Eps. 39

2K 108 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Masalah akan terselesaikan jika kedua belah pihak mampu mengesampingkan ego masing-masing."

—🖤—

BESARNYA rasa kecewa akan kalah dengan besarnya rasa cinta yang bermuara dalam dada. Bibir seolah membenci, lontaran kata-kata kasar begitu mudah digaungkan. Namun, jauh di dalam lubuk hati, menentang keras apa yang sudah dilakukan.

Hati dan pikiran kadang berjalan tidak selaras, berlainan arah seolah menentang satu sama lain. Di saat keduanya saling berperang, egolah yang justru keluar sebagai pemenang.

"Kita selesaikan sekarang, jelaskan semuanya sama aku. Jangan ada satu pun yang kamu tutupi," pinta Zayyan saat dirasa Nayya sudah cukup tenang.

Jika terus mengikuti hawa nafsu, masalah tidak akan pernah bisa dituntaskan, bahkan mungkin akan semakin melebar. Sebisa mungkin dia meredam emosi, berusaha untuk mengendalikan diri, agar tidak lepas kendali.

Nayya menarik napas panjang lantas berujar, "Saat sebelum kecelakaan itu terjadi, aku dan Angga terlibat perdebatan sengit. Kita bertengkar hebat, sampai Angga nggak sadar ada seorang perempuan yang sedang menyeberang. Karena panik Angga membanting stir hingga menabrak pohon besar, dan menyebabkan mobil aku mati total. Tapi, ternyata antispasi yang Angga lakukan terlambat, dia tetap menabrak perempuan itu, Zalfa."

"Bayangan itu hanya sekilas aku ingat, karena aku pingsan saat kecelakaan berlangsung. Tapi, alam bawah sadar aku seolah menolak lupa, aku seperti mengingat Zalfa, tapi nggak tahu ada peristiwa apa di baliknya. Saat sadar aku udah ada di rumah sakit, aku juga menanyakan sama Angga tentang korban yang samar-samar aku ingat. Tapi, Angga menegaskan kalau nggak ada korban, hanya aku yang pingsan dan terlibat dalam kecelakaan."

Nayya menatap Zayyan, menyakinkan sang suami bahwa perkataannya merupakan sebuah fakta.

"Setelah itu aku nggak tahu apa-apa, aku pindah ke Bogor untuk menghindari Angga karena dia dijodohkan sama orang tuanya. Sampai akhirnya hari dimana kamu tahu mobil yang menabrak Zalfa ternyata merupakan mobil aku."

Tangan Zayyan terkepal kuat, rahangnya kembali mengencang keras. "Aku harus menemui Mas Angga!"

"Aku mohon jangan perkarakan kasus ini ke pihak berwajib," pinta Nayya penuh harap.

Alis Zayyan terangkat satu. "Secinta itu kamu sama mantan, sampai nggak mau melihat dia mendekam di penjara?!"

Nayya menggeleng pelan. "Bukan itu, aku takut Angga akan menyeret nama aku. Mau bagaimanapun aku ada di lokasi kejadian, bahkan mobil aku menjadi barang bukti. Aku nggak mau menjalani kehamilan di dalam penjara."

Kepala perempuan itu menunduk dalam, tangannya terulur untuk mengelus perut yang masih rata. "Silakan kamu bawa kasus ini ke jalur hukum, tapi setelah aku melahirkan. Aku bisa menitipkan anak aku sama Papa, aku tahu kamu nggak menginginkan kehamilan ini. Aku cukup tahu diri, bahkan kamu pun boleh menceraikan aku. Aku nggak akan menuntut apa pun dari kamu. "

Nayya berusaha untuk menampilkan senyum, walau linangan air mata kembali turun. "Zalfa udah meninggal, nggak ada lagi alasan untuk kamu mempertahankan pernikahan ini. Istri tercinta kamu udah berpulang, bahkan aku menjadi salah satu penyebabnya."

"Tapi aku berani bersumpah, nggak ada sedikit pun niat ataupun keinginan untuk melenyapkan Zalfa. Kejadian di kamar mandi di luar kendali aku. Aku salah karena membiarkan Zalfa ke kamar mandi sendiri, aku salah karena nggak membersihkan lantainya sampai licin dan membuat Zalfa jatuh tergelincir. Aku mengakui itu, tapi aku bener-bener nggak tahu kalau ternyata itu menjadi perantara Zalfa menjemput ajalnya. Aku nggak pernah bermaksud untuk menghilangkan nyawa Zalfa. Aku bukan pembunuh, Yan."

Selepas Gulita | END √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang