بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Tidak semua hal harus diceritakan, ada kalanya lebih baik dirahasiakan."
—🖤—
SEKUAT tenaga Zayyan melepaskan cekalan tangan Nayya. Dia benar-benar tidak nyaman dengan kebar-baran Nayya yang begitu sembarangan melakukan kontak fisik. Meskipun masih terhalang kain, tetap saja itu tidak bisa ditoleransi.
"Tangan gue bukan air liur anjing, bukan juga najis mugholadoh. Nggak usah berlebihan gitu!" semprot Nayya kesal.
"Bukan begitu maksud saya, Mbak Nayya. Saya hanya kurang nyaman dengan kontak fisik yang kerapkali spontan Mbak Nayya lakukan. Saya tidak terbiasa," terang Zayyan berusaha untuk sehalus mungkin dalam menjelaskan.
"Lo umur berapa sih, Yan? Cuma pegangan doang protesnya udah kayak korban yang dilecehkan."
Zayyan memaksakan diri untuk tersenyum. "Ini bukan soal umur, tapi tentang prinsip. Saya sudah berjanji pada diri saya sendiri, untuk tidak melakukan kontak fisik pada yang bukan mahram. Selain sebagai wujud hormat saya terhadap perempuan, saya pun ingin menjaga diri saya dari zina."
"Manis banget ucapan lo, gombal versi syariah begini yah?" ungkap Nayya.
Zayyan terkekeh seraya geleng-geleng kepala. "Bukan ranah saya untuk menggombali, Mbak Nayya. Memangnya saya ini siapa?"
"Lo, kan Zayyan Zainul Muttaqin, right?"
Zayyan mengangguk sebagai respons.
"Cewek yang jadi istri lo nanti, pasti akan senang. Karena lo bukan tipikal orang yang mudah tergoda, dan sangat bisa mempertanggungjawabkan apa yang lo ucapkan," ujar Nayya tiba-tiba.
"Maksudnya?"
"Ya, karena di zaman sekarang banyak cowok yang gampang banget sentuh sana, sentuh sini, gandengan kayak orang mau nyeberang, bahkan lebih dari itu. Lha, lo baru kepegang aja tuh tangan, udah ngamuk dan pasang taring. Setiap perkataan yang keluar dari mulut lo juga, bisa lo pertanggungjawabkan. Langka cowok kayak gitu," terangnya tanpa sadar memuji Zayyan.
"Mengubah kebiasaan itu susah, kalau sebelum menikah bisa menjaga diri, maka akan terbawa hingga menikah nanti. Begitu juga dengan perkataan, karena, kan ijab kabul dan talak cerai itu diucapkan oleh laki-laki. Maka dari itu saya selalu berusaha untuk menjaga apapun yang keluar dari mulut saya," jelas Zayyan ditutup dengan sedikit sunggingan.
"Bagus juga prinsip lo. Nikah yuk?"
"Hah?!"
Nayya tertawa dengan begitu puas lalu meninggalkan Zayyan yang mematung dan terbengong-bengong. Sepertinya pikiran lelaki itu masih tercecer, dan belum terkumpul sepenuhnya.
"Mbak..., Mbak Nayya!" panggil Zayyan mengejar langkah Nayya yang entah akan ke mana.
"Apa? Lo baper? Mau nikah sama gue?" tanya Nayya saat Zayyan berhasil menjegal jalannya.
Secara spontan Zayyan menggeleng. "Bukan..., bukan..., begitu maksud saya. Omongan, Mbak Nayya tadi nggak serius, kan? Hanya bercanda."
Nayya mengangkat satu alisnya. "Kalau gue serius gimana?"
Mata Zayyan membola sempurna, dan dia sangat kesulitan walau hanya untuk sekadar menelan ludah. Sangat bertolak belakang dengan Nayya yang justru tertawa puas menyaksikan bagaimana paniknya Zayyan.
"Jangan lupa ngedip, nanti mata lo perih." Setelahnya Nayya kembali memacu langkah dan memasuki kamar.
Lagi-lagi Zayyan hanya bisa diam membisu. Otaknya sama sekali tidak bisa diajak berkompromi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selepas Gulita | END √
SpiritualSELESAI || PART MASIH LENGKAP Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra. Hidup tak selalu mudah...