🍃Adeline_29

38.3K 2.7K 56
                                    

Happy Reading!

Adeline menatap pecahan gelas yang ada di lantai lalu melangkah mundur.

"Apa nyonya baik-baik saja?" tanya Rachel khawatir.

Adeline mengangguk. "Ya, maaf." ucap Adeline lalu melangkah menuju sofa.

Rachel segera meminta pelayan untuk membersihkan pecahan gelas yang ada di lantai lalu mendekati nyonyanya.

"Apa nyonya membutuhkan sesuatu?" tanya Rachel sopan.

Adeline menggeleng lalu berdiri. "Aku akan tidur lagi." ucap Adeline lalu masuk ke dalam kamar. Sedang Rachel hanya memandang iba pada majikan perempuannya itu.

"Tetap diam di luar dan setiap satu jam sekali kau harus masuk dan memeriksa keadaan nyonya!" ucap Hero yang baru saja datang. Sepertinya ia baru saja bicara dengan tuan Dave.

Rachel mengangguk. "Kasihan sekali nyonya Adeline. Biasanya dia sudah membuat kita repot, tapi hari ini nyonya terlihat tidak semangat." ucap Rachel yang disetujui oleh Hero. Lagipula bukan hanya nyonya Adeline yang mengkhawatirkan tapi juga tuan Dave.

"Tuan Dave juga sudah menelponku hampir dua puluh kali untuk pagi ini." adu Hero membuat Rachel melotot.

"Tuan kan baru pergi tiga jam untuk rapat." ucap Rachel. Mana mungkin dalam waktu tiga jam sudah menelpon dua puluh kali dalam situasi rapat pula.

Hero menghela napas, lalu_

Drrrtttt

"Lihat!" ucap Hero sembari menunjukkan layar ponselnya lalu segera beranjak pergi untuk menjawab panggilan itu.

Rachel hanya menghela napas lalu bergerak membuka sedikit pintu kamar untuk mengintip ke dalam.

'Sepertinya nyonya benar-benar sangat sedih.' batin Rachel saat melihat tubuh Adeline terbungkus selimut di atas tempat tidur.

Rachel kembali menutup pintu membuat Adeline yang sedang berbaring di atas tempat tidur menghela napas.

'Aku harus bisa menemukan alat pelacak di tubuhku lalu sesegara mungkin pergi ke tempat itu.' batin Adeline lalu memikirkan. Kira-kira di mana Dave memasang alat pelacak dan penyadap di tubuhnya.

'Pasti di perhiasan.' batin Adeline dan hanya ada satu perhiasan yang tidak pernah ia lepas. Yaitu cincin pernikahan.

Adeline menatap cincin pernikahannya lalu menggeleng pelan. Tapi cincin itu baru ia pakai saat pernikahan sedang Dave sudah memasang pelacak dan penyadap sejak lama.

'Lalu di mana?' batin Adeline frustasi lalu menyentuh antingnya. Anting juga tidak selalu ia pakai. Tidak mungkin kan Dave memasang pelacak dan penyadap disetiap perhiasan yang ia punya.

'Tapi Dave kan gila.'

Adeline menyentuh perutnya lalu mengelusnya pelan. 'Apa mungkin memasukkan pelacak dan penyadap ke dalam tubuh manusia?' batin Adeline lalu segera mengambil ponselnya.

'Tapi Dave juga menyadap ponselku, dia pasti akan curiga kalau tahu aku menanyakan tentang kemungkinan alat pelacak dimasukkan ke dalam tubuh manusia.' Adeline segera meletakkan ponselnya kembali lalu memejamkan matanya. Ini adalah kesempatan pertama dan terakhirnya. Jika gagal kali ini maka untuk seterusnya Adeline akan gagal.

Lama berpikir membuat Adeline akhirnya tertidur dan saat ia membuka mata, Dave sudah berbaring di sampingnya.

Adeline memandang wajah tampan Dave lalu menghela napas. 'Aku ingin kita hidup bahagia bersama anak-anak kita, Dave. Tapi melihatmu membuatku yakin itu adalah hal yang mustahil. Meski tidak sejahat di kehidupan pertama tapi kau masih menjadi orang yang menyakitiku.' batin Adeline lalu memejamkan matanya. Apapun caranya besok ia harus bisa keluar dari rumah ini dan pergi ke tempat di mana orang tuanya menunggu.

ADELINE : Live Again To Change The FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang