Give Me a Job

3.5K 429 44
                                    

Selamat siang buat kalean, enjoy the short update.

Love love na khaaa🥰🥰🥰

Aku mau lanjut kerja jadi no basa-basi😂😂

Anyway! Lupa, guys, meskipun gue mungkin termasuk golongan jago bikin Mature content, nyatanya gue ini orang yg old school dan menjunjung tinggi sama manner ya.


Aku gak bener2 seperti orang yg suka cursing sembarangan. Kolot banget aslinya aku tuh.
Jadi aku mohon ya, no dirty talk on any! Any of my story.
Dilarang keras buat dirty talk! Titik.
Thank you.

Thank you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kau tahu mengapa Becky selalu pakai pakaian kurang kain antara bahu dan perutnya? Itu karena dia hanya bawa sedikit pakaian untuk pulang ke Indonesia, berpikir kalau hanya kunjungan sementara. Apalagi mengingat betapa panas terik di negeri secerah bercinta dengan matahari ini.

Jadi sebenarnya, jika Freen tanya apakah dia tidak punya baju luaran? Tidak. Dia hanya bawa satu-dua jaket saja. Itu pun dia kasihkan ke ART rumah yang sejak awal kedatangannya, selalu pandang jaket kepunyaannya. Jadi daripada terus dipelototi itu pakaian, mending dikasihkan ke orangnya.

Lalu disinilah Becky di dalam kamar Freen, memandangi lemari terbuka lebar yang berisikan seluruh pakaian. Setelah habis makan serta cuci piring. Mengaku bahwa sebenarnya ia tak bawa banyak pakaian juga tak punya lagi luaran untuk dipakai.

“Kau—“ Becky mengedip kebingungan, melihat semua pakaian Freen yang monoton, kalau tidak kemeja putih ya hitam, kalau bukan kemeja, ya hanya koas polos. Kontras dengan hobinya yang koleksi mainan, apalagi lukisan raksasa telur ceplok itu terpajang penuh kebanggaan di atas tempat tidurnya.

“Kamu terlalu banyak kemeja.” Lalu membuka lemari lagi yang isinya semua jenis outer: blazer, jaket, hoodie hingga sweatshirt dengan jenis warna yang semuanya punya tone kalem. “Kau ... Juga punya banyak outer padahal disini sangat panas.” Heran tidak, sih? Freen punya banyak baju luaran begini?

“Memang semua ini kamu pakai?” Becky membalik badan untuk bertanya.

“Kalau tidak dipakai ya untuk apa dibeli dari awal.”

“Iya, juga sih.” Padahal enak juga pakai tank top dan celana pendek, kan? Adem begitu.

Kalau begitu, hehm. Becky akan ambil dua jaket, satu hoodie dan dua sweatshirt saja. Tak lupa langsung coba pakai si sweatshirt itu dengan melepas kemeja Freen dan tank topnya sekaligus di depan yang punya.

“Becky!” tapi si yang punya langsung nge-gas karena terlalu terkejut untuk bereaksi apapun saat Becky melepas tank top dan perlihatkan bra seksinya yang terpampang menggoda.

What?” Becky malah balik badan untuk tunjukkan depannya, yang langsung dipelototi Freen dengan mata melebar bukannya ditutup. “You've seen everything last night. Atau kamu mau re-watch?” lalu mengedip genit untuk kemudian pakai sweatshirt Freen yang ternyata nyaman plus wangi dia yang tak kalah terasa hangat.

Seriously! Becky!” Freen mending keluar saja, biarkan dia ambil semua bajunya silakan. Asal ia tak saksikan gadis itu ganti baju di depan matanya yang tak sanggup menatap.

Melihat reaksi Freen, Becky malah ketawa bahagia. Apalagi cara melangkahnya yang seperti anak ayam berlari ketakutan.

Ternyata dia masih malu, ya? Padahal sudah tua begitu kenapa mesti malu coba. Imut juga tapi.

Becky memungut, ambil pakaian yang dipilih untuk mengisi di lemari kamar barunya, tak lupa sekalian kembalikan kemeja putih Freen yang sempat kehilangan semua kancing karena dia-yang-protektif itu.

“Freen?” iya juga, habis dari kamar taruh pakaian. Wanita itu tiba-tiba lenyap begitu saja. Ia sampai mencari dengan kebingungan. Dia pergi, ya?

“Freen?” padahal bukan cuman ingin kembalikan kemejanya, ia juga ingin bertanya soal pekerjaan. Mana bisa ia menganggur, bukan? Tidak bisa ini kalau Becky tidak pegang uang. Ya, meskipun ia masih simpan uang crypto dan poundsterling cash di dompetnya.

“Iya-iya, Mi, nanti aku bilang pada Becky.”

Lalu akhirnya suara sayup-sayup itu keluar dari arah pintu balkon apartemen. Oh, dia luar. Oleh sebab itu Becky melangkah hendak buka pintu namun yang ada, Freen malah keluar dari balik gorden jendela yang langsung kagetkan dirinya.

Godness! Freen!” seperti jantungnya melayang terbang, Becky pegangi dadanya yang hampir kehilangan napas. Sial, dia betul-betul menyebalkan.

“What?” Freen yang tak berdosa pun, jelas merasa bingung kenapa gerangan kaget dan berteriak demikian histeris.

You almost gave me heart attack!” lalu pukul bahu itu dengan gemas, sambil kembalikan kemeja putihnya yang sudah diperbaiki.

“Sorry.” Kan mana tahu kalau kemunculannya bisa membuat dia terkejut seperti itu. Lagipula suruh siapa dia dekat-dekat jendela? Tapi apa ini?

Freen mengerutkan kening melihat kemeja putih entah punya siapa yang telah berada di tangannya. Dengan kancing warna-warni mirip pelangi yang mencolok mata. Makin buat ia terheran-heran. Jadi ia akan bertanya, “punya siapa ini?”

“Punya kamu, lah. Aku sudah ganti kancingnya yang lepas. Aku jahit dengan kencang jadi kau tak perlu takut kehilangan kancingnya lagi. Oh, Freen, apa kau punya kenalan yang bisa masukkan aku bekerja? Aku menguasai banyak pekerjaan, dari mulai mengelap meja, memasak, bersih-bersih—“

Freen tidak menyerap banyak Becky bicara apa selain pada kemejanya yang kini jadi berubah. Bukan cuman kancing warna-warni saja, tapi juga sebuah sablon sidik jari merah yang tertapak permanen di bagian dadanya.

“Freen?!” Becky akhirnya membentak karena dia malah bengong sambil menyibak-nyibak setiap inci kemeja yang berada ditangannya itu.

What?!” Freen jadi ikutan reflek keras kan, tapi ia menutup mata untuk normalkan suara. Kemudian bilang, “kamu bukan pembantu Becky, apakah keahlianmu hanya itu saja? Apa kau tak punya gelar? Bukankah kau kuliah sampai lulus?” Tak Menyerap bukan berarti tak benar-benar dengar apa yang telah dia katakan. Becky hanya menjelaskan keahlian bersih-bersihnya seolah dia tengah melamar menjadi OB saja.

Well.” Becky berkacak pinggang sambil gembungkan satu pipi. “I’m a tattoo artist.”

You what?”

You heard what I say, Freen.”

“Tapi kamu tidak punya satupun tato ditubuhmu! Bagaimana kau mengaku menjadi seorang seniman tato?”

“Tapi aku bisa mentato! Aku juga—wait,” Becky hentikan kalimat untuk menarik satu alis. “Jadi kamu ingat jika tubuhku tak punya tato? Kau ingat semua yang terjadi kemarin malam?”

Oh, God!” Freen menutup seluruh wajah, jangan bicara pada Becky sekarang. Jangan-jangan, dia ini memang suka sekali memancing segala rasa malu yang tadinya sudah ia timbun dalam-dalam.

Ia lebih baik mengurung diri di kamar lagi sampai besok pagi.

Tapi Becky yang saksikan Freen balik badan pergi, segera mencegah dengan kalimat penuh tanya.

“Freen! Aku belum selesai bertanya! Kamu mau kemana? Hei! Aku ingin bekerja! Apa kau punya kenalan?! Magang pun tak masalah!”

You Belong With Me (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang