CHAPTER 14

25K 1K 32
                                    

HAPPY READING:)

"Jadikan aku rumah mu Athena, rumah di mana kamu bukan hanya sekedar singgah. Tapi menetap."

~Alkana Lucian Faresta~

Pagi telah datang, matahari kembali mengambil alih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi telah datang, matahari kembali mengambil alih. Seorang gadis membuka matanya perlahan, ia langsung di suguhkan pemandangan indah di depannya. Wajah tampan seseorang yang kini sedikit demi sedikit mulai mengisi pikirannya. Hingga tanpa gadis itu sadari ia melupakan sejenak perihal mantan kekasihnya.

"Puas ngeliatin aku?" bibir yang tadinya tertutup rapat itu mengeluarkan suara tanpa membuka matanya. Liona kaget ternyata Alkana sadar bahwa dirinya sadang di tatap.

"Aku-aku cuma--"

Alkana membuka matanya, iris hitam legam itu menatap Liona lembut. Matanya yang tajam membuat Liona tertegun.

Alkana menarik pinggang gadis itu agar semakin menempel pada tubuhnya yang shirtless. Liona menelan ludahnya susah payah saat aroma tubuh Alkana memenuhi indra penciumannya. Aroma maskulin itu membuat Liona betah lama-lama menghirup aroma tubuh lelaki itu.

Liona merasa dejavu dengan posisi mereka sekarang.

Alkana memeluk Liona meletakkan wajahnya di cekuk leher gadis itu. Alkana suka wangi tubuh Liona, apalagi wangi rambutnya yang begitu segar khas sampo stroberi kesukaan gadisnya itu.

Semalam Alkana benar-benar menepati ucapannya, setelah ia selesai mandi ia menghampiri Liona di kamar sebelahnya, lalu membawa gadis itu tidur di kamarnya.

Sebenarnya Alkana meminta mereka sekamar, namun Liona jelas menolak. Akhirnya Alkana mengalah dan membiarkan gadis itu memiliki kamarnya sendiri, meski kenyataannya Liona lebih sering tidur di kamar Alkana karena paksaan lelaki itu.

Alkana memeluknya sepanjang mereka tidur hingga sekarang. Hujan sudah reda, matahari bersinar dengan terang. Liona melirik alarm di nakas, mereka memang bangun sebelum alarm itu berbunyi.

"Bangun Alkana, kita harus sekolah." alibinya.

Alkana menggeleng di leher Liona, "Bentar." gumamnya serak. Liona menghela nafas, posisi seperti ini membuat jantungnya berdetak kencang.

"Nanti telat." ucap Liona lagi mencoba menyingkirkan Alkana. Namun usahanya sia-sia, Alkana tetap pada posisinya. Sekian lama keduanya terdiam, Alkana kembali membuka suara.

"Gimana punggung kamu? Masih sakit?" tanya Alkana perhatian dengan suara lembutnya yang nyatanya mampu menggetarkan hati Liona.

Liona menggeleng, "Jauh lebih baik, makasih." Alkana tersenyum mendengarnya, ia mengelus punggung Liona pelan.

ALKANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang