بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Istilah PHP ada, jika salah satu pihak menaruh harap terlalu banyak."
—🖤—
MENGAMBIL sebuah keputusan haruslah melibatkan Allah. Kita tidak bisa gegabah dan sombong, apalagi berkaitan dengan masa depan. Sebab, sebagai manusia kita banyak khilaf dan tidak tahunya, maka sudah sewajarnya kita memohon petunjuk pada-Nya.
"Kamu yakin, Yan?" tanya sang ibu untuk ke sekian kalinya.
"Zayyan yakin, Bu. Keputusan ini yang paling terbaik, Zayyan sudah salat istikharah untuk memantapkan hati dan inilah jawabannya," sahut Zayyan.
"Kalau Ibu boleh tahu, apa alasannya?"
Zayyan menarik napas panjang terlebih dahulu. "Zalfa itu yatim piatu, hidup sendiri juga, terus sekarang dia lumpuh nggak bisa jalan. Siapa yang akan membantu dia kalau bukan kita?"
"Memutuskan untuk melangsungkan pernikahan, terlebih di saat Zalfa baru sadar dari koma memang terkesan terburu-buru. Tapi, Zayyan rasa inilah yang seharusnya diputuskan. Dengan menikah, Zayyan bisa merawat dan menjaga Zalfa. Mencukupi segala kebutuhannya, sebab Zalfa merupakan tanggung jawab Zayyan."
"Mungkin Ibu bersedia merawat Zalfa, tapi apa kata tetangga kalau ada perempuan yang bukan mahram tinggal di rumah, padahal Ibu punya anak bujang. Zayyan harap Ibu meridai keputusan, Zayyan," tukasnya.
"Kalau memang itu yang terbaik, Ibu nggak bisa melarang kamu. Ibu selalu berdoa dan berharap apa pun itu, semoga yang terbaik untuk kamu," tukas Harini lalu merengkuh tubuh sang putra.
Zayyan membalas pelukan ibunya dan berkali-kali mengucapkan terima kasih.
"Bicarakan berdua sama Zalfa, Ibu tunggu di sini, pintunya biarkan terbuka," titah Harini yang Zayyan balas anggukan.
Zalfa tengah duduk bersandar pada bantal. Dia tersenyum tipis menyambut kedatangan Zayyan. "Mas mau apel?" tawarnya karena saat itu dia tengah menikmati apel yang sudah dikupas dan dipotong oleh Harini.
Zayyan menggeleng lalu duduk di kursi samping bed Zalfa. "Ada yang mau Mas bicarakan sama kamu, Fa."
Zalfa menghentikan kegiatannya dan meletakkan piring tersebut di atas nakas. "Apa, Mas?"
Zayyan menarik napas panjang lalu menatap Zalfa yang malah menunduk dalam. "Mas sudah mengambil keputusan untuk menikahi kamu sepulangnya dari rumah sakit. Kamu bersedia, Fa?"
Mendengar hal tersebut Zalfa sontak mendongak dan membelalakkan mata tak percaya. "Mas jangan bercanda. Mas yakin mau menikahi wanita seperti aku? Mas bisa mendapatkan perempuan yang jauh lebih segalanya dari aku."
"In syaa allah Mas yakin, dan Mas nggak ingin menundanya lagi. Kamu mau, kan nikah sama Mas?"
Zalfa tak kuasa untuk menahan tangis. Dia malah terisak pilu.
"Kamu nggak mau nikah sama Mas?"
"Akuu..., akuuu..., mau Mas. Tapi aku takut Mas menyesal karena menikahi perempuan lumpuh seperti aku."
Zayyan menggeleng tegas. "Kamu jangan bicara seperti itu. Mas ingin membina rumah tangga dengan kamu, Mas ingin menyempurnakan separuh agama, Mas. Kita ibadah sama-sama, mencari rida Allah Ta'ala."
Zalfa mengangguk dengan linangan air mata yang terus mengalir deras.
Zayyan memberikan tissue pada Zalfa. "Hapus dulu air matanya," pinta Zayyan yang langsung dipatuhi sang calon istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selepas Gulita | END √
SpiritualeSELESAI || PART MASIH LENGKAP Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra. Hidup tak selalu mudah...