بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Jika berani menaruh hati, maka harus siap menanggung perih, sebab itulah yang dinamakan dengan konsekuensi."
—🖤—
HARINI panik bukan main, terlebih mendapati wajah sang putra yang pulang dalam kondisi babak belur. Dengan sigap dia mengambilkan kursi roda Zalfa, dan dirinya kembali terperanjat kaget saat melihat telapak tangan Zayyan terluka cukup lebar dan besar.
"Kamu ini kenapa, Yan? Ibu panik karena nungguin kamu pulang. Mana ditelepon nggak diangkat-angkat lagi," cerocos Harini saat mereka sudah duduk di ruang tamu.
"Zayyan nggak papa, Bu, ada insiden kecil. Oh, ya ini sate kambing muda pesanan Ibu," katanya seraya tersenyum tipis.
Tadi Zayyan meminta Nayya untuk menghentikan sejenak mobilnya, saat melewati kedai sate.
Harini geleng-geleng kepala. "Ibu panik setengah mati, kamu masih aja sempet mikirin sate kambing!" omelnya.
"Nggak papa, bisa diobati. Nanti juga sembuh," sahut Zayyan menenangkan.
"Diminum dulu, Mbak, Mas, maaf hanya seadanya," tutur Zalfa setelah menghidangkan teh manis hangat. Untuk sekadar membuatkan minuman sederhana Zalfa masih bisa, meskipun sedikit kesusahan.
Nayya mengangguk singkat.
"Maafkan saya, Bu. Zayyan terluka dan babak belur karena membantu saya dari perampok," tutur Nayya membuat Harini mengalihkan pandangan.
Harini melirik ke arah Zayyan, meminta penjelasan terkait dua orang asing yang saat ini berada di hadapannya.
"Ini Mbak Nayya, anaknya Pak Hartawan, pemilik resort di mana Zayyan kerja. Kalau itu Mas Syaki, managernya Mbak Nayya," terang Zayyan.
Harini manggut-manggut paham. "Oalah, ada yang luka atau hilang, Nak?"
Hati Nayya menghangat seketika, terlebih mendengar kata 'nak' yang baru saja Harini tuturkan. Ini adalah hal langka, yang bahkan baru pertama kali Nayya alami.
"Nggak ada, saya baik-baik saja. Sekali lagi saya minta maaf, saya akan bertanggung jawab dan membawa Zayyan ke rumah sakit. Takutnya infeksi dan memerlukan penanganan medis," terang Nayya.
Harini mengangguk singkat. "Nggak usah repot-repot, Zayyan biar Ibu yang urus."
"Kalau begitu saya pamit, Bu, sudah larut malam juga. Terima kasih, dan mohon maaf sudah merepotkan," ungkap Nayya seraya tersenyum hangat.
"Mbak Nayya masih terlihat sangat shock, tenangkan diri dulu di sini," cegah Zalfa merasa iba, terlebih melihat mata Nayya yang memang sudah sipit menjadi semakin menyipit akibat menangis terlalu lama.
Nayya terdiam. Dia bukan shock karena menjadi korban perampokan, tapi dia shock karena baru saja mengetahui status Zayyan yang ternyata sudah menjadi suami orang. Matanya yang menyipit pun karena dirinya tidak bisa berdamai dengan kenyataan. Lagi-lagi Nayya pertegas, ini bukan gara-gara perampok.
"Iya, singgah lebih lama di sini. Tenangkan diri dulu, takutnya ada apa-apa di jalan," imbuh Harini.
Syaki mengangguk setuju. "Lo kacau banget, Nay, gue nggak berani kalau harus nganterin lo dalam keadaan begini. Bisa-bisa diamuk gue sama Om Hartawan."
Nayya memutar bola mata malas. "Lo udah biasa jadi bulan-bulanan Papa. Nggak usah lebay!"
"Mau makan? Ibu tadi masak, tinggal dihangatkan saja," tawar Harini saat mendengar suara perut Syaki yang berbunyi nyaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selepas Gulita | END √
SpiritualSELESAI || PART MASIH LENGKAP Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra. Hidup tak selalu mudah...