“Apa pekerjaanmu sekarang?” Salvia melontarkan pertanyaan pertama. Ia merasa seperti pembawa acara yang sedang melakukan tanya jawab dengan tamu yang diundang.
Rayno menggaruk kepala belakangnya sembari menjawab, “Freelancer. Aku punya bakat dalam desain grafis.”
“Oh.” Salvia mengangguk. Boleh juga pekerjaan Rayno dan pantas saja pria ini seperti punya waktu luang setiap saat.
“Seberapa dekat kau dengan orang tuaku?”
“Bisa dibilang aku seperti putra mereka sejak kau menikah. Aku menjaga mereka untukmu.”
“Ah! Jadi, mereka lebih memilih orang lain menjadi anak mereka.” Salvia mengangguk beberapa kali lalu menyesap kopinya. Tentu saja tidak menyangka pria ini bisa menarik perhatian kedua orang tua Salvia. Namun, ia ingin membuktikan ucapan Rayno, apakah yang dikatakannya benar atau hanya karangan saja. Alih-alih menjauhi Rayno, Salvia mengubah pikiran sejak pertemuan kedua mereka di kafe ini, untuk mencari tahu kebenaran tentang Rayno yang mengaku sebagai temannya.
“Terima kasih telah menjaga mereka. Mereka pasti marah padaku setiap hari, ‘kan?” Salvia menundukkan kepala.
“Jangan bicara begitu. Mereka sangat menyayangimu,” balas Rayno, suaranya pelan dan terdengar lembut.
“Aku memang tidak berbakti. Bahkan, aku lupa makanan kesukaan mereka.”
Rayno membuka mulut seperti ingin mengatakan sesuatu. Namun, tangannya bergerak mengambil cangkir kopi dan menyesapnya. Setelah meletakkan kopinya barulah ia berucap, “Akan kukirim daftar apa saja yang disukai orang tuamu lewat pesan.”
“Maaf, merepotkanmu kalau begitu. Soal usulmu untuk mengunjungi keluargaku lagi, bagaimana kalau kau juga ikut? Bisa, ‘kan bantu aku lagi?”
Kedua sudut bibir Rayno terangkat nampak hangat. “Akhirnya kau mengatakannya juga.”
“Begitu, ya. Mari bicarakan hal lain,” kata Salvia mengubah topik.
Rayno mengangguk, wajahnya yang tersenyum cerah nampak antusias. “Tentu, kau jangan bersedih lagi.”
Ia ingin tahu bagaimana Salvia asli di mata pria ini apakah seperti yang ia ketahui dari novel ataukah pria ini hanya mengomong kosong.
“Aku berencana untuk membuka usaha dengan uang tabunganku. Kurasa tabungan itu sudah cukup untuk membangun sebuah—”
“Tunggu sebentar,” Rayno menyela membuat kedua alis Salvia bertaut. “Kau berencana membangun sebuah usaha? Apa kau kerasukan?”
Mata Salvia menyorot tajam pada Rayno. Ia mengembuskan napas kesal sebelum menyahut, “Kerasukan, ya? Mungkin seorang malaikat telah mengambil alih tubuhku. Aku bilang ingin membuka usaha, ya, buka usaha. Memangnya kau pikir aku bodoh, sehingga tidak tahu cara memulai usaha?”
“Tapi, kau membuatku cemas. Kau mungkin akan menghabiskan uangmu untuk membuka usaha yang kemungkinan akan gagal.” Setelahnya Rayno menyesap kopi, mengamati Salvia dalam-dalam.
“Katanya kau teman terdekatku. Tapi, kau tidak mendukung rencanaku. Ini baru rencana saja. Rencana!”
“Kalau sejak dulu kau memiliki niat untuk bekerja, aku tidak akan cemas. Kau menghabiskan hari-harimu dengan jalan-jalan dan menghamburkan uang suami kontrakmu itu. Apa kau yakin masih punya tabungan? Kurasa kau sudah menghabiskan semuanya,” cibir Rayno.
Benar sekali. Setelah mendapatkan uang dan barang-barang mahal dari Bintang, Salvia hanya fokus berperan sebagai istri kontrak Bintang Sagara. Dan karena Bintang juga tidak mau memberikannya pekerjaan, membuat Salvia hanya menghabiskan waktu di rumah, jalan-jalan, belanja dan berkumpul dengan orang-orang yang disebutnya ‘teman.’
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Antagonis Tuan Muda Bintang (END)
FantasiaSalvia Alamanda bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Kesehatannya semakin memburuk. Pada malam itu ketika ia tengah menunggu bus sambil membaca novel favoritnya, napasnya menjadi berat dan pandangannya gelap membuatnya ambruk. **** Siapa sangk...