Maaf kalau masih ada typo. Jangan lupa voment.
*****
“Aku terlalu terburu-buru tadi malam. Dia pasti menyebutku pembohong, orang yang tidak masuk akal dan mungkin menyebutku brengsek. Ucapannya membuat ketenanganku terkikis. Apa yang harus aku katakan sekarang? Dia sama sekali tidak menoleh sejak duduk di meja makan. Dia sedang mengabaikanku. Ya, aku yakin,” Bintang membatin. Kedua maniknya memindai Salvia yang sibuk menyuap sarapan nasi goreng.
Apakah karena nasi goreng itu begitu lezat sampai melupakan orang di hadapannya?
Nasi goreng di piring Bintang tidak tersentuh sama sekali karena ia sibuk berpikir. Sibuk menerka-nerka apa yang tengah Salvia pikirkan tentang dirinya.
Dia sendiri pun heran dengan dirinya tadi malam. Bisa-bisanya mengatakan tidak ingin mengakhiri pernikahan tanpa penjelasan yang bisa dipahami, padahal Salvia sangat ingin berpisah dengannya. Lantas bagaimana dia akan membujuk Salvia?
“Menolehlah. Tanya apa saja padaku. Aku bingung harus mulai dari mana.” Bintang masih giat memindai Salvia.
Wanita itu sudah selesai menyarap dan tanpa sengaja tatapan mereka akhirnya bertemu.
“Mabukmu sudah hilang, ‘kan?”
“Aku tidak mabuk semalam. Dan sangat sadar,” Bintang menjawab cepat. Merasa kesempatan untuk berbincang telah datang, ia menambahkan, “kau pergi terburu-buru tadi malam. Kau belum mendengar lanjutannya.”
“Apa masih ada lanjutannya?”
“Salvia, aku membutuhkanmu di sisiku.”
Mata Salvia tidak berkedip saat memandangi Bintang dengan tatapan mencemooh. “Lupakan berhubungan baik. Kau membutuhkan aku? Hanya karena butuh saja?”
“Kau tidak masuk akal. Di luar sana ada banyak orang yang akan mengantre jika kau membuka lowongan. Aku mau menjalani kehidupanku sendiri.”
“Bukan mereka yang aku inginkan. Kau bisa tambahkan syarat apa pun. Pasti kupenuhi.”
“Menambahkan syarat yang bisa kau penuhi?” ulang Salvia, yang kemudian tersenyum miring, “kau tidak akan bisa memenuhi persyaratan yang aku minta.”
“Katakan saja apa yang kau minta.”
“Mengembalikan aku ke duniaku. Kau bisa? Pastinya tidak bisa. Jadi, percuma kalau aku katakan.” Salvia mendesah lalu bangkit dari kursinya. “Dengar, ya, ketika waktunya tiba, aku harap kau menerima apa yang telah kita setujui.”
Bintang bergegas berucap lagi saat Salvia akan melangkah. “Baron mengundang kita ke rumahnya.”
Salvia mengangguk. “Tenang saja aku akan datang bersamamu. Namun, sampai saat itu, aku tidak ingin bertemu ataupun melihatmu.”
“Mengapa begitu?” Bintang berdiri lalu menghampiri Salvia.
“Kau sudah tidak menarik lagi,” sahutnya kesal.
Ia hanya menatap punggung Salvia yang menghilang di balik dinding tangga. Mencerna kembali yang barusan ia lontarkan. Ia merasa arti ucapannya sudah cukup untuk membuat Salvia berpikir lagi agar tetap di sisinya.
Waktu senggangnya pagi ini ia habiskan memikirkan kembali di mana letak kesalahannya. Satu yang pasti, Bintang terlalu terburu-buru.
****
“Kuharap mereka menyukai kue-kue ini,” kata Salvia ketika dirinya dan Rayno berdiri di depan rumah orang tuanya. Saat ini sudah jam makan siang, ia berharap ibunya mengizinkan masuk dan mereka bisa menyantap makan siang bersama. “Bunyikan belnya.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Antagonis Tuan Muda Bintang (END)
FantasySalvia Alamanda bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Kesehatannya semakin memburuk. Pada malam itu ketika ia tengah menunggu bus sambil membaca novel favoritnya, napasnya menjadi berat dan pandangannya gelap membuatnya ambruk. **** Siapa sangk...