10.kucing yang nurut

344 81 29
                                    

Jennie ikut bergabung bersama dengan Reta yang sedari tadi sudah asik menari kesana kemari, dentuman musik yang menggema membuat ritme yang berada di dalam tubuh Jennie seolah merasa tertantang untuk bergabung bersama yang lainya.

Jam menunjukan pukul satu malam dini hari tersebut merupakan hal yang lumrah bagi yang terbiasa datang, tak terkecuali Jennie.

Makin malam makin ramai, makin panas, makin sesak, makin menuju puncak.

Tapi siapa sih cewek yang datang ke club pake leather blazer? Oke, bukan maksud mengkotak-kotakan suatu golongan cewek dengan outfitnya datang ke club, tapi pengecualian untuk Jennie yang gak tau ide dari mana ke club pakai leather blazer, dimana cewek lain berlomba lomba menggunakan dress terbaik mereka.

Jennie ikut menggerakan badanya di sebelah Reta yang sudah lebih dulu tiba. "Mau fashion week lo?!" teriak Reta setelah melihat penampilan Jennie dari atas sampai kaki. Dibandingkan datang ke club, outfit Jennie lebih cocok untuk menghadiri acara fashion week.

"Gue pake camisole lagi kok, biar sampe apart bisa langsung rebahan tinggal lepas doang."

"AU AH!!! Yang penting joget!!!" ucap Reta yang berteriak di sebelah telinga Jennie.

Belum ada setengah jam Jennie bergabung, tiba tiba Reta berteriak di telinga Jennie lagi, kali ini sambil tanganya menggandeng cowok yang Jennie gak tau jelas siapa orangnya.

"Gue tinggal ya, ada cowok gue nih nyamperin!!"

"HAH?!!!?! APAAN?!?!?"

"GUE TINGGAL YA, COWOK GUE NYAMPERIN, LO GAPAPA SENDIRIAN?!?!? APA MAU IKUT GUE?!?!?" ucapnya makin keras.

Setelah Reta bilang kalau cowoknya yang menghampirinya, baru lah Jennie menganggukan kepalanya sambil jari tengahnya ia berikan pada Reta.

"Gue nggak mau jadi obat nyamuk lo!!!!"

"OKE!!!! GUE CABUT YAA!!! Muachhh!!!" Reta memberikan ciuman pipi pada Jennie yang berakhir Jennie usap lagi pipinya.



Pukul dua malam lewat Jennie berjalan keluar sambil sempoyongan, bodohnya adalah ia malah menuju area parkir mobil padahal jelas-jelas ia kesini gak pakai mobil.

Beberapa kali Jennie sempat berjongkok, rasa mual perutnya membuat Jennie gak tahan lagi. Ia mengeluarkan jedai dari dalam tasnya, dan mulai menggulung rambutnya asal sampai berhasil dijepit oleh jedainya tersebut.

Di sisi lain masih dalam area parkir club tersebut, ada cowok yang sedang berdiri, terlihat dari gelagatnya sepertinya sedang telfonan dengan seseorang. Sampai dimana cowok tersebut yakin kalau cewek yang ia lihat barusan itu benar adalah Jennie, bukan yang lain.

Tama menghembuskan asap rokoknya ke udara, kedua alisnya bertaut setelah mendengar jawaban dari pihak yang di telfonya.

"Mundurin aja dua hari, nanti masalah transport gue yang atur. Iya iya, gampang itu mah, kalo besok banget gue nggak bisa lah—" ucapanya terpotong begitu yakin kalau yang dilihatnya itu adalah Jennie yang sedang berjalan sempoyongan.

Tunggu, sempoyongan? Sendirian, keluar dari club? GILA, pikir Tama.

Ia melihat ke sekeliling area parkir, tidak ada orang sama sekali kecuali dirinya dan Jennie yang entah nyawa sadarnya sedang ada dimana.

"Sorry banget gue matiin dulu ya, nanti gue telfon lo lagi." Tama langsung mematikan sambungan telfonya.

Tanpa berpikir panjang lagi itu benar Jennie atau bukan tapi yang pasti Tama yakin bahwa itu adalah Jennie, ia langsung menghampirinya.

Melihat penampilan Jennie dari atas sampai bawah membuat Tama menghela nafasnya lega.

Ketika Tama sudah berdiri di hadapanya, yang Jennie lakukan adalah berjongkok, rasa mual di perutnya semakin terasa, apalagi bau rokok yang tercium.

coeur de papierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang