte tempat ia duduk, mungkin seseorang tidak sengaja menjatuhkannya.
Ia menyukai novel tersebut karena kehidupan para tokoh yang mapan. Bahkan tokoh antagonis pun bahagia dan bergelimang harta sebelum berakhir tragis. Salvia menutup novel karena kelopak matanya terasa berat dan napasnya tersendat-sendat. Ia bangkit, menjatuhkan novel tersebut saat melihat bus semakin mendekat.
Tepat ketika bus berhenti di halte, tubuh Salvia roboh, tapi ia masih mempertahankan kesadaran. Kalau saja ia pergi ke dokter, maka ia tidak akan mengalami hal ini.
Pria bersetelan hitam keluar dari bus lalu berjongkok untuk mengamati keadaan Salvia. Pada saat itu Salvia merasa sudah menemukan penyelamat.
"Tolong antar ... saya ke rumah sakit."
Merasa lega karena sudah menemukan orang yang bisa menolongnya, Salvia membiarkan mata yang semakin berat terpejam.
****
Salvia dapat merasakan tubuhnya saat ini berbaring di atas kasur empuk. Kepalanya masih terasa sakit berdenyut hebat. Merasa kesulitan membuka kedua kelopak matanya yang terasa berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Antagonis Tuan Muda Bintang (END)
FantasySalvia Alamanda bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Kesehatannya semakin memburuk. Pada malam itu ketika ia tengah menunggu bus sambil membaca novel favoritnya, napasnya menjadi berat dan pandangannya gelap membuatnya ambruk. **** Siapa sangk...