Tiga Delapan

4.7K 188 24
                                    

Hallo gaiss i'm coming
Yukk lanjut bacanya
Jangan lupa vote 🌟 komen 💬

Cusss enjoyy reads guys❤








***

Sejak beberapa saat lalu Mora hanya melirik jam dinding yang ada di ruang tamu rumahnya. Gadis itu terlihat cemas, ia hanya mondar-mandir tak jelas tampak gelisah dengan keadaan abangnya.  Sudah hampir tiga jam abangnya belum tiba di rumah padahal Gio tadi menelponnya bahwa dirinya sebentar lagi sampai di rumah.

Tuttttt tuttttt

Beberapa kali Mora mencoba menelpon abangnya namun handphone laki-laki itu sama sekali tidak dapat di hubungi.

"Tenang dulu," ucap seseorang yang duduk tak jauh darinya.

"Tenang gimana??" teriak Mora marah bercampur takut.

Cowok tadi terlihat menghela nafasnya lantas berjalan mendekati Mora. "Tenang dulu, bentar lagi bang Gio pasti sampai," ujarnya menenangkan gadisnya agar tidak khawatir berlebih.

"Abang lo mampir beli oleh-oleh dulu kali Mor buat kita," terdengar bercanda namun lebih menenangkan.

Gadis bermata sembab itu mengangguk lemah. Ternyata si playboy Juna memang ahlinya jika berhadapan dengan wanita. Nyatanya seorang Amora bisa dengan mudah mengangguk dengan kata-kata ngawur Juna.

Untuk kali ini tidak ada yang menyanggah ucapan Juna. Meskipun para cowok itu belum mengetahui kebenaran dari keadaan saat ini, namun dengan mengiyakan perkataan Juna akan sedikit membantu menenangkan gadis cantik yang ada di sana.

Drttt drttt drttttt

Benda pipih yang sejak tadi di genggam gadis cantik itu berdering. Namun kontak yang tertera pada panggilan masuk itu bukanlah dari abang yang di tunggunya. Meskipun dalam keadaan tidak baik-baik saja Mora tetap mengangkat panggilan itu.

"Ada apa Sill?"

Tanpa basa basi ataupun salam terlebih dahulu, Mora langsung bertanya to the point kepada temannya itu.

"Mor gue main ke rumah Lo ya! Udah lama banget gue gk main kesana, pengen ketemu babang ganteng Lo juga sih," ujar Silla semangat empat lima tanpa ada jeda sedikitpun.

"Mor?? Lo denger gue ngomong gak sih?" kesal Silla dari sambungan telepon itu karena tidak ada respon dari sahabat itu. 

"Lo baik-baik aja kan Mor?" Silla kembali bersuara namun terdengar khawatir.

"Jangan main dulu! Mora sama gue!"

Suara bariton itu membuat Silla tak berkutik. Tiba-tiba tidak ada suara yang terdengar dari seberang sana. Tak lama setelah itu sambungan telepon itu terputus begitu saja.

"Heii," Heksa melambaikan tangannya tepat di depan wajah Mora yang kembali murung.

"Kenapa sayang?" tanyanya lembut namun Mora masih tetap bungkam.

Tatapan gadis itu tampak kosong. Sudah bisa di tebak, Gio lah yang membuat gadis itu seperti saat ini. Karena memikirkan laki-laki itu Mora di buatnya linglung seperti orang hilang akal.

"Apa perlu tindakan Sa?" Utta yang sedari tadi membisu kini angkat suara karena tak kuasa melihat Mora seperti itu.

"Iya apa enggak?" kompak Tian dan Juna mempertegas apa yang Utta pertanyakan.

Heksa hanya menggengkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Untuk saat ini dirinya lebih fokus kepada gadis yang di dekapnya.

"Saa, abang mana?"

PRAHEKSA Alpha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang