Eps. 43

3.2K 106 0
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Mendapat pasangan yang mampu mengaplikasikan ilmu agama dalam kehidupan sehari-hari adalah nikmat yang patut untuk disyukuri."

—🖤—

NAYYA duduk di tepi ranjang sedangkan Zayyan lesehan di lantai. Lelaki itu tengah memotong kuku kaki sang istri yang sudah panjang. Semakin besar perut Nayya, semakin susah pula perempuan itu melakukannya.

"Motongnya jangan kependekan, sakit tahu," oceh Nayya berhasil menghentikan gerak tangan Zayyan.

Zayyan mendongak dan menatap wajah sang istri. "Iya, kamu jangan banyak ngoceh terima beres aja."

"Kok kamu mau-maunya sih lakuin ini, Yan? Apalagi tiap malam kamu juga suka pijitin kaki aku yang bengkak. Bantu pasangin kaos kaki dan sepatu tiap aku mau keluar. Ada udang di balik batu nggak nih?"

"Kenapa mau? Ya, karena kamu itu istri aku, lagi hamil anak aku juga. Hamil itu nggak mudah, aku yang lihat kamu aja berasa engap, apalagi perut kamu makin besar, Nay. Aku nggak bisa meringankan beban kamu, aku cuma bisa bantu sebisa aku. Salah emangnya?" sahut Zayyan masih fokus dengan kegiatannya.

"Duhhh, baiknya Pak Suami," puji Nayya diakhiri kekehan.

"Aku emang udah baik dari lahir, Nay."

Naya memutar bola mata malas. "Sejak kapan seorang Zayyan Zainul Muttaqin punya tingkat kepercayaan tinggi, hm?"

"Ketularan kamu yang pedenya tingkat akut."

Nayya mendengkus kasar.

"Sudah selesai," ungkap Zayyan lalu mengelus perut sang istri lembut dan ikut duduk di tepi ranjang.

"Makin aktif aja gerakannya, Yan, kadang ngilu juga kalau terlalu sering," keluh Nayya saat merasakan sang jabang bayi begitu rusuh di dalam perut.

"Pelan-pelan yah, Nak, jangan buat ibu kalian kesakitan," tutur Zayyan kini sudah mengelus-elus perut buncit Nayya.

Nayya menikmati elusan yang suaminya berikan, hal itu membuat dirinya lebih nyaman. Gerakan sang jabang bayi pun agak sedikit bisa dikondisikan. Tidak serusuh tadi.

"Aku takut akan ada tukar menukar nyawa di hari persalinan nanti. Kalau ada apa-apa sama aku, kamu harus janji buat rawat dan jaga anak kita yah, Yan."

Zayyan pun menghentikan kegiatannya, dia menatap lekat wajah sang istri.

Akhir-akhir ini Nayya selalu mencemaskan hal tersebut. Zayyan pun selalu berusaha untuk membangun pikiran yang positif, tapi tetap saja tidak membuahkan hasil.

"In syaa allah proses persalinan nanti akan lancar dan dimudahkan. Kamu nggak perlu cemas kayak gitu, Nay. Serahkan semuanya sama Allah," nasihat Zayyan lembut.

Nayya akhirnya mengangguk singkat.

Jika dirinya bernasib seperti sang mama, dia harap Zayyan mampu menjadi ayah yang hebat sebagaimana Hartawan. Mampu merawat dan membesarkannya dengan limpahan kasih sayang.

Kecemasan kerapkali menghantui, apalagi tensi darahnya yang mendadak tinggi. Padahal sebelumnya selalu normal, tapi menjelang persalinan malah seperti ini.

Zayyan membantu Nayya untuk menyandar di headbord, sedangkan kakinya dibiarkan selonjoran. Dengan pelan penuh kehati-hatian Zayyan mulai memijat kaki Nayya.

Tangannya memang fokus memijat, tapi bibirnya melantunkan shalawat. Kegiatan yang selalu menghadirkan rasa tenang, Zayyan memang pandai membuat Nayya nyaman.

Selepas Gulita | END √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang