BAB 25

1K 44 5
                                    

Mengingat jika saat ini adalah waktu libur panjang maka sudah dapat dipastikan jika jalanan ke arah Kota Bandung akan sangat ramai bahkan di jalan tol pun kemacetan tidak dapat dihindarkan. Entah pukul berapa kami semua akan tiba di rumah ibu karena sepertinya hingga sore hari pun belum tentu juga akan sampai di sana. Memasuki jam makan siang, kami memilih menepi di rest area untuk sekadar makan dan beristirahat sebentar dan setelahnya akan kembali melanjutkan perjalanan.

"Gw ke toilet dahulu ya." pamit A'Muda kepadaku saat kami telah turun dari mobil dan bersiap untuk menyusul rombongan Mbak Maura yang tiba terlebih dahulu dan saat ini sedang menunggu di salah satu tempat makan yang berada di sini.

"Om, gw ikut dong sudah kebelet juga nih." Rega pun ikut bersama A'Muda ke toilet, meninggalkan diriku dengan Darren yang masih saja memilih diam membisu.

"Yuk. Mbak Maura dan yang lainnya sudah di sana."

Tidak ada jawaban apapun dari Darren namun dirinya justru langsung berjalan menuju lokasi yang sempat Mbak Maura katakan melalui sambungan telepon tadi dan meninggalkanku sendirian sementara aku mengikutinya di belakang. Entah mengapa rasanya keterdiaman Darren kali ini terasa berbeda meski aku juga tidak tahu mengapa dan karena apa sehingga dirinya bersikap seperti itu kepadaku atau mungkin hanya firasatku saja? Entahlah.

Mbak Maura melambaikan tangannya ketika melihatku dan Darren masuk. Suasana di tempat makan rest area ini cukup ramai namun untung saja kami masih bisa mendapatkan tempat duduk untuk makan.

"A'Muda sama Rega ke toilet." jawabku ketika Mbak Maura terlihat seperti sedang mencari keberadaan dua orang yang tidak bersama kami saat masuk ke tempat makan ini.

Aku duduk di sebelah Darren. Beberapa kali aku menatapnya namun entah perasaanku saja atau memang demikian, lagi-lagi Darren terlihat mengabaikan dan menghindari diriku. Tidak lama, A'Muda dan Rega datang dan langsung bergabung bersama kami. A'Muda duduk di sebelah kananku dan Rega di depanku. Kami semua kini tengah menyantap makan siang dengan diselingi beberapa obrolan ringan.

"Nih, elo suka makan ini kan?"

A'Muda menyerahkan potongan ayam bakar untukku dan dia juga membantuku mengambil beberapa menu lainnya yang sedikit sulit untuk aku jangkau. Dan setelahnya seperti biasa A'Muda akan tersenyum sambil mengelus rambutku sebagai tanda sayang.

Jika orang lain tidak mengenal kami berdua dan kebiasaan A'Muda yang memang sejak dahulu selalu bersikap seperti ini kepadaku maka mereka akan mudah sekali salah paham. A'Muda memang seperti itu. Dia pria tampan yang baik dan peka. Tipe pria terbaik yang selama ini aku kenal namun sayang aku yang tidak menginginkan cinta dan A'Muda yang tidak pernah mencintai perempuan.

"Uhuk-uhuk." Darren tersedak saat tengah makan dan secara reflek aku pun mengambilkan air putih untuknya dan memberikan kepadanya yang masih terbatuk-batuk.

"Ini."

Aku membantu Darren untuk minum namun bukan ucapan terima kasih yang kudapatkan setelah selesai membantunya melainkan keterdiaman dan keacuhannya sambil membuang wajah saat mata kami berdua bertemu.

Astaga dia benar-benar aneh. Ada apa dengannya sih hari ini?

***

Aku aneh. Benar-benar sudah aneh.

Mengapa aku harus merasa kesal dan marah ketika melihat kedekatan antara kedua sahabat mamiku ini? Lagi pula bukannya sejak dahulu mereka berdua memang sudah seperti ini namun mengapa baru sekarang aku merasakan perasaan aneh begini? Apa aku benar-benar sudah gila? Ada apa denganku? Entah mengapa dimataku sekarang mereka berdua terlihat begitu mesra dan serasi. Layaknya sepasang kekasih yang saling menyayangi dan mencintai.

Karena terus saja memikirkan hal yang tidak masuk akal seperti itu, aku pun yang sedang makan akhirnya menjadi tersedak. Tante Vita segera mengambilkan minum bahkan dia juga membantuku untuk meminumkannya namun bukannya berterima kasih aku justru makin merasa marah dengan dirinya saat ini.

Wanita ini apa memang suka mempermainkan perasaan orang lain seperti ini? Tidak sadarkah dia jika dirinya dapat dengan mudahnya akan membuat orang lain menjadi salah paham akan tentangnya dan semua perbuatannya itu?

Sikap anehku ini ternyata tidak luput dari perhatian orang-orang di sekitarku namun mereka semua tidak ada yang berkomentar apa pun termasuk juga dengan Rega dan daddy yang biasanya akan selalu berbicara tanpa mengenal situasi pun justru menjadi terdiam dan hanya menikmati makan siangnya dengan tenang.

Selesai makan kami kembali ke dalam mobil namun kali ini aku yang mendapatkan jatah untuk menyetir. Kami memang sepakat akan bergantian, karena tadi Om Muda sudah menyetir maka sekarang giliranku baru setelahnya Rega dan dilanjutkan kembali oleh Om Muda karena dialah yang tahu alamat rumahnya sendiri.

Tante Vita masuk ke dalam mobil dengan sekantung cemilan yang tadi dia beli. Dia kembali menatapku sebentar dan setelahnya memilih menatap jendela yang berada di sampingnya. Suasana di dalam mobil sangat tenang karena dua orang di belakang yakni Rega dan Om Muda tengah tertidur pulas sementara Tante Vita masih terus menatap ke arah jendela dan sesekali memainkan handphone miliknya.

"Elo kenapa sih?" ucap Tante Vita tiba-tiba sambil kembali menatapku. Aku masih memilih bungkam dan tidak mengubris setiap perkataan dan pertanyaanya kepadaku sejak tadi.

"Darren!" ucapnya dengan nada bicara yang sedikit meninggi sehingga dua orang di belakang kami sepertinya terbangun namun bukannya bertanya ada apa, mereka berdua kembali terdiam dan melajutkan tidurnya atau lebih tepatnya pura-pura tidur.

Tante Vita tidak lagi berbicara dan dia pun akhirnya memilih untuk memejamkan mata dan meninggalkanku sendirian dalam keadaan menyetir. Jalanan memasuki Kota Bandung makin ramai namun masih dapat dikatakan cukup lancar mengingat ada pengaturan lalu lintas di beberapa jalan utama. Di saat lampu merah menyala aku pun segera menatap wajah di sampingku, wajah yang entah mengapa sejak tadi hanya membuatku merasa marah setiap kali aku melihatnya namun sekarang aku justru suka sekali melihatnya seperti ini.

Aku terus menatapnya hingga mobil di belakang kami membunyikan klakson dan membuatku kembali tersadar dan segera melajukan mobil. Memasuki daerah Ciwidey kami kembali berhenti dan beristirahat sebentar untuk sekadar ke kamar mandi atau membeli cemilan.

Tante Vita turun dari mobil untuk pergi ke toilet dengan diikuti Om Muda di sampingnya. Tiba-tiba saja melihat keduanya yang berjalan berisisian sambil terus mengobrol akrab seperti itu membuatku menjadi marah. Lagi dan lagi.

"Kalau cemburu bilang. Jangan dipendam Bian. Enggak baik juga kalau di tahan-tahan begitu yang ada malah jadi penyakit nanti." ucap Rega yang telah berpindah duduk ke kursi depan. Aku hanya terdiam sambil terus memandangi kedua orang di depanku dengan berbagai perasaan dan pikiran aneh yang baru aku rasakan.

"Elo tuh ya, suka banget apa-apa dipendam sendiri. Elo pikir Vita bisa tahu isi kepala dan perasaan elo kalau elonya cuman diam begitu? Lagipula wajar saja sih kalau elo cemburu. Elo kan pacarnya sementara Om Muda cuman sahabatnya atau mungkin sahabat tetapi mesra? hehehehe. Cie, ada yang sedang terbakar api cemburu nih. Asyik." Rega terus saja meledekku namun seperti biasa aku tidak pernah meladeni setiap perkataannya yang mana menurutku hanya akan membuang waktu dan energiku saja.

Benarkah apa yang dikatakan Rega tadi? Tetapi mengapa? Dan bagaimana bisa?

Tante, I Love You (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang