TIGA PULUH EMPAT

14 3 0
                                    

Sooyung menggaruk topinya. Dia kemudian berdiri dan mengelap dahinya yang bercucuran keringat. Dia menatap langit seolah ingin meminta bantuan. Dia menatap sekitar, namun tidak ada siapa pun disana. Hanya ada dia, mobil patrolinya, seekor sapi besar dan seorang Kakek yang kesakitan karena kakinya terkilir.

Sudah sekitar dua bulan dia menjalankan tugasnya di pedesaan. Jauh dari keramaian kota, jauh dari rekan-rekannya, hanya tugas patroli yang menjadi teman sehari-harinya. Sooyoung awalnya ditugaskan di divisi Informasi karena dia dari Divisi Intelegent sebelumnya. Tapi dia menolak. Mengingat ini adalah hukumannya, dia tidak ingin terkurung seharian di dalam ruangan. Pedesaan yang indah mungkin bisa mengobati keruetan pikirannya selama ini, seperti yang dikatakan Minhyun. Jadi dia memilih divisi patroli.

"Kakek. Aku akan memegangi sapi ini agar tidak kemana-mana. Jadi, tolong Kakek duduk saja di pinggir. Tunggu sampai saya kembali dan saya akan membawa kakek ke klinik."

"Petugas Park, apa tidak ada polisi lain yang datang? Kau tidak akan bisa membawa sapi itu sendiri. Rumah kakek lumayan jauh dari sini."

"Aku tahu kek. Kakek tinggal dengan cucu kakek, Minju bukan?"

"Kau kenal dengan Minju?"

"Tentu saja. Dia gadis yang baik. Dia mengantarkan susu segar dan koran ke rumahku setiap hari."

"Padahal kakek sudah melarangnya untuk bekerja. Dia harusnya hanya fokus sekolah, tapi dia tidak mau."

"Dia akan menjadi orang sukses kek, kakek jangan khawatir." Sooyung tersenyum. "Kalau begitu kekek duduk dulu ya, aku akan segera kembali."

"Hati-hati petugas Park. Aku sangat berterima kasih. Kalau saja tadi aku berhati-hati saat melewati sungai, kakikku mungkin akan baik-baik saja."

Sooyung menarik sapi itu dengan hati-hati. Sapi itu menurut, tapi belum juga berjalan cukup jauh, sapi itu malah tertarik dengan rumput yang tumbuh di pinggir jalan. Sooyoung menarik sapi itu, tapi karena jalanan yang menanjak dan terik matahari Juli yang membakar. Sooyung mulai tidak sabar.

"Belum juga setengah jalan. Aku bahkan masih bisa melihat kakek Lee dari sini, tapi aku sudah tidak kuat." Rintihnya sendiri. "Dasar menyedihkan. Mana panas lagi. Aisssh...." Sooyung menyayangkan dia tidak membawa minumnya di mobil tadi. "Sapi~ kumohon. Kau bisa makan sepuasnya kalau sudah sampai rumahmu nanti. Disana ada banyak rumput yang enak dan segar. Aku mohon menurut sekali ini saja. Kau mau kan?"

"MOOOOO!!!"

"Kalau begitu ayo jalan! Semangat!"

Sapi itu hanya bersuara, tapi dia tidak mempedulikan Sooyoung sedikitpun. Dia terlanjur menikmati makan siangnya.

"Harusnya aku meminta mereka untuk menyisir semua rumput ini dengan bersih. Silan!" Dia kembali mengeluh.

"Ada yang bisa aku bantu, nona Sapi?"

Sooyung berbalik. Dia mengenal suara itu. Dan benar saja. Sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di hadapannya. Penumpangnya, dengan kacamata hitam mengeluarkan kepalanya dari balik jendela mobil. Itu Minhyun!

"Yeoksi! Kau selalu datang tepat waktu, Minhyun-ssi." Raut wajah Sooyung berubah 360 derajat. Dia sangat bahagia sekarang.

Minhyun turun dari mobilnya. Dia mengenakan kaos putih yang dilapisi kemeja biru muda, celana jeans, dan sneakers putih. Kacamata hitamnya pun masih bertengger menutupi kedua matanya.

"Apa kau sudah bosan jadi polisi? Mau ganti pekerjaan? Sudah kubilang bekerja di rumahku saja. Gaji seumur hidup tanpa batas~" Minhyun mengeryitkan dahinya. Dia merasakan langsung perubahan udara saat keluar dari mobilnya. "Auuh disini panas sekali!"

IN WAR! (COMPLETED)Where stories live. Discover now