Sesuai kesepakatan kemarin jika pagi ini kami semua akan berkumpul di rumah Mbak Maura untuk selanjutnya pergi ke Bandung dan menemui ibu A'Muda di sana sekaligus pergi berlibur selama tiga hari dua malam.
Hampir setiap tahun kami bertiga akan pergi ke Bandung. Selain sudah menganggap ibu sebagai ibu kami sendiri, rumah A'Muda juga merupakan salah satu tempat terbaik di saat ingin menghilangkan stres dengan pemandangan dan udara yang membuat mata, pikiran, dan batin menjadi tenang kembali karena memang berada di dekat area perkebunan teh.
"Pagi semuanya." Rega datang dengan sebuah koper di tangannya. Aku menatap kedatangannya dengan wajah bingung karena tidak tahu apa maksud dan tujuannya datang kali ini.
Untuk apa dia datang ke sini terlebih di saat kami semua akan berpergian atau jangan-jangan Rega akan ikut serta?
"Kirain tante kamu enggak jadi ikut Ga." ucap Mbak Maura yang datang dengan si kembar karena sebelumnya dia tengah membantu kedua anaknya tersebut untuk bersiap-siap di kamar mereka.
Aku segera merapatkan posisi dudukku ke A'Muda yang sejak tadi memang selalu berada di sebelahku. Sejak tiba di sini A'Muda terus saja sibuk dengan handphone di tangannya bahkan sejak awal dia belum berkata apa pun dan hanya menunggui kami semua selesai bersiap-siap hingga akhirnya berangkat.
"Rega ikut A'?" tanyaku berbisik.
A'Muda mengalihkan perhatiannya sebentar dari layar benda pipih tersebut sambil menatap kedatangan Rega dalam diam dan setelahnya dia pun ikut menjawab pertanyaanku tadi dengan cara yang sama yakni berbisik.
"Maura semalam telepon katanya ada satu orang tambahan yang akan ikut serta yakni sahabat Darren. Rega kan namanya?"
"Oh."
Aku pun kembali menatap ke arah Rega yang saat ini tengah mengobrol dengan si kembar dan Mbak Maura. Bukannya aku tidak setuju untuk dia ikut pergi bersama kami hanya saja aku menjadi bingung karena baik A'Muda maupun Mbak Maura tidak mengatakan apa pun kepadaku hingga akhirnya Rega datang tadi.
Ngomong-ngomong di mana Darren? Belum selesaikah dia bersiap-siap?
Aku berjalan menuju teras depan dan melihat Mas Bram yang tengah memasukkan barang-barang bawaannya ke dalam mobil sendirian.
"Mas, anak sulungmu belum selesai juga? Sudah mau jam 10 ini." tanyaku dari depan pintu
"Ke kamarnya saja sekalian suruh dia cepetan kalau belum selesai siap-siap. Tetapi ingat, jangan ada adengan-adengan lainnya. Mengerti?"
"Apaan sih mas. Memangnya kita berdua mau ngapain coba?"
"Mengingat kejadian tempo hari, sebagai seorang bapak gw masih trauma."
"Ck, ya sudah gw susul ke kamarnya dahulu ya."
Aku pun kembali melangkahkan kaki menuju ke dalam rumah dan selanjutnya pergi ke kamar Darren di lantai dua, meninggalkan Mas Bram dan kegiatannya tersebut. Pintu kamar Darren terbuka dan dapat kulihat jika dirinya masih sibuk merapikan beberapa pakaiannya yang akan dia bawa.
Astaga, dia baru packing?
"Masih lama?" tanyaku yang langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu dan memilih duduk di tepi ranjang dekat dirinya.
"Tidak."
"Kenapa baru packing sih?"
"Baru ada waktu." jawabnya yang masih tidak ingin menatapku sejak tadi. Aku pun akhirnya memilih diam sambil terus memandanginya yang tengah sibuk packing.
Dari jarak sedekat ini wajah Darren terlihat begitu jelas dimataku. Sebagai seorang wanita normal, harus aku akui jika dia memang begitu tampan meski sifatnya dingin dan kurang dapat bersosialisasi dengan banyak orang. Namun aku tahu jika dia adalah pria yang baik dan perhatian hanya saja memang sulit baginya untuk menunjukkan itu ke semua ke orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tante, I Love You (TAMAT)
RomanceBerawal dari sebuah kebohongan akan status keduanya yang mengaku sebagai sepasang kekasih, Vita dan Darren menjadi semakin dekat hingga akhirnya salah satu diantara mereka memiliki perasaan berbeda. Namun cinta adalah sebuah fatamorgana bagi Vita ya...