[PTP] 21. Terancam Sia-Sia

2K 228 22
                                    

[Bab 21

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Bab 21. Terancam Sia-Sia]

.
.

Btw, coba komen.
Siapa yang nungguin Pukul Tiga Pagi terbit cetak? 💛

Siapa yang nungguin Pukul Tiga Pagi terbit cetak? 💛

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siap menghujat Ilham?

🍂

Satu jam telah berlalu. Ilham masih sibuk berbaring miring ke kanan dan ke kiri. Mati-matian ia memejamkan mata, tetapi lelapnya tak kunjung menghampiri.

Semakin Ilham berusaha untuk tidur, bayang-bayang Hanin yang menciumnya tadi sore malah semakin sering muncul dan itu sangat-sangat menganggu.

Helaan napas gusar terdengar seiring dengan Ilham melempar guling yang sejak tadi ia peluk hingga jatuh ke lantai. Mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Hatinya bertanya-tanya mengapa ia gelisah sekali malam ini.

Semuanya tuh gara-gara Hanin! Ilham merutuk dalam hati. Tangannya mengusap kasar wajahnya, menggeram lelah karena tidak bisa tidur.

Kenapa dia makin berani, sih? Ilham masih bermonolog dalam hati, masih menutup wajah dengan telapak tangan. Hanin serius mau jadi istri yang baik, ya? Dia lupa kalo gue pacar adeknya apa gimana, sih?

Namun, detik berikutnya, Ilham menjauhkan tangan dari wajahnya. Lalu, mendengkus sinis seraya menatap langit-langit atap yang membosankan.

Jadi istri yang baik apanya, kalo sampe jam segini nggak ada kabar sama sekali? Mana yang katanya mau ngabarin kalo udah sampe Semarang? Mana yang katanya mau kasih info soal nama hotel yang dipesen? Mana? Mana?

Ilham menoleh, melihat jam dinding menunjukkan pukul setengah 12 malam. Tuh! Udah hampir tengah malam! Ya kali Hanin belum nyampe Semarang. Janji palsu! Ngomong doang mau ngabarin, ujungnya apa? Buang waktu gue banget sampe nggak bisa tidur begini.

Akhirnya, Ilham bangun dan duduk di sofa yang menjadi tempat tidurnya malam ini. Ia berdecak lagi seraya bersedekap. Nggak adil kamu, Nin. Aku udah nurut, ya, buat nginep di rumah Mbak Alin biar kamu nggak cemas. Tapi, kamu? Kok malah nggak ada kabar gini?

PUKUL TIGA PAGI [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang