Pagi-pagi sekali Kelvin membawakan cupcake, cookies dan roti croissant yang dia beli dari toko langganan ibunya. Dia mengikuti saran Bintang untuk meminta maaf pada Salvia lantaran sudah membentak tadi malam.
Lengkungan senyum terukir di wajahnya. Dengan senang hati menata semua kue yang dia bawa di atas tiga piring.
"Apa yang kau lakukan pagi-pagi di sini?" Salvia bertanya dengan nada sinis. Bersandar ke belakang sembari melirik kue-kue tersebut yang nampak lezat.
"Haha," Kelvin tertawa canggung, tak seperti semalam ia bisa membentak Salvia tanpa pikir panjang. "Aku membentakmu semalam. Karena itu aku merasa bersalah padamu, aku minta maaf Salvia," katanya setelah duduk di sebelah kursi Salvia, membuatnya semakin tak nyaman. Wajah garang Kelvin tadi malam sekarang seperti anak kucing yang ingin dielus.
"Heh, setelah membuatku tidak nyaman, mudah sekali kau ingin dimaafkan."
"Aku hanya membentakmu saja, bukan memakimu. Kau tidak ikut-ikutan Joana yang tidak mau memaafkan aku, 'kan?"
Memutar wajahnya ke samping kiri untuk melihat Kelvin, Salvia mengamatinya dengan tatapan lekat. "Tidak usah minta maaf," ujarnya mengibaskan tangan lalu berucap lagi, "Aku tak menganggap dirimu penting, kok." Lantas ia bangkit sembari mengembuskan napas penat, setelahnya berlalu membiarkan Kelvin termangu.
"Sangat menohok," Kelvin bergumam dan kepalanya tertunduk.
Saat itu Bintang baru memasuki ruang makan. Ia menyapu tatapan ke seluruh ruangan tersebut, tetapi hanya menemukan Kelvin.
"Di mana Salvia?"
Kelvin mendongak, "Dia pergi setelah menikamku."
"Apa? Tapi kau tidak kesakitan."
"Menikamku dengan ucapannya."
"Kau bicara setengah-setengah, mau buat orang salah paham sepagi ini." Bintang menarik kursinya agar bisa duduk. "Pergi sana kalau urusanmu sudah selesai."
"Ha? Kau mengusirku? Aku mau sarapan dulu sebelum pergi."
"Kau tidak diizinkan ikut sarapan di sini. Jadi, pergilah sekarang dan beli sarapan di kafe saja," sahut Bintang yang terdengar seperti perintah.
Meski enggan, Kelvin tetap bangkit daripada merusak suasana hati Bintang seperti tadi malam. Lelaki itu melewati ruang depan dan menoleh ke tangga menuju lantai dua. Sempat berpikir untuk mencari Salvia, tapi terlalu berlebihan rasanya. Maka Kelvin putuskan untuk melangkah pergi dari kediaman tersebut.
Sementara di ruang makan, Bintang memanggil salah seorang asisten rumah bernama Lara. "Panggilkan Salvia."
"Baik, Tuan Muda." Dengan segera Lara melangkah keluar dari ruang makan, melewati ruang depan untuk menaiki anak tangga ke lantai dua. Lara berjalan di koridor dan berhenti begitu menemukan pintu kamar Salvia. Wanita berusia 27 tahun itu mengetuk pintu kamar tersebut dan tak lama wajah Salvia muncul dari balik pintu.
"Tuan Muda meminta Nona untuk sarapan," ujar Lara.
"Aku mau ke kediaman utama sekarang dan sarapan di sana saja."
Lara mengangguk dan setelahnya berlalu guna melapor pada Bintang.
****
Laura tidak memanggilnya untuk sarapan, Salvia sendiri yang berinisiatif dan menghubungi ibu mertuanya. Ia ingin mencari udara segar dengan pagi-pagi keluar dari rumah.
Langkah Salvia melambat. "Kau akan berangkat sepagi ini?" Salvia bertanya saat melihat Bintang di sebelah mobil hitam yang sering dikendarainya ke kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Antagonis Tuan Muda Bintang (END)
FantasiaSalvia Alamanda bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Kesehatannya semakin memburuk. Pada malam itu ketika ia tengah menunggu bus sambil membaca novel favoritnya, napasnya menjadi berat dan pandangannya gelap membuatnya ambruk. **** Siapa sangk...