Sesungguhnya apa ia boleh memiliki semua ini?
Tiga set perhiasan yang katanya adalah desain terbaru toko ini, diletakkan berjejer di depan Salvia. Satu set perhiasan dengan mahkota berlian putih, satu set lagi adalah berlian merah dan yang terakhir bertahtakan berlian biru.
Jika Salvia berkata ingin memiliki ketiga set perhiasan itu, maka tidak diragukan lagi Bintang akan meminta staf untuk langsung mengemas ketiganya.
Tatapannya terpaku bersamaan dengan tangannya yang membeku di atas set perhiasan berlian biru. Itu sangat indah dan memanjakan mata.
"Kau menyukai yang ini?" tanya Bintang bernada antusias.
"Warna birunya sangat indah," balas Salvia.
"Ya? Warna biru? Aku pikir kau menyukai desainnya. Ternyata kau menyukai warnanya." Nampak senyum kecil terukir di wajah Bintang meski hanya sesaat.
Kalau boleh jujur Salvia tidak begitu paham akan desain perhiasan, jadi mana pun yang bagus di matanya, ia akan memilih yang itu. Kalau Bintang atau staf toko tahu, pasti mereka akan menertawakannya habis-habisan.
"Aku juga suka desainnya dan berlian biru itu menambah daya tarik kalungnya. Aku pilih yang ini," terang Salvia sambil menunjuk set berlian biru.
"Kita ambil yang ini," kata Bintang yang setelah itu berdiri. Laki-laki itu mengulurkan tangan pada Salvia, bermaksud untuk membantu Salvia berdiri.
Apa lagi ini?
Salvia bisa berdiri sendiri, tapi ia meraih tangan Bintang. Karena menolak kebaikan pria itu akan membuatnya mati semakin cepat.
"Aku harus kembali ke kantor sekarang. Biar Arsana yang mengantarmu pulang," ujar pria bermata coklat gelap saat mengarahkan tatapan pada Salvia.
"Lalu siapa yang akan mengantarmu ke kantor? Aku naik taksi saja."
"Tidak bisa. Kau baru saja membeli barang-barang mahal, apa kau yakin mau naik taksi?"
"Baiklah kalau begitu."
Mereka berjalan berdampingan layaknya pasangan suami-istri sungguhan, dan banyak pasang mata yang diam-diam mengagumi mereka.
Arsana sudah lebih dulu berjalan dengan langkah cepat menuju tempat parkir. Niatnya tentu saja agar kedua bosnya tidak lama menunggu di depan mall.
****
Wanita berambut hitam legam yang kuncir kuda berlari kecil, dengan senyum merekah di wajahnya. Wanita itu terdengar terengah-engah ketika berhenti di depan Salvia dan Bintang.
Mata Salvia melotot seperti melihat hantu, tapi wanita itu jelas manusia. Jangan bilang wanita itu adalah Joana Eliza. Dari ingatan Salvia tentang Joana, wanita itu suka menguncir rambutnya dan senyumnya juga manis sampai membuat orang yang melihat ikut tersenyum kecil.
"Tuan, saya tidak terlambat, 'kan."
"Tepat waktu," balas Bintang.
Salvia bergantian menatap wanita itu lalu Bintang. Yang benar saja! Kenapa wanita itu harus muncul saat ia masih bersama Bintang?
"Pulanglah," pinta Bintang pada Salvia saat mata mereka saling menatap. Bintang membuka mulutnya lagi dan menambahkan, "aku kembali ke kantor bersama dia. Tidak usah khawatir."
"O-oh, ya, silakan."
"Kenapa jadi kaku begitu?" Mata Bintang memindai Salvia.
Meskipun alur cerita sudah berubah, tapi Joana masih datang ke mall dan mengantar Bintang ke kantor. Bukankah mereka tetap punya waktu berduaan, walau beda adegan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Antagonis Tuan Muda Bintang (END)
FantasySalvia Alamanda bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Kesehatannya semakin memburuk. Pada malam itu ketika ia tengah menunggu bus sambil membaca novel favoritnya, napasnya menjadi berat dan pandangannya gelap membuatnya ambruk. **** Siapa sangk...