Perempuan itu menatap pantulannya di depan cermin. Tengah menata surai panjang nan lembut setelah memoles tipis wajahnya. Masih ingat dia siapa?
Dia Sabrina Hanafira. Perempuan yang sudah tumbuh dewasa merantau demi pendidikan yang ia impikan di daerah istimewa.
Hari-hari telah terlewati. Hana cepat beradaptasi dengan lingkungannya juga teman-temannya. Akhirnya setelah sekian lama, dia menjadi anak kost seperti para abang dan Gilang di rumahnya.
Sama layaknya rumah kost miliknya, di sini satu atap rumah terbagi menjadi 4 kamar dan ruangan-ruangan lainnya yang menunjang kelengkapan rumah.
Tok tok tok
Seseorang mengetuk pintu kamarnya. Siapa lagi jika bukan rekan kostnya?
"Han, pinjem catokan rambutnya dong!" seru temannya dari balik pintu.
Mau tidak mau, kegiatan mencatok rambutnya jadi terhenti sejenak. Hana membuka pintu kamarnya yang tertulis nama depannya 'Sabrina'.
Satu-satunya rekan kos yang memanggilnya dengan panggilan 'Hana' hanyalah dia seorang. Masih ingat dengan perempuan yang tiba-tiba mengajaknya berkenalan dan bertingkah menyebalkan ketika tengah berada di pusat ujian?
Iya. Dia Depita.
Entah apa yang Tuhan takdirkan kepadanya. Seingat Hana, dulu ia berdoa agar tidak bertemu lagi dengan perempuan bernama Depita. Namun, katanya, doa yang kurang baik justru dirinya sendiri yang akan terkena dampaknya. Inilah maksud dari dampak itu.
"Lagi gue pake," jawab Hana.
"Yaudah gue tungguin sampai selesai," katanya kemudian nyelonong begitu saja masuk ke kamarnya.
Hana kembali menutup pintu kamarnya. Depita sudah duduk bersila di tepi ranjang sembari memangku wajah. Melihat temannya itu melakukan sesuatu pada surainya.
"Hari ini Teh Rara masak apa?" tanya Hana semabri fokus mencatok rambutnya.
Ada empat kamar di rumah ini. Itu artinya masih ada dua orang tersisa selain mereka. Kebetulan salah satunya adalah kakak tingkat mereka.
Pertama ada Rania Zahwa. Katanya, lebih sering dipanggil Rara. Perempuan itu sudah bekerja di sebuah Cafe ternama. Cafe itu sangat laris dan paling digemari oleh anak-anak muda. Selain tempatnya yang luas dan aestetik juga cita rasa makanan dan minuman yang tersaji tidak kalah yummy.
Kedua, ada Felisya Julie. Biasa dipanggil Juli meskipun lahir di bulan April. Mungkin orangtuanya tengah bahagia di bulan Juli. Perempuan itu satu universitas dengan Hana dan Depita juga kakak tingkat mereka.
"Masak kue," santainya.
Hana menaikkan satu alisnya, "Ya ampun, bisa diabetes kita makan kue terus tiap hari."
Depita terkekeh, "Kayak ngga tau Teh Rara aja."
Rara seolah memamerkan skillnya dalam bekerja. Membuat segala macam kue dan makanan-makanan manis lainnya. Hampir setiap hari dicekokin makanan manis. Meski dia juga tetap memasak makanan utama masyarakat Indonesia.
Dari semua anak kost putri, memang hanya Rara yang paling pandai memasak. Maka dari itu, urusan dapur ada di tangan Rara.
"Eh udah belum? Gue mau make nih!" desak Depita.
"Iya-iya, udah nih!" Hana mencabut colokan pada stop kontak lantas memberikannya kepada Depita. Gadis itu pun menerima dengan senyuman lebar.
"Thank you, Hana," ucapnya sebelum ngacir ke kamarnya.
Hana tersenyum geli melihat Depita yang bertingkah baik ketika ada maunya saja. Dia menatap jam pemberian Alan yang melingkar manis di pergelangan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girls Dorm (Selesai)
Teen FictionIni adalah sequel cerita 'Saya Terima Kost Putra' Setelah sekian lama menjadi pemilik kost, justru kini Hana menjadi anak kost-nya. Dia berjumpa dengan teman-teman baru yang sekarang tinggal satu atap dengannya. Seperti kisah sebelumnya, setiap pen...