kalian umur berapa, gaes? 💜
🍂
Hanin ingat saat pertama kali ia pindah ke rumah Bude Yuni dan Pakde Danang di Jakarta. Rasanya aneh ketika harus meninggalkan rumah yang ia tinggali sejak lahir di Semarang. Rumah yang penuh dengan kenangan bahagia bersama orang tuanya, yang akhirnya menjadi hal yang paling menyakitkan untuknya.
Rumah yang tadinya penuh kebahagiaan itu, seketika berubah jadi penuh duka. Hanin benar-benar tidak pernah membayangkan akan mengalami hari seburuk ini, ketika ia hanya bisa menangis sendirian di sudut kamar, sedangkan semua orang sibuk mengurus pemakaman ayah dan ibunya luar.
Sepanjang hari itu, Hanin hanya ingin di kamar, memeluk figura berisi fotonya bersama Ayah dan Ibu dengan isak yang tak mau berhenti, lalu ketiduran karena kelelahan menangis.
Hingga akhirnya, Hanin merasakan hangat menyergap sekujur tubuhnya ketika Bude datang memeluknya, mengusap wajahnya, merapikan poni dan rambutnya yang berantakan, lalu menggendongnya ke ruang tengah tanpa berkata apa-apa. Bude seperti sangat mengerti bagaimana luka yang Hanin rasakan sehingga tidak perlu lagi ditanyakan.
"Ikut Bude pulang ke Jakarta, ya?" Bude mengajak Hanin mengobrol di sofa ruang tengah. "Nanti Bude ajak jalan-jalan ke Monas. Katanya Hanin penasaran pengin ke Monas, kan?"
"Hanin boleh ikut Bude?"
"Boleh, Nak." Bude tersenyum, terlihat begitu berusaha. Meskipun diam-diam Hanin bisa lihat mata Bude merah dan berkaca-kaca. Bude pasti sedih juga kehilangan adik perempuan paling bungsu yang dekat dengannya. "Setelah main dari Monas, Hanin bahkan ndak perlu lagi pulang ke sini. Hanin tinggal sama Bude-Pakde, ya. Ruby pasti seneng bisa ketemu Hanin setiap hari."
"Tapi, Hanin ndak mau bolos sekolah, Bude. Nanti Bu Guru marah."
"Ndak, Bu Guru ndak akan marah. Nanti Hanin sekolahnya di Jakarta, punya teman dan ibu guru baru."
Hanin terdiam sebentar, lalu mengangguk kecil, memilih menurut. Selama wali kelasnya tidak akan marah jika ia tidak datang ke sekolah, juga tidak akan membuatnya tertinggal banyak pelajaran dari teman-temannya, dan asalkan ia selalu bersama Bude Yuni, Hanin tidak punya alasan untuk menolak.
"Di sekolah baru nanti, ada perpustakaannya nggak, Bude?"
"Ada dong. Dekat rumah Bude juga ada toko buku yang besaaar sekali. Hanin bisa beli banyak buku nanti."
Hanin tiba-tiba berdiri, lalu berlari masuk kamar sampai-sampai membuat Bude panik kebingungan. Bude hendak menyusul, takut Hanin mengurung diri di kamar lagi. Namun, ternyata gadis kecil itu kembali keluar dengan celengan babi dalam pelukannya.
"Ini celengan Hanin, Bude. Tolong dipecahin, Hanin mau hitung uang Hanin. Ayah dan Ibu bilang, Hanin harus nabung kalau mau beli banyak buku."
Senyum haru Bude kembali mengembang. Nyeri di dadanya terus terasa tiap kali melihat mata bulat dan polos keponakannya, yang sekecil ini sudah jadi yatim piatu. "Celengannya jangan dipecahin. Hanin bawa aja ke Jakarta, lanjutin nabungnya. Nanti Bude yang beliin Hanin buku, juga keperluan sekolah Hanin, mainan, atau apa pun yang Hanin mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
PUKUL TIGA PAGI [√]
RomantikPUKUL TIGA PAGI (18+) [Spin Off Dengannya Tanpamu] "Tentang sementara yang menetap selamanya." *** Percaya mitos, Hanin benar-benar mencuri ronce melati pengantin di hari pernikahan sahabatnya. Ia hanya ingin bisa segera menikah sebelum berusia 30 t...