Chapter 22

55 63 0
                                    

Saat malam hari tiba, aku menelepon Allard dan langsung dijawab olehnya. Ya seperti itulah Allard, dia akan langsung menjawab teleponku.

"Hai," sapanya.

"Hai, gimana kabar kalian di sana? Everything is fine right?" tanyaku.

Allard mengangguk. "Ya, kamu udah nanyain itu minggu lalu."

"Ya tapi ini udah seminggu sejak aku nanyain itu, kan?" balasku.

"Apa kamu bakalan terus nanyain itu setiap kita teleponan?" tanyanya.

"Iya, aku mau pastiin keadaan kalian selalu baik-baik aja," jawabku tegas.

"Kamu nggak perlu khawatir, Alexa. Aku sama Bella selalu baik-baik aja di sini," ujarnya.

"Itu bagus. Lalu gimana keadaan Dion? Udah lama aku nggak denger kabarnya," kataku mengganti topik.

Wajah Allard nampak tak senang saat aku menanyakan kabar asistennya itu.

"Jangan salah sangka, Allard. Aku cuma mau tau keadaan bawahan setia kamu itu. Gimana pun dia pasti lebih sibuk di sana karena harus mengontrol perusahaan dari jauh, ya begitu juga dengan kamu," sambungku.

"Keadaan Dion baik-baik aja. Dia keliatan bahagia tinggal di sini sampe aku berpikir haruskah aku menaruhnya di perusahaan sini," jawabnya diakhiri sindiran.

"Jangan kayak gitu, Allard. Dion bakalan nangis kalo denger ini," sahutku disertai tawa.

"Akhirnya kamu ketawa juga," celetuknya.

Aku pun terdiam.

"Akhir-akhir ini kamu nggak tertawa maupun tersenyum. Ada apa? Apakah ada sesuatu yang terjadi di sana?" tanyanya.

"Nggak ada," jawabku singkat.

"Terus kenapa kamu selalu keliatan murung saat telepon? Apa ada hal buruk yang terjadi?" tanyanya lagi.

"Allard, ayo kita udahin teleponnya. Aku capek. Aku mau tidur lebih awal," ucapku mengalihkan topik.

"Yaudah kalo itu mau kamu. Tidur yang nyenyak, sayang." Setelah itu panggilan pun terputus.

"Emang raut wajah aku sejelas itu ya? Kenapa semua orang tau tentang perubahan suasana hatiku?" Aku berbaring di tempat tidur dan menutup wajahku dengan selimut. Aku memejamkan mata dan berharap semua yang kudengar saat itu hanyalah mimpi.

Flashback On

Hari itu Regan datang dengan tubuh yang penuh luka dan lebam. Berhubung saat itu sedang tak ada pasien, jadi aku yang menanganinya. Lalu aku juga mengenalnya jadi tidak mungkin diam saja saat melihatnya seperti itu.

"Apa yang telah terjadi sama kamu, Regan?!" tanyaku khawatir.

"Saya tidak apa-apa, nona. Hanya luka biasa," jawabnya sambil menahan sakit.

Aku menatapnya tajam. "Nggak apa-apa gimana?! Badan kamu penuh sama luka dan lebam kayak gini. Siapa yang berani lukain kamu?"

"Kenapa? Apa nona akan memarahi orang tersebut?" tanyanya.

"Iya! Berani banget dia nyakitin kamu!" jawabku.

Regan yang mendengar jawabanku malah tertawa. "Anda sangat lucu, nona."

"Regan! Aku serius!" tegasku.

"Nona yakin akan memarahi dia?" tanyanya lagi.

Aku mengangguk yakin.

"Orang yang membuat saya terluka seperti ini adalah tuan Dhanu," jawabnya.

Saking terkejutnya, aku sampai menghentikan pergerakan tanganku. "Kakek Dhanu?!"

Rahasia Keluargaku  ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang