CHAPTER 41

14.4K 669 20
                                    

Happy reading:)

"Kalo aku mampu 1000 anak gimana sayang?"

~Alkana Lucian Faresta~

Liona menatap kediaman Faresta, rumah mewah itu begitu ia rindukan, bukan karena kemewahannya, tapi kenangannya bersama Alkana di sana, apalagi acara pertunangan mereka yang masih seperti mimpi bagi Liona

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Liona menatap kediaman Faresta, rumah mewah itu begitu ia rindukan, bukan karena kemewahannya, tapi kenangannya bersama Alkana di sana, apalagi acara pertunangan mereka yang masih seperti mimpi bagi Liona.

Siapa gadis yang tidak ingin berada di posisinya saat itu? Semua gadis menatapnya iri dengan balutan gaun mahal dan semua mata menyorot padanya.

Namun di bandingkan ini, Liona juga sangat merindukan apartemen Alkana, dimana kenangan mereka lebih banyak tersimpan di sana. Liona merindukan tempat itu, nanti ia akan mengajak Alkana kesana bila sempat. Sejak bertunangan, Teresa menyuruh mereka tinggal di rumah itu karena Teresa takut Alkana menerkam Liona.

Liona merasa tangannya di genggam saat gadis itu berniat melangkah, pelakunya siapa lagi kalau bukan Alkana, lelaki itu membuka pintu mobil untuknya dan menggenggam tangannya saat memasuki rumah.

Lebih dari seminggu berada di rumah sakit membuat Liona tidak nyaman, gadis itu memaksakan diri untuk pulang meski seharusnya ini belum waktunya. Alkana hanya bisa mengalah untuk kali ini karena Liona terus saja menangis di rumah sakit, gadis itu mengeluh tidak nyaman dengan bau obat-obatan di sana.

"Hati-hati sayang." Alkana merangkul pinggang gadis  itu menuntunnya berjalan. Liona terkekeh kecil melihat betapa khawatirnya Alkana.

"Yang sakit kepala aku Alka, bukan kaki aku."

Alkana menggeleng tak setuju, "Nanti bisa aja kaki kamu gak kuat terus kamu jatuh, kepala kamu bisa aja kebentur dan--"

"Iya sayang iya!" Liona memilih menurut saja, saat kondisinya seperti ini Alkana begitu cerewet dan melarangnya ini itu.

Gadis dengan kaos abu-abu dan celana panjang dengan warna senada itu mengembangkan senyumnya melihat Teresa, Hayden, dan Arseno sudah menunggu mereka lengkap dengan semua pelayan di kediaman itu. Mike, tangan kanan Hayden yang menjemput mereka ke rumah sakit tadi.

"Makasih Mike." ucap Alkana.

"Sama-sama Tuan muda." jawabnya formal dan seperti biasa, dengan wajah datarnya.

"Selamat datang kembali Nona dan Tuan muda!" serempak para pelayan di sana membungkuk hormat. Liona tersenyum lebar melihat betapa mereka mempersiapkan kehadirannya.

"Selamat kembali ke rumah, ayo ke dalam, semuanya udah siap!" semangat Teresa melangkah masuk dengan Hayden, Alkana merangkul Liona berjalan.

ALKANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang