16

1K 51 0
                                        

✧・゚: *✧・゚:*

Jangan lupa votmen!



HARAPAN
--------------------------------------------


Sudah berbulan bulan setelah mereka bertemu dengan si bungsu Griselda namun sayangnya mereka tak bisa bersama terlalu lama, anak itu mengulang dari kamarnya dan hingga sekarang tak ada perkembangan dalam mencarinya.

Sejak saat itu mereka bekerja hingga melupakan waktu kebersamaan dengan keluarga mereka yang tersisa, anggap saja mereka egois dan itulah manusia.

Latifa memilih menyibukkan dirinya dengan butik miliknya membuat cabang di mana mana bahkan ia membangun beberapa restoran dan cafe untuk menyibukkan diri bahkan ia yakin suatu hari saat si bungsu kembali ia akan memberikannya pada si anak.

Sedangkan untuk Radit, pria itu menyibukkan diri dengan berkas berkasnya tak ayal ia selalu menunggu laporan dari bawahannya tentang si bungsu yang selalu nihil anak itu hilang bak di telan bumi.

Hal itu tentu berdampak bagi ke dua anak nya Tris tak terlalu mempermasalahkan hal itu, ia seorang pria ia bisa melampiaskan nya dengan beberapa cara seperti akhir akhir ini ia seringkali melakukan balapan.

Berbeda dengan Tasya. Anak itu benar benar butuh dukungan berawal dari kedua orang tuanya yang mengabaikan mereka lalu sahabat atau mungkin hanya teman? Yang juga menjauh darinya untungnya ia masih memiliki sang kekasih yang begitu pengertian padanya.

....

Ia mengeram lagi lagi hal yang sama. Seharusnya begitu mudah menangani hal ini tapi yang ia lawan kini berbeda ia benar benar licin bak ular.

"Lagi-lagi hal yang sama.. " ia meraup wajahnya kasar.

"Gw benci saat saat gw yang jadi lemah kek gini" gumamnya lalu mendudukkan diri di pinggir kasur. Matanya menatap keluar jendela menampilkan suasana kota di bawah sana dari lantai 8 tempatnya tinggal.

"Gw pengen ini semua cepet berakhir" gumamnya pelan.

Beralih pada tempat lain, seorang itu nampak terduduk di kursi kebesarannya wajahnya nampak datar tanpa ekspresi sedikitpun berbeda dengan hatinya yang kini tengah bergelut dengan berbagai pikiran.

Ia menoleh menatap keluar jendela menampakkan suasana kota pikirannya benar benar bercabang entah kemana otak jenius nya hingga ia sangat sulit mengerti dengan situasi kini.

Terhitung beberapa bulan setelah pertemuannya dengan gadis yang dengan beraninya melemparkan baru padanya, dan yang semakin membuatnya penasaran dengan gadis itu adalah setiap laporan yang di berikan padanya, mulai dari ia yang memiliki sifat dan sikap yang mengingatkannya pada seseorang di masa lalu hingga kenyataan bahwa adis itu kenal dengan seseorang yang berarti untuk nya.

Ia menghela nafas, terlalu banyak teka teki pada gadis itu dan terakhir laporan yang harus saja ia dapatkan, gadis itu berubah setelah menghilang selama 1 tanpa bisa mereka lacak. Gadis itu sangat pandai bahkan ia pun mengakui itu, gadis yang berhasil menghindar dan bersembunyi dari orng orangnya.

Cklek

Ia memutar kursinya lalu menampakkan wajah datarnya namun matanya tetap menyiratkan kelembutan yang ia arahkan pada sosok yang masuk kedalam ruangannya.

"Ada apa boy?"

"Daddy mengawasinya kan?" ia mengangkat sebelah alisnya berusaha mengerti apa yang sosok yang tak lain adalah putranya itu katakan.

"Hm" dehemnya lu kembali menoleh menatap keluar ruangan.

"Apa daddy tahu apa yang terjadi belakangan ini?"

"Apa yang terjadi dengan mu boy? Kau telah menanyakan hal ini, berbicara panjang lebar hanya karna nya?"

"Apa susahnya menjawab?"

"Kau sangat tak sabaran... Belakangan ini ia berubah entah kenapa, gadis itu sangat pandai bahkan ia sempat bersembunyi dari orang orang daddy selama sebulan tanpa bisa dilacak seakan ia benar benar menghilang" jelasnya sungguh hanya pada putranya lah ia akan berbicara panjang lebar sebenarnya ada sosok lain namun kini sosok itu mungkin tengah bahagia di atas sana.

Pemuda itu menghela nafas tanpa sepatah kata pun ia beranjak keluar dari ruangan sangat daddy di iringi tatapan dari sang daddy hingga pemuda itu benar benar keluar yang lebih tua menghela nafas lalu kembali melihat keluar jendela.

....

"Lo gak ngeliat?" tanyanya dengan datar menatap dingin sosok yang menabraknya yang kini menunduk memilih tangannya sendiri.

"Sorry gw gak sengaja gw-"

"Karna lo jalan gak liat kedepan! Ck"

"Biasa aja dong.. Lagian lo kenapa jadi berubah gini?" serunya tak terima.

"Kenapa? Rugi buat lo kalo gw berubah?" sahutnya dengan nada yang sama.

"Bi udah gw gak papa"

"Emang seharusnya lo gak papa, dasar caper"

"Nia lo bener bener keterlaluan"

Yup mereka adalah Nia, Bianca dan Tasya. Ini berawal saat Nia berjalan dengan wajah datarnya menuju kelas dan tak sengaja Tasya yang tengah berlarian di Koridor menabraknya hingga ponselnya jatuh dan retak membutuhkan Nia mengeram marah dan berakhirlah mereka beradu.

"Trus? Apa peduli gw? Makanya jangan lari larian di Koridor kek bocah" Bianca mengeram, Nia benar benar berubah tanpa mereka tahu apa penyebabnya.

"Ni kalo kita ada salah lo bilang jangan berubah kayak gini" ucap Tasya berusaha berani.

"Ck ini bukan urusan lo dan jangan sok deket karna kita gak sedeket itu" mereka terdiam tak lama datang lah seorang pemuda yang tak lain adalah Jenderal.

"Ada apa hm?" tanya nya lembut mengelus lengan Nia. Nia menoleh lalu menormalkan ekspresi nya.

"Ck tanya sama mereka yang lari larian di Koridor kek bocil.. Liat HP gw ck beban"

"Udah usah agar nanti aku beliin lagi yah?' Jenderal mengelus surainya menenangkan.

"Yaudah deh, ayo ke kelas malas gw ngeliat muka mereka" Nia menggenggam tangan Jenderal lalu pergi dari sana meninggalkan kedua gadis itu yang berdiri kamu.

"Dia bener-bener berubah" gumam Tasya menatap sendu kepergian Nia Bianca mengeram.

"Lo gak usah mikirin dia lagi dia bener bener udah berubah, dia bukan Nia yang kia kenal dulu"

Tasya terdiam ia menunduk melihat ponsel Nia yang benar benar rusak ia merasa bersalah dan juga terkejut dengan perubahan Nia pada mereka bukan hanya sifat namun sikapnya juga sudah sangat berbeda.

Di kelas kini Nia terduduk dengan Jenderal di sampingnya menatap gadis itu yang memilih menyandarkan rubuhnya di dada bidang Jenderal yang sedikit menggeser duduknya menjadi menyamping. Jenderal sibuk mengusap rambut silver itu dengan Nia yang bermain ponsel, ponsel Jenderal.

"Sudah lebih baik?" Nia melirik sekilas lalu berdehem.

"Apa gak papa kalo kek gini? Kamu beneran udh yakin?"

"Stt udah diem gw udah milih jalan dan tugas lo nyemangatin gw oke? Elusin lagi" Nia mengangkat sebelah tangan Jenderal menopang nya di pundak dan membiarkan tangan besar itu mengelus pipinya.

Jenderal tersenyum, senyum mata yang sering di tunjukkan. Ia pasrah dan mengelus pipi Nia namun tanpa Nia sadari pemuda itu menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

‧͙⁺˚*・༓☾    TBC ☽༓・*˚⁺‧͙

Don't Worry Be Happy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang