BAB 20

1.2K 52 1
                                    

Kevin tiba-tiba saja mengajak makan malam tim. Sebenarnya aku ingin menolak namun aku juga tidak enak jika harus melakukannya terlebih takutnya nanti akan semakin membuat canggung suasana tim sehingga dengan terpaksa aku pun ikut bergabung. Kami berencana untuk makan malam di salah satu restoran Jepang yang cukup terkenal di Jakarta dan setelah jam pulang kami sepakat akan langsung bertemu di sana.

"Elo beneran jadi ikut?" tanya Mbak Maura yang telah selesai dengan kegiatan bersiap-siapnya agar bisa pulang secepatnya ke rumah.

"Mau bagaimana lagi? Enggak enak kalau gw enggak gabung."

"Makan yang banyak dan kalau perlu pesan yang paling mahal. Kevin kan yang bayar?"

"Parah lo mbak, ajaran sesat. Tetapi boleh juga sih hehehe."

"Oh iya soal Kevin sama istrinya, elo enggak apa-apa?"

"Maksudnya?"

"Bukan apa-apa, gw sama Muda cuman khawatir saja kalau nama elo nanti ikut terseret dengan permasalahan mereka. Apalagi ada yang dengar katanya nama elo juga di sebut-sebut pas mereka berantem kemarin."

"Sudahlah mbak, enggak usah dipikirin. Selama gw enggak berbuat salah gw enggak akan takut. Lagi pula itu urusan rumah tangga mereka dan gw enggak mau ikut campur apa pun."

"Ya sudah, gw balik ya. Hati-hati jangan pulang kemaleman. Ingat, elo baru keluar rumah sakit." nasihatnya yang seketika membuatku merasa senang atas perhatian yang selalu Mbak Maura berikan untukku selama ini.

"Iya Mbak Mauraku tersayang. Salam buat si kembar ya mbak." ucapku seraya mendorong punggungnya pelan dan setelahnya Mbak Maura pun meninggalkanku sendirian di ruangan yang juga sudah sepi sejak tadi.

Aku berencana akan berangkat ke restoran dengan Citra dan Deri, junior sekaligus rekan setimku dan Kevin. Tim kami berisi 6 orang. Citra, Deri, Dimas, Ksatria, Kevin , dan aku.

Setelah selesai bersiap-siap aku pun menghubungi kedua juniorku tersebut dan meminta mereka untuk menunggu di lobby utama kantor. Keduanya telah menunggu kedatanganku sambil mengobrol. Entah apa yang mereka berdua bicarakan namun ketika melihatku keduanya berhenti berbincang.

"Yuk jalan, keburu macet nanti. Yang lainnya sudah jalan kan?" tanyaku seraya berjalan ke arah baseman.

"Sudah mbak, belum lama kok. Katanya nanti kita bilang saja sama pelayannya di sana soalnya Mas Kevin sudah reservasi tadi siang."

"Oh, bagus deh kalau begitu."

Perjalanan ditempuh selama hampir 30 menit, mengingat jam pulang kerja sehingga jalanan masih cukup padat. Setelah memarkirkan mobilku, kami bertiga kemudian masuk ke dalam restoran. Seorang pelayan membimbing kami ke sebuah meja yang sudah terdapat Kevin dan anggota tim lainnya yang telah sampai terlebih dahulu.

Aku memilih duduk di kursi paling jauh dari tempat Kevin berada. Bukannya karena rasa benciku melainkan aku hanya tidak ingin ada omongan buruk apa pun mengenai kedekatan kami berdua nantinya. Jangan sampai aku benar-benar terseret dalam masalah yang aku sendiri tidak ketahui apa penyebabnya.

"Ini, kalian pesan saja biar saya yang bayar. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih saya atas kerja keras kalian semua selama beberapa minggu terakhir."

Kevin menyerahkan buku menu kepadaku dan aku pun segera menerimanya namun tanpa menatap wajahnya. Setelah memilih beberapa menu kami semua kemudian mengobrol atau lebih tepatnya keempat anggota tim lainnya sementara aku dan Kevin hanya akan menanggapinya sebisa mungkin bahan obrolan mereka sejak tadi.

Ada suasana canggung yang tercipta di meja ini dan aku rasa semuanya juga dapat merasakan hal tersebut namun mereka hanya tidak bisa mengutarakannya secara langsung dan terus mencoba untuk mencairkan suasana meski nyatanya tidak membantu apa pun.

Tante, I Love You (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang