Suara lembut pria itu seolah mampu menerbangkan ia bersama angan-angannya. Tadi Salvia langsung kabur meninggalkan Bintang di lantai bawah. Ia merasa semakin mendengarkan ucapan pria itu semakin membuatnya terbius.
“Salvia, kau harus ingat. Kau berasal dari dunia nyata.”
Sialnya meski masih di dunia nyata pun ia sudah mengagumi karakter Bintang. Pria maskulin dengan kepribadian dingin di samping itu juga perhatian. Kadang Salvia berharap bahwa ialah karakter utama bukan Joana. Ia akan tertawa ketika membayangkannya.
“Aku sempat membayangkan jadi karakter utama menggantikan Joana, ujung-ujungnya malah menjadi karakter antagonis.”
Ia berguling-guling di ranjang, tidak bisa tidur sampai dini hari. Merasa tidak nyaman karena Joana ada di rumah yang sama dengannya.
“Joana sudah pulang belum, ya? Atau jangan-jangan—” Ia memotong ucapannya dan mulai memejam.
*****
Bintang meletakkan tangannya pada gagang pintu kamar Salvia. Memutar knop lalu mendorong pintu tersebut. Manik coklatnya yang indah menemukan Salvia dalam posisi tertidur lelap. Ia melangkah pelan melewati sofa menuju ranjang.
Pria itu berbaring secara perlahan di sebelah Salvia. Jemarinya melukis di atas wajah Salvia yang masih tertidur. Entah apa yang dipikirkan pria itu, pagi-pagi datang ke kamar Salvia.
Salvia yang merasa wajahnya gatal mulai membuka kelopak mata. Hidungnya mencium aroma bergamot dan seketika itu ia menegakkan punggung sembari menoleh ke samping kiri.
“Kenapa kau di sini?”
“Membangunkanmu,” jawabnya singkat. Kemudian bangkit dari ranjang. Bintang merapikan kemejanya lalu melirik santai pada Salvia. “Cepat siap-siap, sudah waktunya sarapan.”
“Hm, aku mandi sekarang.”
Sarapan dan makan malam bersama sudah menjadi aturan pada kontrak mereka. Namun, anehnya mereka tidak tidur satu kamar. Hal itu pernah menjadi bahan gosip para pelayan maupun koki. Ketika Bintang secara tidak sengaja mendengar gosip tersebut, ia memberikan mereka peringatan keras.
Salvia tengah memilih outfit setelah selesai mandi. Karena hari ini ia punya jadwal berkunjung ke rumah utama, sebaiknya ia mengenakan dress. Ia mengambil dress berwarna krem lalu memakainya.
Hanya memikirkan bertemu ayah dan ibu mertuanya sudah membuat perutnya mulas. Kedua orang itu tahu kalau ia dan Bintang hanya menjalani pernikahan kontrak. Akan tetapi, di depan orang-orang mereka tetap bersikap seolah Salvia adalah menantu resmi mereka.
Berulang kali Salvia mengatur napasnya. Ketika sampai di ruang makan, maniknya menemukan sosok yang sangat ingin ia jauhi.
“Selamat pagi, Nona,” sapa Joana.
“Selamat pagi.” Ia membalas singkat dengan senyum canggung yang tipis. Salvia bisa menebak kalau perempuan ini menginap semalam.
“Karena sudah larut aku biarkan asistenku tinggal di kamar tamu semalam,” jelas Bintang tanpa menoleh pada Salvia.
“Tidak masalah.” Salvia bersikap acuh tak acuh. Jika itu Salvia asli, meja makan ini pasti sudah berantakan karena amukan. Salvia pernah membacanya pada bab jauh sebelum Salvia asli mati. Tidak akan ada adegan itu lagi. Salvia akan mengubah semua hal buruk yang pernah dilakukan si karakter antagonis.
Namun, sikapnya yang tiba-tiba menjadi apatis menarik perhatian Bintang. Pria itu lagi-lagi memilih memperhatikan Salvia daripada menyuap sarapan. Sementara Joana merasa canggung karena tidak ada yang berbicara lagi.
Jadi Joana membuka percakapan, “Makanan ini sungguh lezat. Saya jadi ingin datang setiap hari untuk sarapan di sini.” Kemudian Joana terkekeh.
Dia mungkin berpikir tidak masalah mengatakan itu dengan nada bercanda. Namun, bagi Salvia yang tidak bisa menjauh dari karakter utama ini merupakan tekanan berat.
“Kau bisa datang dan sarapan. Mulai besok kau yang akan mengantarku,” ucap Bintang.
Salvia sibuk mengolah kata untuk menanggapi ucapan Joana, tapi didahului untuk oleh Bintang. Sialnya Bintang malah mengundang perempuan itu sarapan setiap hari ini.
Kini, ia tidak tahu harus berkata apa.
“Terima kasih, Tuan. Lalu bagaimana dengan Pak Arsana?”
“Dia bisa langsung berangkat ke kantor.”
“Pak Arsana sudah lama bekerja untuk Tuan, dia pasti akan cemburu kalau saya mengambil alih pekerjaannya mengantar dan menjemput Tuan.”
“Dia bukan orang yang perhitungan. Dia malah akan senang karena beban kerjanya berkurang,” sahut Bintang dengan santai. Ia mulai menyuap sarapannya.
“Tuan dan Sekretaris Arsana adalah pekerja keras. Saya juga akan bekerja keras.”
Salvia melihat langsung interaksi para karakter utama. Ia dibuat duduk tanpa kata karena tak bisa masuk ke dalam percakapan mereka. Ah! Bukan. Itu karena Salvia tak mau mengganggu mereka.
Ia mengutuk Bintang dalam benaknya, mengacaukan rencananya untuk menjauhi Joana. Sekarang ia perlu mengatur ulang rencananya. Dan rencana itu harus lebih matang lagi.
“Oh iya, Nona Salvia hanya diam saja dari tadi, apa saya membuat Nona tidak nyaman? Saya minta maaf Nona,” ujar Joana dengan nada penyesalan.
Salvia memaksa diri menarik sudut bibirnya. “Jangan bertanya terang-terangan begitu. Kau semakin membuatku tidak nyaman.”
Sayangnya Salvia hanya bisa mengutarakan kalimat itu dalam benaknya. “Maaf, sepertinya aku membuatmu merasa begitu. Aku diam karena sedang memikirkan suatu hadiah untuk ibu dan ayah mertuaku,” jawab Salvia, menemukan alasan saat itu juga.
“Ah ... begitu rupanya. Nona akan ke rumah Tuan Besar.”
“Ya, begitulah.”
“Aku akan mengantarmu, sekalian mampir,” kata Bintang.
“Tidak, tidak. Aku perlu mencari hadiah dulu dan mungkin akan lama. Kau bisa mampir sendirian, ‘kan?”
Bintang berdecak. “Aku bilang akan mengantarmu. Kau mau aku mengulangi untuk ketiga kalinya.”
Salvia menggeleng pelan sambil merutuk dalam benaknya.
“Aku ambil tas dulu.” Salvia mendorong kursi dan bangkit. Pagi ini sungguh merusak suasana hatinya.
*****
Joana pulang ke rumahnya untuk berganti dan setelah itu ia harus kembali ke kantor. Pintu kamarnya diketuk oleh seseorang, Joana segera melangkah untuk membuka pintu.
Seorang pria kemudian menerobos masuk ke kamarnya tanpa izin. Joana menampilkan ekspresimu keberatan, tapi tidak membuka mulut untuk melarang.
Pria yang mengenakan setelan suit biru gelap itu lalu duduk di sofa single dekat dinding. Dia adalah Banyu, kakak kandung Joana. “Kau tidak pulang semalaman. Apa kau menginap di kantor atau menginap di rumah Bos-mu yang super kaya itu?”
Joana menarik napas dan mengembuskannya sebelum menjawab Banyu, “Aku menginap di rumah Tuan Bintang. Kenapa kau pagi-pagi menerobos ke kamarku?”
“Wah! Adikku sudah pintar mendekati pria. Tapi, kudengar Bintang Sagara sudah punya istri.”
“Iya, memang, Tuan Bintang sudah menikah. Tarik kata-katamu tadi. Apa Kakak sedang menghinaku?” Mata Joana berkaca-kaca.
Banyu bangkit dari duduknya. Dahinya nampak berkerut ketika menghampiri Joana. “Mana ada aku menghinamu. Omong-omong apa wanita itu cantik? Ya, sudah pasti, kan, wanita yang bisa memenangkan hati Bintang Sagara pastilah sangat cantik.”
Joana terdiam bukan karena memikirkan ucapan kakaknya, melainkan ia menemukan sebuah fakta mengejutkan tadi malam. “Aku merasa aneh dengan pernikahan mereka.”
“Aneh bagaimana?”
“Mereka pisah ranjang sejak awal menikah.”
“Bagaimana kau bisa tahu?”
“Pelayan yang memberitahuku.”
“Mungkin mereka akan segera bercerai,” kata Banyu. “Tidakkah kau berpikir kesempatan akan datang padamu?”
Joana menggeleng malas. “Aku tidak mau membahas ini lagi. Keluar dari kamarku, Kak.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Antagonis Tuan Muda Bintang (END)
FantasySalvia Alamanda bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Kesehatannya semakin memburuk. Pada malam itu ketika ia tengah menunggu bus sambil membaca novel favoritnya, napasnya menjadi berat dan pandangannya gelap membuatnya ambruk. **** Siapa sangk...