بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Hidup memang selalu dihadapkan dengan pilihan, apa pun yang diputuskan pasti sudah dipertimbangkan."
—🖤—
MENYANDANG status sebagai istri kedua bukanlah sesuatu yang patut untuk Nayya banggakan. Tapi, dia merasa harus bersyukur karena bisa bersanding dengan lelaki yang dicintainya. Meskipun ada rasa cemas akan bagaimana menjalani biduk rumah tangga ke depannya. Namun, Nayya sudah memilih jalan ini, maka tugas dia hanya menjalani.
Sebelum menjawab qobul, Zayyan menatap ke arah Zalfa sejenak. Memastikan tidak ada air mata kesedihan di sana. Lalu dengan lantang dia pun berucap, "Saya terima nikah dan kawinnya Nayya Shafa Yuanita binti Hartawan Yudhistira dengan maskawin tersebut, tunai."
"SAH?"
"SAH!"
Setelahnya Nayya dihadirkan dengan didampingi Harini yang tidak kuasa menahan tangis sepanjang acara akad berlangsung. Perasaannya sungguh campur aduk, entah harus berbahagia atau justru sebaliknya.
"Ada wudhu?" tanya Zayyan saat Nayya hendak mencium tangannya.
Nayya mengangguk singkat, sebelum make up Nayya memang diminta untuk mengambil wudhu terlebih dahulu oleh Harini dan juga Zalfa.
"Kita salat dulu," ungkap Zayyan membuat Nayya kembali menarik tangannya.
Perempuan itu pun mengangguk dan mengikuti langkah Zayyan menuju sebuah ruangan. Mereka menunaikan salat hajat dua rakaat sebagaimana yang pernah Zayyan dan Zalfa lakukan setelah akad.
Zayyan tidak ingin membeda-bedakan keduanya. Sebisa mungkin dia berusaha untuk bersikap adil. Baik secara bentuk mahar ataupun perlakuan.
Setelah kata salam terucap, Zayyan berdoa dan berdzikir terlebih dahulu. Segala keresahan hati ditumpahkan seluruhnya. Dia berharap apa yang saat ini dijalani, mampu Allah ridai.
Zayyan berbalik dan langsung mendapati wajah Nayya yang bersemu merah. Dia sedikit tersenyum lalu mengucapkan kata maaf terlebih dahulu sebelum tangannya beralih memegang puncak kepala Nayya. "Allahumma inni as-aluka khairaha wa khaira maa jabaltaha alaihi, wa a'udzubika min syarriha wa syarri maa jabaltaha alaihi."
Nayya tak kuasa untuk menahan tangisnya, dia terisak haru. Tidak pernah menyangka dirinya akan diperlakukan sebaik ini oleh Zayyan, bahkan dia pun sangat amat sopan untuk meminta izin terlebih dahulu kala ingin menyentuh kepalanya. Padahal Nayya sudahlah halal untuk Zayyan.
"Kenapa? Kok nangis?" tanya Zayyan sedikit panik. Dia mengangkat dagu Nayya agar melihat ke arahnya, masih dengan didahului kata maaf.
"Gak papa, aku bahagia karena kamu bisa memperlakukan aku sebaik ini," lirihnya di tengah isakan.
"Itu sudah jadi kewajiban saya," ungkap Zayyan diakhiri senyuman lebar.
Zayyan menyodorkan tangannya pada Nayya, dan tanpa ragu perempuan itu langsung mencium dengan khidmat punggung tangan Zayyan untuk kali pertamanya.
Zayyan merasakan getaran yang berbeda, sangat lain kala dulu Nayya yang begitu sembarangan menyentuh pergelangan tangannya. Saat ini, dia bisa merasakan ketenangan dan juga kelegaan.
Zayyan menggandeng tangan Nayya untuk segera keluar dan menandatangani beberapa berkas pernikahan. Jantung Nayya berdebar kian kencang, sekujur tubuhnya panas dingin karena genggaman hangat yang Zayyan berikan.
Zalfa sedikit memalingkan wajah kala melihat suaminya bergandengan dengan Nayya. Ada sedikit kesedihan yang menyapa, tapi dengan segera disingkirkan olehnya. Dia memasang senyum terbaik sepanjang acara, dia ikut bahagia dengan pernikahan Zayyan dan Nayya.
Saat proses penandatanganan selesai, Nayya bergegas menghampiri Zalfa dan memeluknya dengan sangat erat. Zalfa tentu menyambut hangat pelukan tersebut, bahkan dia pun berulang kali mengucapkan terima kasih karena Nayya bersedia menjadi istri kedua Zayyan.
Kini Nayya beralih pada Harini. Memeluk sang mertua tak kalah eratnya. "Ridai pernikahan kami, Bu. Doakan aku supaya bisa menjadi istri yang baik untuk Zayyan."
Harini tentu mengangguk dan mengaminkan. Dia selalu berdoa yang terbaik untuk sang putra dan juga kedua menantunya.
Hartawan menunggu Nayya dengan tangan yang direntangkan, perempuan itu langsung melesak masuk dalam rengkuhan sang ayah. "Papa ikut senang, Papa selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu, Zayyan, dan Zalfa. Rukun-rukun yah, Sayang."
Nayya mengangguk haru dan kembali menangis.
"Papa titip Nayya, lindungi dan cintai dia sebagaimana yang Papa lakukan. Papa percaya kamu mampu menjadi imam yang baik untuk Putri Papa, bimbing Nayya yah, Yan," pinta Hartawan seraya menepuk pundak Zayyan pelan, lalu memeluk menantunya.
"In syaa allah, Pa," sahut Zayyan.
Pernikahan mereka hanya digelar di rumah, tidak dihadiri terlalu banyak tamu. Hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat saja.
"Sekarang tanggung jawab kamu bertambah, Ibu harap kamu bisa berlaku adil pada dua Menantu Ibu. Jangan sakiti mereka, lindungi dan kasihilah mereka. Bimbing dan tuntun mereka agar menjadi sebaik-baiknya perhiasan dunia. Jadikan mereka istri-istri yang shalihah," tutur Harini memberi wejangan. Tangisnya tidak pernah berhenti, bahkan selalu mengalir deras.
Zayyan mengangguk. "In syaa allah, Bu, doakan Zayyan selalu."
Kini Zayyan pun beralih pada Zalfa. Dia bersimpuh di depannya. "Mas harap kamu nggak menyesali apa yang sudah kamu putuskan, Fa. Mas nggak mau buat kamu terluka."
Zalfa menarik lepas kedua sudut bibirnya. "Nggak akan pernah. Inilah yang aku tunggu, semoga Mas bisa menjemput kebahagiaan Mas. Semoga dengan kehadiran Nayya bisa melengkapi kekosongan dalam diri Mas. Aku bahagia, sangat," katanya begitu tulus dan jujur.
"Boleh Mas peluk kamu, Fa?" tanyanya meminta izin.
Zalfa tak langsung menjawab, dia melirik ke arah Nayya sekilas, untuk meminta izin. Nayya jelas langsung mengangguk mantap.
Zayyan memeluk Zalfa dalam tangis. Entah tangis bahagia atau justru sebaliknya. Zayyan tidak tahu, perasaannya saat ini sangatlah campur aduk.
"Cukup sedih-sedihannya. Sekarang waktunya dokumentasi," seru Syaki setelah menghapus setetes cairan bening di sudut matanya.
Percayalah pernikahan Zayyan dan Nayya sangat amat mengandung bawang, bahkan lelaki semacam dirinya yang tidak mudah menangis pun tak kuasa untuk membendungnya.
Syaki sudah bersiap untuk mengarahkan kamera. Di sana ada Hartawan, Harini, Nayya, Zayyan, dan juga Zalfa. Mereka semua tersenyum melihat kamera. Beberapa foto berhasil Syaki abadikan, dan Syaki meminta untuk Zayyan serta dua istrinya untuk berpose. Tidak sampai di sana saja, Syaki pun menyuruh Zayyan dan Nayya untuk berfoto berdua. Begitupun sebaliknya, Zalfa dan Zayyan pun diminta untuk berfoto berdua.
Acara dilanjutkan dengan makan-makan, tapi sebelum itu diawali dengan doa bersama yang dipimpin seorang pemuka agama terlebih dahulu. Semua yang hadir sangat menikmati dan ikut merasakan kebahagiaan, walau tak dapat dipungkiri rasa haru dan sedih ikut menyemarakan.
"Gue satu aja nggak dapet-dapet, lha lo udah punya dua. Amalan apa sih yang jadi rahasianya?" bisik Syaki pada Zayyan.
Zayyan terkekeh pelan sebelum akhirnya berujar, "Namanya juga rahasia, nggak bisa dibocorkan sama siapa pun."
Syaki mendengkus kasar. "Nggak asik lo, Yan! Gue udah terlalu lama jadi jomlo akut menahun ini."
Zayyan menepuk pundak Syaki pelan. "Fokus memperbaiki ibadah dan mendekatkan diri pada Allah. Kalau emang jodohnya udah ada, pasti akan dimudahkan."
Syaki langsung mengaminkan dengan penuh harap. Doa dari orang shalih biasanya langsung diijabah.
🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤
Bandung,
Kamis, 15 Juni 2023Ada yang mau daftar jadi calonnya Syaki? Doi lagi buka lowongan tuh 😌🤣
Next or No?
KAMU SEDANG MEMBACA
Selepas Gulita | END √
SpiritualSELESAI || PART MASIH LENGKAP Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra. Hidup tak selalu mudah...